12

918 135 0
                                    

Pagi sudah tiba. Waktunya untuk sarapan karena aku juga telah menyelesai to do list pagi hariku. Dukk!!

"Aw!!"

"Loh, Soobin?!" teriakku begitu membuka pintu kamar. Mataku membelalak selebar mungkin. B-bagaimana bisa dia masuk?

"Ngapain lo ke sini?!" tanyaku yang tidak habis pikir.

"Jemput lo 'kan."

Aku memijat pelipisku. Bagaimana bisa aku bertemu orang yang sulit diatur sepertinya, astaga? Perasaan tadi malam sudah aku larang.

"Oke, lo kok bisa ada di sini? Kok bisa masuk?" tanyaku berusaha tenang.

"Pintunya ga dikunci 'sih," jawabnya sambil melirik pintu utama di bawah sana. Kulihat masih terbuka.

"Dasar lo!" Kupukul lengannya sampai dia mengaduh kesakitan.

"Ampun-ampun, Li. Besok-besok ngga, deh. Janji." Dia menahan tanganku namun itu saja tidak cukup. Aku benar-benar marah dan heran mengapa dia seenteng itu masuk ke rumah kosong berisi seorang gadis?! Apa kata tetangga?!

Setelah kurasa cukup, aku memberinya pidato panjang-lebar. Berisi tentang hubungi lewat chat atau telepon kalau dia ingin datang ke rumahku, kalau dibilangin itu manut, dan tentang kami yang harus menjaga jarak di sekolah.

"Kenapa?"

"Karena temen gua suka sama lo, lo ngerti?"

Dia pun terdiam. Kukira dia mengetahui itu. Ternyata tidak.

"Tapi Li—

"Gua ga mau, Bin. Pertemanan yang udah kami buat selama ini bakal hancur hanya karena ini." Kali ini aku mengusap mata bukan hanya karena kelilipan lagi.

"Lia, lo nangis?"

"Iya! Gua nangis! Sekarang lo paham?"

Astaga, aku malah membentaknya. Aku merasa bersalah. Dasar, sifatku. Sepertinya semakin dekat tanggal, aku jadi lebih sensitif.

"Bin, maaf. Ga maksud," ucapku yang kali ini menurunkan pandanganku. Kuusap sisa-sisa air mataku.

"Maaf sudah bikin kalian begini. Gua juga ga maksud, gua ga tahu," ujar Soobin.

"Ayo, dah. Kita berangkat. Ga tau lagi gua mau ngomong apa." Aku melangkah menuruni tangga. Dia mengikutiku. Terserah, aku sampai tidak minat sarapan.

"Beneran, Bin?" tanyaku saat Soobin mengatakan sesuatu yang gila saat kami berdua sudah mulai berangkat dengan mobilnya.

"Beneran, lihat. Tujuh lewat lima." Dia menunjukkan jam digital di mobilnya. Seketika kulirik jam tanganku.

"Sialan, jam gua mati!" Aku membeku beberapa saat.

Sampai di sekolah, benar saja. Gerbang sudah ditutup. Tak ambil pusing, Soobin memarkirkan mobilnya di depan toko tutup pinggir jalan.

"Yang bener aja lo?!" Dia hanya tersenyum dengan alis yang terangkat. Lalu keluar dari mobilnya.

"Keluar, ga? Gua kunci, nih!" Aku jadi lekas keluar dari mobilnya dengan tasku.

"Emangnya boleh?" tanyaku sekali lagi sambil berjalan menyusulnya yang kini menyebrangi jalan.

"Boleh." Dia tampak sangat tenang. Aku sendiri tidak percaya aku terlambat sekarang.

"Heh, mau lewat mana lo?"

"Gerbang," jawabku dengan tangan yang menunjuk gerbang sekolah kami.

"Lo itu, beneran anak baik-baik, ya." Tangannya menarik tanganku. Aku yang tidak terima berusaha untuk melepasnya. Namun tidak bisa.

It's Oke ft.Lia ITZY (END)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt