Bab 6: Ratu - Pengganggu

7.6K 1.2K 47
                                    

"Ada jenis manusia yang ... kesalahan terbesarnya adalah bernapas,

dan kita membenci orang itu karenanya."



Sambil mengetuk-ngetukkan jermari panjangnya di atas meja kayu persegi yang menunjukkan serat, cowok jangkung berwajah tirus dengan potongan rambut cepak itu menghitung mundur, lalu menghela napas kasar. Ada dua hal yang membuatnya tidak nyaman sejak tadi. Pertama, pesanan piza yang tidak kunjung datang meski rasanya sudah lewat dari dua puluh menit yang dijanjikan pelayan. Dan, alasan kedua ....

"Nan, lo kalau mau maho, mahoan sendiri aja, deh. Jangan ajak-ajak gue," ucapnya pada akhirnya, setengah berbisik.

Bukan tanpa alasan Arsen, cowok itu, merasa gelisah dengan keadaan mereka sekarang. Masalahnya, mereka hanya berdua, setelah pertemuan di depan fakultasnya, Fakultas Kedokteran, yang berlanjut pada kesepakatan melipir ke kedai piza tepat di samping kampus. Berdua, berhadap-hadapan, cowok sama cowok, dengan Nando yang senyum-senyum sambil menatapnya penuh cinta. Jelas saja cewek-cewek yang dia duga berasal dari fakultas yang sama dengannya di meja ujung sana mulai berbisik-bisik mencurigakan sambil sesekali mencuri pandang.

"Apaan? Gue cuma bahagia ketemu lo lagi," jawab Nando dengan suaranya yang waktu lahir sepertinya langsung diberi camilan toa masjid. "Sekarang lo makin ganteng, ya!"

Tuh, kan!

Cewek-cewek itu makin berbisik-bisik heboh.

"Thanks, Bro. Tapi, enggak perlu diingetin. Lo adalah orang ke-2376 yang memuji gue hari ini."

Menjilat ludah sendiri, boleh? Nando membatin. Seharusnya, dia tidak lupa bahwa Arsen itu terlarang untuk dipuji. Terbangnya jauh, susah kembali ke bumi.

"Hidung lo gede! Gue mah basa-basi doang, siapa tahu ditraktir calon dokter, gitu."

Atau, tepatnya, calon dokter yang tidak punya harapan. Karena, mengabaikan biaya semesteran yang selangit itu, Arsen justru lebih sering meninggalkan kuliahnya demi Mapala dan kunjungan gunung ke gunung.

"Rakjel khawatir banget. Pesan, dah," Arsen membalas seraya tersenyum, lupa bahwa mereka masih diawasi.

Sambil menyeruput Blue Ocean-nya yang sudah diaduk dan sekarang berwarna hijau, Arsen menatap Nando. Kangen juga setelah dua bulan tidak pernah bertemu lagi karena kesibukan Arsen menaklukkan Rinjani dan memijak Mahameru. Setahun itu juga dia tidak pernah mendengar banyolan Nando yang kebanyakan tidak lucu. Muka merakyatnyalah yang sebenarnya membuat orang ingin tertawa.

Ah, ya. Jadi mengenang masa-masa SMA, ketika mereka punya banyak waktu luang untuk sekedar mengejar layangan atau main game online di warnet sampai dijemput ibunda masing-masing dengan centong nasi di tangan. Saat itu, mereka masih berempat: dia, Nando, Kian, dan Laudy. Arsen punya banyak teman sejak dulu, apalagi Nando, tetapi cuma geng berisi empat orang itu yang paling klop, ke mana-mana bareng. Sampai-sampai geng mereka punya nama: GENG NAKAL.

Bukan. Bukan karena mereka suka pesta miras atau balap liar pas masa sekolah, apalagi jadi begal. NAKAL sebenarnya berawal dari NAKL, singkatan dari Nando, Arsen, Kian, Laudy. Kalau diingat-ingat, Arsen jadi meringis sendiri. Semenjijikkan itu nama geng mereka dulu.

Pertanyaan Nando kemudian mengalihkannya. "Eh, lo gimana sekarang? Kagak ada ujian apa? Kok lo santai banget?"

"Ada, ujian blok. Tapi, gue males."

"Bagus, ya. Udah banyak duit apa? Mending duitnya lo bagi kaum dhuafa aja!" Nando memang tidak mengenal basa-basi. Apalagi, saat menyebutkan dua kata terakhir, dia ikut menunjuk-nunjuk tulisan cetak tebal 'sobat missqueen' pada kaus birunya.

[CAMPUS COUPLE] Naya Hasan - Tiga MingguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang