GOOD MOOD

51 8 2
                                    

"Makasih Yah...Alenna sayang Ayah"

Tepat pukul 08.00, sebuah mobil Lamborghini merah terparkir tepat didepan rumah Alenna. Mobil itu membunyikan klakson beberapa kali dan tak lama kemudian, keluarlah Alenna dengan tas kecil tersampir dibahu kanannya. Hari ini ia memakai sweater abu-abu yang berpadu dengan celana jeans putih juga bandana dirambutnya. Sederhana namun terkesan menawan.

Kaca mobil turun seketika, sedang pemilik mobil tersebut menyapa Alenna ramah. "Hi sayang"

"Hi Ayah", balas Alenna lalu duduk disamping ayahnya dan segera menyalaminya. Dengan sigap ditariknya sabuk pengaman dan mobil itupun melaju membelah jalanan. "Apa kabar Yah?"

"Baik sayang" 

"Aku perhatiin Ayah makin ganteng aja deh", gombal Alenna sambil terkekeh pelan. "kebiasaan",balas sang ayah tanpa mengalihkan pandangannya. "Kita mau kemana dulu nih?", tanya Toni pada putrinya.  "Ke toko buka ya Yah...Pleaseeee" Alenna mengatupkan kedua tangannya sambil memasang wajah memohon. 

 "Siap Tuan Putri" Alenna tertawa. sudah sejak lama Alenna tidak mendengarnya. Tuan Putri adalah panggilan kesayangan Toni untuk Alenna. Bagi Toni, Alenna hanyalah putri kecilnya. Alasan dari setiap tawanya. 

"Gimana sekolah kamu sayang? "

"Aman Yah...",jawab Alenna santai. "Tapi akhir-akhir ini aku bete banget Yah. Sial Muluuu", sambung Alenna ketika teringat Gefril. Kini bibirnya sudah monyong kedepan. Rautnya langsung tak bersahabat. "Sial gimana maksudnya?"

"Masa aku disuruh lari keliling lapangan 10 kali padahal cuma terlambat 5 menit, terus disuruh bersihin ruang teater dan...aku diancam gitu cuma gara-gara natap dia Yah...terus nih ya Yah..aku langsung didatengin sama fans-fans beratnya dia atau apalah itu..gara-gara dikira punya hubungan gitu sama dia...padahal kenal aja nggak Yah? Parah banget kan?", jelas Alenna menggebu-gebu. "Tunggu..tunggu..dia yang kamu maksud itu siapa sayang? " 

"Gefril Yah..namanya Gefril. Namanya doang yang keren, orangnya nggak punya hati. Udah nakal, jahil, terus sok-sok kalem gitu..padahal mah..biasa aja tuh.."

 "Kamu juga sih..ngapain natap anak orang. Naksir Ya",canda sang ayah sambil terkekeh.

"Apaan sih Yah...amit-amit deh naksir sama dia"

Ayah hanya tersenyum. "Nggak usah bahas dia deh Yah..jadi nggak mood" Alenna melipat kedua tangannya didepan dada dan kini bibirnya sudah monyong lebih 5 cm. Ia jengkel ketika mengenang kesialannya akhir-akhir ini. Toni tertawa. "Tapi Sayang..harusnya kamu bersyukur. Kalau nggak ada dia, masa SMAnya kamu bakal biasa-biasa aja. Nggak ada yang bisa kamu kenang nantinya", nasihat ayah dari balik kacamatanya. "Masih banyak hal yang bisa aku kenang Yah..nggak cuma dia" 

Setelah beberapa menit kemudian, sampailah mereka di Toko Buku yang dimaksud Alenna. Ia langsung masuk kedalam toko, tanpa peduli dengan sang ayah yang masih berada dalam mobil merah itu. Wajahnya berseri bagai seorang anak kecil yang baru saja mendapat lolipop. Ia berkeliling disetiap lorongnya. Memilih semua buku favoritnya. Tanpa sadar, ini sudah melebihi kapasitas. Yapss...dia mengambil 15 buku yang bahkan sudah diseleksi terlebih dahulu. WAUUUUWWW ....tak habis pikir berapa banyak buku yang harus dibeli jika Alenna tak menyeleksinya satu per satu. 

Ia menghampiri sang ayah yang kini masih nyaman dalam keterkejutannya. Toni hanya geleng-geleng melihat anaknya yang seperti kucing liar yang diberi ikan goreng ketika menghadapi banyak buku didepannya. Kalang kabut dan tak berpikir panjang. otaknya bagai tak bisa mencerna informasi yang masuk. Segalanya dipenuhi oleh keinginan untuk memiliki semua buku kesukaannya. Bisa bangkrut kalau Alenna menyukai semua buku dalam toko itu. Namun, Toni tetap tersenyum sambil berjalan menuju kasir. Alenna mengekorinya dari belakang dengan wajah berseri. Alenna sangat bahagia. Kini ia sudah memiliki semua buku favoritnya. Dengan wajah bahagia, ia keluar bersama Toni, ayahnya. Tangannya erat menggandeng tangan sang ayah. Bergantung disana layaknya anak kecil. Kini kepalanya sudah dibahu sang ayah. Toni memperlambat langkah kakinya. Menyamakan irama juga menyesuaikan situasi saat ini. "Kita ketoko roti ya. Ayah belum sarapan",kata Toni sambil menunjuk sebuah toko roti nuansa modern diseberang jalan. Tokonya memang kecil namun cukup menarik. Dindingnya yang terbuat dari kaca membuat pengunjung dapat dengan mudah menyaksikan aktivitas mereka didalam sana. Alenna masuk ke toko itu lalu meneliti setiap sudut untuk menemukan tempat terbaik untuk mereka. "Yah...disana aja gimana?" Ia menunjuk sebuah tempat yang berada tepat disamping kaca. Tempat yang cukup strategis untuk menyaksikan riuhnya kota. Mereka duduk berhadapan hingga banyak kisah yang terlintas.

"Aku nggak gitu Yah", kata Alenna disela-sela tawanya. Ia tak menyangka bahwa ayahnya masih saja ingat sepotong kisah itu. Kisah ketika ia buang angin diacara keluarga. Semua orang tertawa ketika mendengarnya. Bagaimana tidak? Bunyinya cukup khas. Tidak beda-beda tipis dengan bunyi knalpot rusak. Dan parahnya lagi itu seperti bersambungan dengan sedikit jeda. "KUUUUTTTT...KUUUTTTT...KUUTTTTT"

"Ayah...", rengek Alenna manja. "jangan ceritain lagi...malu tahu" tangannya kini menutup wajahnya yang merah padam. Ayahnya tertawa.

***

Setelah memenuhi kewajiban untuk menyejahterakan kampong tengah, Alenna dan Ayah pergi untuk menghabiskan waktu dirumah baru milik Ayahnya. Kini, ayahnya sudah bangkit dari keterpurukannya. Ia sudah dapat mengembalikan segalanya yang sempat hilang. Perusahaan yang sempat dikabarkan akan bangkrut kini sudah stabil setelah Toni melakukan beberapa perbaikan. Jika saja, Ibunya dapat bertahan sedikit lagi. Mungkin...mereka dapat kembali lagi seperti dulu.

"Kamar kamu diatas sayang.."kata toni. Alenna mendongak. Ia menatap tangga yang berkelok-kelok itu. "Astetik",batin Alenna lalu menaiki anak tangganya bersemangat. Ia tiba dipersimpangan. Ada sebuah lorong kecil menuju balkon juga lorong menuju kamarnya. Ia berbelok lalu memasuki sebuah ruangan dengan nuansa musim salju. Cat dindingnya yang berwarna biru laut juga hiasan berupa kepingan-kepingan salju menghiasi. Dan...ada sebuah stiker Anna dan Elsa disudut ruangan itu. Menggemaskan sekali. Bahkan kartun masa kecilnya itupun masih sangat membekas dalam ingatannya. Anna yang berdiri dengan tatapan tajam menggambarkan sikap angkuh juga dingin. Dan elsa yang tersenyum ceria menyebarkan kehangatan dengan luka masih dapat dilihat dibalik matanya. 

Alenna tersenyum. Satu tetes air bening keluar dari balik matanya. Sontak, tubuhnya terjatuh kelantai. Ia terduduk sambil menyandarkan punggungnya diujung tempat tidur. Kenangan itu kini singgah dalam ingatan. Sudah bertahun-tahun Alenna ingin menghindarinya. Namun, dengan tak tahu malu kenangan itu datang bagai tamu tak diundang. Mendatangkan luka dari kisah manisnya dulu. Ketika Aletta, kembarnya itu sibuk memasang stiker Frozen dalam kamarnya sedang Alenna sibuk memperhatikannya. 

"Kita itu kayak Frozen ya Lenn. Aku Anna dan kamu Elsa" terdiam sejenak sambil tersenyum ceria. "Kamu suka salju dan aku nggak. Aku diem dan kamu cerewet. Aku cantik tapi kamu lebih cantik. Heheh" Alenna tersenyum lirih mendengar perkataan Aletta.

"Iya Lett...Kamu Anna dan aku Elsa"

"Kamu disayang sedang aku dilupakan", sambung Alenna dalam hati. Ia beranjak keluar dari kamar itu sambil menyeka air matanya. "Kamu mau kemana Lenn?",tanya Aletta.

"Kamu nangis ya?", tanya Aletta bingung. Ia mendekati Alenna lalu menahan tangannya. "Kamu kenapa Lenn? Nggak suka jadi Elsa ya? Kamu mau jadi Anna aja? Nggak apa-apa kok kalau kamu mau jadi Anna "kata Aletta polos.

"Sayangnya aku nggak bakal jadi Anna kayak kamu Lett." Alenna melepaskan tangan Aletta lembut lalu meninggalkannya. Sedang Aletta dibuat bingung sendiri.

"Aku ke toilet dulu"

***  

JANGAN LUPA VOTE YA.....

AKU KAMU DAN LUKAWhere stories live. Discover now