"Ohhh, jadi, udah berani?"

Hana menjilat bibirnya lalu meneguk ludahnya susah payah saat bayangan wajah Lukas yang galak seperti harimau muncul saat ini juga.

Hana nyengir, matanya bekedip lucu berharap Lukas luluh. Kedua tangannya saling menangkup di depan dada.

"Maaf, sayang."

Dan sekarang, giliran Lukas yang dibuat kicep. Tatapan mata tajamnya berangsur melunak. Ia mulai salah tingkah saat menyadari bahwa wajah Hana sekarang terlihat begitu menggemaskan. Apalagi saat ucapan 'sayang' itu terlontar untuk pertama kalinya dari mulut Hana.

Hana yang menyadari perubahan raut wajah Lukas yang sekarang tegang itupun tersenyum geli. Pipinya bersemu merah. Dadanya jedak-jeduk tidak jelas. "Baper, ya? Udah suka sama gue apa belum?" Tanya Hana menggoda sambil menaik turunkan alisnya.

Digoda seperti itu, Lukas berdecak kesal. "Apaan sih! Mau ngomong apa tadi?"

Hana menghentikan tawanya lalu kembali serius. "Setelah gue pikir-pikir kayaknya kita harus pakek aku-kamu, deh."

Lukas mengerutkan keningnya. Sejenak kemudian Ia menggelengkan kepalanya. "Ogah."

Hana mencebikkan bibirnya, "kok ogah, sih. Dimana-mana kalau pacaran ya gitu."

"Alay, Na."

Bibir Hana mewek ke bawah. Kepalanya tertunduk ke bawah mengenaskan. Kakinya bergerak memainkan sepatu. Melihat itu Lukas menarik napasnya pasrah.

"Iya udah."

                            ***

"Aku masuk ke dalam, ya?" Ujar Hana selesai memberikan helm kepada Lukas. Cowok itu mengangguk mempersilahkan Hana masuk.

"Aku pulang dulu."

Sebenarnya, Hana ingin tertawa sedari tadi. Saat Lukas mulai menggunakan kata aku-kamu dengan dirinya. Namun sebisa mungkin Hana menahannya, takut kalau tiba-tiba Lukas berubah pikiran dan enggan menggunakan aku-kamu lagi.

Hana mengangguk lalu melambaikan tangannya saat Lukas mulai menghidupkan motornya lalu mengegasnya dengan kecepatan tinggi.

Saat dirasa Lukas sudah menghilang, Hana berjalan memasuki rumahnya. Besar namun sepi. Jujur saja Hana lebih senang di sekolah daripada rumah. Karena tidak melihat-lihat dan terlalu riang berjalan, Hana tiba-tiba tersandung undakan lantai di teras.

Bughhh

Hana meringis saat keningnya terantuk lantai dengan keras. Ia berusaha untuk duduk, lalu memegang keningnya yang terasa sakit. Saat tangannya menyentuh keningnya, Ia merasakan cairan kental di sana.

"Darah." Ujar Hana pelan. Tangannya gemetar hebat saat melihat cairan itu menempel di tangannya. Hana menggelengkan kepalanya cepat saat ingatan tentang kematian ayahnya muncul di kepalanya. Darah dimana-mana saat itu, membuat Hana merasa takut sampai saat ini. Secara bersamaan, kepalanya terasa sakit. Tangannya bergerak memukul kepalanya yang masih saja memutar memori tentang hari itu.

"BIBI!!" Teriak Hana memanggil Bi Sarmi. Hana semakin merasa takut hingga semakin mengeraskan pukulan di kepalanya.

Tak lama kemudian wanita yang ditunggu-tunggu Hana akhirnya tiba. Bi Sarmi membulatkan kedua matanya menatap Hana yang tertunduk di bawah sambil memukuli kepalanya. Bi Sarmi melihat kening Hana yang masih mengeluarkan darah hingga dirinya bisa menyimpulkan penyebab Hana seperti ini.

"Non Hana!" Pekik Bi Sarmi. Dengan segera, Ia memeluk erat Hana berharap gadis itu menghentikan pukulannya. Dengan panik, Bi Sarmi mengelus punggung Hana mencoba memberikan ketenangan.

HALU(Completed)Where stories live. Discover now