xiv

13K 2.3K 166
                                    

Seperti yang sudah diperkirakan oleh Laras, Farii dan Yashinta heboh luar biasa mendengar tentang kejadian baju terbalik.

Bukan baju terbaliknya, tapi fakta kalau Yanu mengantar Laras dan meminjamkan jaketnya.

"Lu apa kagak baper gitu?" tanya Farii penasaran. Laras menghela napas.

"Mana sempat baper kalau di pikiran gue ada Bu Rindi yang siap sedia nendang gue dari kelas. Terus apa kabar absensi dan nilai gue nanti?"

Farii meringis mendengarnya. "Lu udah pernah kena, sih."

Laras tidak akan lupa hari memalukan itu, telat di kelas Bu Rindi. Tidak ada toleransi untuk yang telat, silakan meninggalkan kelas. Sementara dosen tersebut juga sangat menitikberatkan kehadiran dalam komponen penilaiannya. Setelah insiden itu, setiap kelas metodologi penelitian terasa seram bagi Laras.

"Soto daging? Ras, punya lo, kan?" Roni yang baru bergabung meletakkan mangkuk berisi Indomie rebus dan soto daging di meja mereka. Laras menggumamkan terima kasih pada si jangkung, lalu mulai mengaduk kuah soto sambil menatap kerumunan mahasiswa yang berjubel mengantre di depan meja panjang ala prasmanan yang menyajikan pinggan-pinggan dan wadah berisi aneka makanan.

Kantin pada jam seperti ini ramai tak terkira. Mereka harus mengucapkan terima kasih pada Saka karena telah menjagakan tempat. Pemuda itu kini tidak terlihat tampangnya, tadi pamit untuk ke ruang himpunan sebentar. Tentu saja setelah terlebih dulu meletakkan kotak berisi biskuit kesukaan Yashinta di atas meja.

"Heran, dia tuh mau kamu diabetes apa gimana, Yas?" celetuk Farii. Yashinta merengut mendengarnya. Roni dan Laras tertawa mendengarnya.

"Eh, Saka tuh kenal gebetannya Laras ga, sih, Yas?"

Laras mendesah pelan mendengar pertanyaan Farii. Ini mohon maaf siapa yang digebet dan menggebet, ya, ibu-ibu. Tapi dia sendiri malas mengoreksi, biar saja mereka berasumsi.

"Kenal kali, temannya Rahdi, kan? Orang suka main basket bareng," jawab Yashinta sambil menyendok nasinya.

"Gebetan apaan? Laras punya gebetan?" kini Roni ikut menimbrung, nadanya sangsi.

"Kaga usah ikut-ikut, deh, lu," sela Laras. Roni tertawa-tawa.

"Perasaan gue ingetnya si Bagong -eh, Kang Bagus mau ngedeketin lo tapi mundur soalnya lo kaga pernah mau diajak jalan," beber Roni. Kabar ini kontan membuat ketiga gadis yang duduk bersamanya melotot.

"Gimana?" Itu suara Yashinta.

"Kok gue ga tau?" tanya Farii hampir histeris.

"Kapan itu? Kalau Kang Bagus gue juga mauuu kalii?" Kali ini Laras yang untuk pertama kalinya terdengar bersemangat, tidak sadar oleh tatapan bingung dari teman-temannya.

"Lu gimana, sih? Kok malah nanya?" kata Farii jengkel.

"Lo pernah diajakin nonton, 'kan?" tanya Roni lagi. Laras mengingat-ingat, kapan Bagus pernah mengajaknya menonton? Kakak tingkatnya yang jadi idola mahasiswa baru karena paket lengkap tampan, lucu, dan ramah itu memang sekali-kali menyapanya, apalagi saat mereka sekelas saat mengambil kelas pilihan yang sama.

Apa waktu itu, yang dia membicarakan tentang film Captain America yang baru rilis?

"Lo ... Ga inget?" tanya Roni takjub. Laras menggeleng.

"Kayanya pas dia ngomongin Captain America deh. Tapi gue bilang gue nggak ngikutin...."

"Gimana sih, lu. Masa enggak peka?"

Laras meringis, karena sebenarnya dulu ia sempat mempunyai praduga yang ditepisnya jauh-jauh. Ia lalu teringat lagi pada Bagus yang mengiriminya pesan Line, tetapi lupa dibalasnya berhari-hari.

Parade NgengatWhere stories live. Discover now