xxiii

12.6K 2K 145
                                    

"Samlekum!"

"Kalau salam yang bener, Din!"

"Eh, Bin, lo kagak nyemilin bengkoang duluan, kan?"

"Bung Yanuu? Yuhuuu? Kami udah datang!"

"Pit! Udah, Pit. Malu-maluin anjer. Dilihatin orang!"

Suara-suara ribut di depan rumah membuat Yanu hanya menghela napas panjang. Begitu ia membuka pintu depan, lima orang temannya sudah menyapa dengan seringai lebar. Selain Rahdian dan Silvia, ada juga dua orang temannya yang bernama Bintang, serta Mora yang dulu sering sekelompok dengannya.

Belum juga Yanu mempersilakan mereka masuk, Rahdian dan Bintang nomor satu lebih dulu melewati pintu masuk, membuat Yanu tersingkir ke samping. Bintang nomor dua, yang biasa dipanggil Sipit, tersenyum lebar hingga kedua matanya tinggal sepasang garis tipis. Mora dan Silvia mengekor di belakang barisan para pemuda.

"Loh, ada Mbak Anggi!" pekik Rahdian saat melihat Anggi lewat dari dapur. Anggi melambaikan tangan menyapa teman-teman Yanu, lalu segera masuk kamar.

"Gue masih nggak paham tujuan kalian main ke sini ngapain," gumam Yanu. Pemuda itu menjatuhkan diri ke sofa.

"Rujakan, Nu. Masa lupa tradisi kita?"

Kadang, Yanu gagal paham. Anak-anak lain lebih sering nongkrong ke tempat-tempat fancy, tapi makhluk-makhluk ini malah memilih menjajah rumah Yanu untuk rujakan. Hal ini telah berlangsung dari zaman mereka SMA. Ada lomba masak waktu peringatan hari Kartini? Rumah Yanu jadi tempat mereka bereksperimen resep. Ada bazar classmeeting? Rumah Yanu jadi base camp memasak penganan yang akan dijual. Mungkin karena dapur rumah Yanu luas, serta jalanan di depan rumah lebar sehingga kalau parkir tidak akan menyumbat jalan.

"Tahun ini bala tentara berkurang, soalnya Hafiz sama Adis nggak ikut," kata Sipit bak sedang memberi laporan.

"Eh, gue ke dapur nyuci buah dulu, ya." Bahkan belum sempat Yanu membuka mulut, Rahdian sudah mengangkut kantong plastik berisi buah ke dapur.

"Tenang, Nu. Udah siap bawa gula jawa dan cabe kita," ujar Mora yang mengikuti Rahdian ke dapur. Tahun lalu ketika mereka mengadakan sesi rujakan, mereka tidak menyiapkan gula jawa dan mengandalkan isi dapur rumah Yanu. Tentu saja berakhir dengan Yanu dan Bintang berjalan ke minimarket blok sebelah sambil mengumpat demi mendapatkan bahan masakan tersebut.

"Cobek mana, Nu?" Mora muncul lagi di hadapannya. Mau tak mau, Yanu bangkit dan menuju dapur, membuka kabinet di bagian bawah, dan menarik cobek beserta ulekannya. Gadis dengan rambut pendek tersebut mengambil peralatan tersebut dari tangan Yanu, lalu mulai meracik bumbu.

"Please jangan bilang lo lupa nggak bawa asam jawa," gumam Mora pada dirinya sendiri saat mengeluarkan bahan-bahan dari kantong plastik.

"Gue gak tau ya, Mor, nyokap nyimpen asem atau nggak." Buru-buru Yanu memberikan klaim.

"Tadi bawa kok, Mor. Si Bintang sempat nyemilin, malah," celetuk Sipit yang tengah duduk di lantai, mengupas bengkuang bersama Silvia.

"Nu, lo bagian ngupas nanas ya." Rahdian yang sibuk menjerang air untuk merebus mie instan menginstruksikan. Yanu hanya bisa menggaruk-garuk bagian belakang kepalanya, namun tak urung mengambil pisau dan ikut duduk di lantai bersama Sipit dan Silvia.

"Kenapa ga beli buah potong, sih," celetuk Yanu.

"Gak sekalian beli rujaknya aja?" balas Mora sambil mendengus.

"Nah, iya. Ide bagus."

"Emang lo gak bisa diharapin," komentar Silvia sambil menggeleng kecil.

Parade NgengatWhere stories live. Discover now