23

575 78 0
                                    

Semakin Piyo hengkang dari ruang keluarga, semakin kami membicarakan dua orang itu. Dua orang lagi dengan kami juga lebih tepatnya. Berbagai kemungkinan yang bisa terjadi membuat kami berpikir bagaimana harus bersikap.

"Jadi lo beneran suka sama gua apa, ngga?" tanyanya masih dengan posisi badan bersandar. Aku meliriknya sebentar.

"Memangnya perlu dijawab?"

"Perlu, lah. Kalo lo ga jawab, gua bisa bingung nanti." Aku menatapnya datar dan membiarkannya.

"Aneh lo, ya. Sama gua bilang 'suka' tapi sama temen lo bilang 'ngga'"

"Emang lo sama temen lo kagak?"

"Nggak 'tuh." Pergerakanku terhenti. Pikiranku seketika langsung 'Bisa gitu, ya?'

"Lo inget yang waktu lo sama Yeji ke rooftop terus ada Yeonjun juga?" Agak lama aku mengingatnya, namun akhirnya aku ingat.

"Dia bilang sama gua kalo dia suka sama lo."

Kuhirup napasku seperti biasa. Makananku sudah habis, jadilah aku minum sebentar dan ikut bersandar pada kursi juga.

"Tapi Yeji ga pernah bilang langsung kalo dia suka sama lo," ujarku pasti walau sambil mengingat-ingat lagi.

"Yang ada dia bilang suka sama Kak Taehyung doang," lanjutku.

"Juga lo yang bilang secara langsung kalo lo ga suka sama gua," imbuh Soobin. Aku meliriknya malas.

"Kalo lo denger berita, lo pasti tau apa yang ada di hpnya Yeji waktu itu."

"Foto gua 'kan?" Kepalaku mengangguk.

"Lo kira wajah begini gua doang yang punya?" Mataku melihat atap.

"Kakak gua juga punya kali."

"Ya, 'kan lo berdua saudara," kataku sambil berdiri. Membereskan meja dan mengintip Piyo di dapur. Dia sedang menonton Doraemon.

"Besok gua mau puasa, lo mau puasa juga, ga?" tanyaku pada bocah itu. Dia melirikku.

"Lo kira gua punya utang? Gini-gini gua rajin puasa ramadhan, ya. Ga bolong sama sekali," balasnya membuatku menatap datar.

"Oh."

"Gua ada yang bolong 'sih," sahut seseorang di ruang keluarga sana. Tangannya sibuk menekan-nekan ponsel.

"Eh, Dongpyo. Gua nginep sini, ya. Taehyun nginep di rumah Beomgyu."

"Woke!"

"Heh, lu kira ini rumah lo?" tanyaku pada Piyo.

"Masa lu ga tau?" Loading, aku terdiam.

"Gua udah diangkat jadi anak sama Umi. Gua adek lo. Sejak seminggu yang lalu mungkin," katanya sambil berpikir sejak kapan itu. Dahiku berkerut.

"Umi ga bilang apa-apa, astaga!"

"Umi bilang, ya. Lo aja yang ga denger."

Ingatanku bergerak ke sekitar satu minggu yang lalu. Waktu itu kami berempat berkumpul di ruang keluarga. Umi mengeluarkan semacam surat keterangan bahwa Pi—

"Loh! Berarti yang waktu itu beneran?" Dia mengangguk malas.

"Orang kalo ga gampang percaya begini, deh. Surat resmi aja dia masih tanya 'beneran?'"

"Bisa darah tinggi gua punya adek kayak lo," kataku lalu naik ke kamar. Mengistirahatkan diri.

"Yoi, kak. Yang kuat, ya. Gua bakal berbakti kok, kapan-kapan."

Kuhembuskan napasku pelan. Benar 'kan. Dia menyebalkan. Semoga dia benar bakal berbakti kapan-kapan, selamanya juga tidak apa.

"Hng?" Aku mengucek mataku untuk melihat jam yang kabur di atas pintu. Ternyata masih jam 3, oke, tidur lagi.

It's Oke ft.Lia ITZY (END)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant