Chapter 14 The Supper

3.9K 482 5
                                    

DINY

Sudah akhir pekan tapi Diny masih merasa limbung, bahkan setelah kejadian itu Reza belum juga meneleponnya. Tetapi, untungnya, atau sialnya, ia terdistraksi dengan perilaku Deny. Sampai sekarang, saudara kembarnya itu memang belum bilang apa yang terjadi antara dirinya dan Karina malam itu. Namun, ketika Deny kesiangan dan lupa membawa kopi dari rumah, Diny tahu ada sesuatu yang tidak beres. Keadaan Deny yang seperti itu, membuatnya sedikit menarik diri sehingga ia belum bercerita tentang apa yang terjadi beberapa hari yang lalu di tengah hujan itu.

Tapi, malam ini, ketika harus menghadiri family gathering di rumah orang tua mereka, tiba-tiba Deny mencegahnya turun dari mobil. Kemudian, ia mulai bercerita. Seolah-olah ia ingin melepas beban besar yang membebani hatinya sebelum ia harus berbasi-basi di depan keluarga.

"Kamu minta sesuatu yang besar, Den," ucap Diny usai mendengarkan cerita Deny. Ia menggeleng-gelengkan kepala tidak percaya. Hanya dalam 1 malam, Deny yang polos itu, Deny yang tidak pernah pacaran, bahkan tidak pernah memikirkan soal jodoh, sudah berkembang sangat jauh. He caressed a woman and even kissed her. It surely escalates quickly. Ketika Deny bercerita tadi, tidak henti-hentinya Diny menggumamkan, "Wow!" Takjub dengan apa yang Deny lakukan.

"Besar?" Alis Deny mengernyit, ia terlihat bingung.

"Memintanya bergantung sama kamu seolah-olah meminta dia untuk buat komitmen sama kamu!" seru Diny, agak menggeram karena saudara kembarnya yang terlihat clueless. "Kalau kamu memang suka sama dia, ya mestinya kamu cukup bilang "suka" aja. Kenapa juga harus minta dia bergantung sama kamu?" tanya Diny, membuat beberapa tanda kutip di udara.

Deny menghela nafas, "Enggak tahu. Tiba-tiba aja meluncur dari mulut..." Ia memajukan badannya dan memeluk setir mobil.

Rasanya Diny ingin mengacak-ngacak rambutnya, tetapi karena tadi ia sudah setengah jam menatanya menjadi french braid bun, ia Diny mengurungkan niat itu. "Terus, dia jawab apa?" tanyanya.

"Aku minta dia memikirkan jawabannya baik-baik. Lalu, sebelum dia sempat berkata apa-apa aku bilang selamat malam dan pulang..."

"Karena kamu takut denger jawabannya atau kamu takut akan nyium dia lagi?"

"Diny..."

"Okeee..." Diny langsung terdiam lalu menyeringai jahil, "Terus, gimana rasa ciuman pertama kamu? Berbintang-bintang dan berbunga-bunga, enggak?" tanyanya.

"Diny..."

"What? Aku bangga akhirnya saudara kembarku selangkah menuju kedewasaan!" Seringai jahil Diny tambah melembar, ia menaik-naikkan kedua alisnya.

Deny kemudian melihatnya geram dan telapak tangannya langsung mengarah ke arah kepala Diny, berniat untuk mengacak-ngacak rambutnya. Untungnya Diny bisa mengelak, tetapi Deny ternyata mengincar pinggang Diny dan menusuknya, membuat Diny tertawa geli. Ia memang benar-benar geli jika pinggangnya ditusuk dan Deny tahu itu.

"Stop, Deny! Stop!" jerit Diny sambil tertawa.

Saat Diny meronta, Deny tiba-tiba mencekal pergelangan tangannya. Diny kemudian merasakan tatapan tajam saudara kembarnya itu. "Sekarang... bisa kamu cerita apa yang terjadi malam itu?" tanyanya menyelidik.

Pertanyaan itu membuat Diny menelan ludah, ia langsung mengalihkan pandangannya dari tatapan Deny. Jujur ia belum siap jika ia harus menceritakan semua yang terjadi malam itu kepada saudara kembarnya. Bahkan mengingatnya saja membuat kepalanya sakit.

"Sekarang kita lagi bahas kamu, Deny..."

"Ya, pembahasan tentang aku bisa dibilang sudah selesai dan aku hanya tinggal menunggu jawaban Karina. So, it's your turn now," ucap Deny, terlihat menyeringai puas.

Two Come TrueWhere stories live. Discover now