[41] Satu pertanyaan

234 20 8
                                    

Hanya karna alasan suka saja bisa membuat dua orang yang dulunya dekat dan sekarang bisa jauh bahkan tak tergapai.

❄❄❄

"Egy?!" Ucap Fito antusias, Ia pun berpindah berdiri disamping Egy. Sementara Egy menatap malas.

"Gue kangen Gy! Lo lupa Gue? Gue Arfito Dwiki Saputra, sahabat Lo dulu. Masa lupa, padahal ganteng gini." Sahabat? Dulu? Aku menatap Mereka heran, maksudnya apa? Ku lihat Egy tampak malas menanggapi Fito. Atau jangan jangan, Fito adalah Sahabat Egy yang saat ini dibenci Egy?

"Kalian sahabatan?" Tanyaku hati hati, Mereka berdua pun Menatapku bersamaan dengan ekspresi berbeda. Egy malas dan Fito dengan santainya.

"Iya dulu." Sahut Fito, Dulu?

"Sekarang?" Tanyaku lagi, Mengapa hidup seorang Egy sangat susah untuk ditebak? Penuh misteri dan tanda tanya.

"Entah." Fito mengangkat kedua tangannya tak tau, Aku masih penasaran dengan kehidupan Egy. Okelah Aku akan mencari tahu diam diam.

"Kak Egy." Panggilku yang mendorong Fito didekat Egy, lalu Aku bediri ditempat Fito tadi saat Fito jatuh tersungkur.

"Biar Naya bantu boleh?"tanyaku, Egy mengangguk lalu meninggalkanku.

"Gausah ikutin Gue! Ganggu aja!" Aku pun pergi meninggalkan Fito yang merintih kesakitan, Aku masih tidak bisa berjalan sejajar dengan Egy. Masih sama, berjalan dibelakang Egy.

"Kakk, tungguin." Egy pun tak mempedulikanku lalu masuk ke perpustakaan tanpa menghiraukanku, Aku dan Egy meletakkan setumpuk buku diatas meja.

"Kak Egy ketua kelas?" Tanyaku, Egy Membuka buku yang berisi daftar pengembalian buku pun menggeleng.

"Trus kenapa Kak Egy yang disuruh ngembaliin buku sama temen temen Kak Egy?" Tanyaku, Egy masih fokus menulis.

"Punya Gue." Aku melotot, buku sebanyak ini? Egy yang pinjam? Apa Ia tidak botak membaca buku sebanyak ini?

"Berapa bulan ngehabisin buku sebanyak ini?" Tanyaku,

"Dua minggu." Aku melotot untuk kedua kalinya, memang bukan orang biasa.

"Kak Egy kenapa ga jadi ketua kelas aja sih?" Tanyaku hanya sekedar basa basi, kalian tau kan? Egy ga akan ngomong kalo Aku ga nyari topik. Ya gitu dehh...

"Kalo ikut organisasi, gaboleh jadi pengurus kelas." Ucapnya cuek, Aku mengangguk mengerti. Aku pun berniat bertanya, tiba tiba Egy memotong.

"Lo ga masuk? Udah bel dari tadi." Hah? Dari tadi?! Ku lihat jam di dinding perpustakaan, 15 menit?! Sekarang pelajaran Bu Istifari? Wah! Bagaimana ini?!

"Kak! Naya masuk dulu yaaa! Baaaaayyyy!!" Aku pun berlari sekuat tenaga, guru kiler yang mengajarku saat ini bisa bisa menyeretku untuk ke ruang BK jika telat. Ia hanya memberi waktu terlambat 10 menit, dan ini? 15 menit!

Aku berlari menuju lorong sekolah yang sangat sepi, ku lihat kanan kiri kelas sudah memulai pelajaran. Meski Aku bar bar, Aku juga masih niat untuk sekolah. Sebenarnya bar bar adalah caraku untuk melupakan semua masalalu ku, jiwa rajin masih merekat didalam diriku.

Ketika sampai dijendela dekat bangku ku, Aku memanggil ketiga temanku dengan berbisik. Mereka menyuruhku untuk berjalan pelan agar tidak ketahuan Bu Istifari yang sedang sibuk dengan papan tulisnya. Aku pun mengikuti saran Mereka, lalu Aku Berjalan pelan bahkan sangat pelan seperti maling yang sedang mencuri di istana. Sampai suara membuatku menghentikan aksiku,

"Naya! Lo ngapain mengendap endap gitu? Udah kaya maling aja!" Teriakan Fito refleks menegakkan punggungku, Aku melihat ke belakang lalu menyengir kuda saat melihat Bu Istifari yang sudah berkacak pinggang dihadapanku.

"Damai ya Bu, hehe." Aku menunjukkan jari tengah dan telunjukku sebagai tanda perdamaian, Dilihat lihat suasana berubah menjadi menyeramkan.

"Kamu itu baru saja di skors sudah buat ulah! Dari mana Kamu Nayaa!!" Aku meringis mendengar suara Bu Istifari yang menusuk telingaku.

"Saya tuh abis nganterin calon suami Saya Bu, Dia kesusahan bawa buku. Kan Ibu pernah bilang kalo seorang istri harus nurut sama suami, kenapa Ibu marahin Saya? Kan Saya bener, hehe." Guru Agama yang biasanya sabar dan ekstra sabar ini berbeda dari yang lain, Ia guru killer karna ingin menegakkan kebenaran dan kedisiplinan. Ia salah satu guru yang paling menekankan muridnya untuk disiplin.

"Terserah Kamu Naya, Saya ga peduli dan Saya minta Kamu keluar dari kelas sekarang juga." Ucapnya dengan menunjuk pintu keluar, Aku mengangguk lalu mencium tangan Bu Istifari sambil berkata,

"Harus nurut sama yang lebih tua, Assalamu'alaikum." Aku pun berjalan keluar kelas dengan santai, di kooridor sudah ada Egy yang berdiri didekat kelasku.

"Kak Egy ngapain disini?"tanyaku yang menghampiri Egy.

"Lo dihukum?" Tanya nya, Aku mengangguk sambil menyengir kuda.

"Gue temenin." Egy menarik tanganku menuju lapangan, Aku menatap tanganku dan Egy secara bergantian. Lapangan? Ngapain? Aku pun berhenti tepat di tengah lapangan basket, Egy mengambil bola di box tempat penyimpanan barang untuk olahraga. Ia melempar kepadaku.

"Aaaaaaa!! Kak jangan!!" Aku berteriak histeris sambil berlari menjauh, Egy tertawa melihat tingkahku. Aku menghentakkan kakiku kesal.

"Naya gemeteran nihhh." Rengekku, Egy pun menghentikan tawanya lalu berjalan ke arahku sambil membawa bola.

"Coba pegang." Ucapnya menyodorkan bola kepadaku, Aku menerimanya dengan menatapnya datar.

"Kalo pegang doang mah Naya berani, takutnya dilempar. Takut kena kepala." Ucapku yang memeluk bola basket, Egy mengambil bola itu lalu dilempar jauh jauh. Aku meringis mendengar suara pantulan bola, Egy pun berjalan menuju tribun. Aku mengikutinya. Kami pun duduk di daerah tengah.

"Gue mau nanya sama Lo." Ucap Egy, Tak biasanya Egy seperti ini. Apa yang akan Egy tanyakan?

"Apa Kak?" Tanyaku, Egy menatap lurus kedepan lalu berkata.

"Lo ngapain di rooftop tadi?" Tanyanya, Aku pun sudah tau menuju kemana arah pembicaraan Egy.

"Lagi bertengkar sama Vira." Ucapku enteng, biar saja Aku menunjukkan sisi jelekku. Tak peduli.

"Udah Gue duga." Ucapnya menatapku sekilas.

"Kak..." ucapku hati hati, Egy menoleh ke arahku.

"Naya tanya juga boleh?" Tanyaku, Egy mengangguk lalu kembali menatap lurus kedepan.

"Sebenernya Kak Egy sama Vira tuh sahabatan apa gimana sih? Katanya sih sahabatan, tapi kok jarang ngomong?" Tanyaku, semoga saja tidak marah Dia.

"Vira suka sama Gue." Aku tersenyum miring, sudah ku duga.

"Trus kenapa?" Tanyaku, Hanya karna alasan suka saja bisa membuat dua orang yang dulunya dekat dan sekarang bisa jauh bahkan tak tergapai.

"Ini sudah perjanjian." Ucapnya, alisku berkerut. Perjanjian? Memang dalam bersahabat ada perjanjian?

"Perjanjian?" Tanyaku, Egy mengangguk.

"Kita pernah berjanji. Kalo misalkan Gue suka sama Vira, Vira akan menjauh sejauh jauhnya bahkan seperti orang yang tak saling kenal. Begitu pun sebaliknya." Ucapnya, Aku mengangguk paham. Ternyata ini alasan Mereka jauh?

"Kalo hubungan Kak Egy sama Fadil kenapa? Kok sering bertengkar?" Egy bangkit dari duduknya, Aku terkejut melihat reaksi Egy yang seperti orang marah.

"Kak?" Tanyaku,

"Lo udah jawab satu pertanyaan dari Gue, dan Gue udah jawab satu pertanyaan dari Lo. Jadi pas." Egy pergi mrninggalkanku tanpa menanggapi panggilanku, kenapa Ia harus marah? Apakah ada sesuatu yang besar terjadi diantara Mereka berdua?

::Typo terdeteksi? Langsung komen, semoga suka ceritanya...

HAI HAI, MAKASIH BANYAK UDAH MAU BACA CERITAKU SAMPE PART INI. IKUTI KISAHNYA HINGGA AKHIR YAA, LOVYU♡

Story About Him (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang