Bara Rindu - 6

48.1K 3.6K 152
                                    

Bara membuka mata nya dan melirik jam dinding menunjukkan pukul 02.30 dini hari. Ia terduduk mencoba mereda rasa pusing yang menyerang. Bangkit berjalan perlahan menuju dapur, mengambir sekaleng beer dari dalam kulkas. Otak nya cukup lelah memikirkan hal yang terjadi meskipun sudah ia tidur kan beberapa jam. Terduduk sendiri di meja makan Bara tak sadar jika ada orang lain yang ikut terduduk disamping nya.

"Abang yakin ga jadi nikah sama Clara?" Tanya Candara setelah beberapa menit terdiam.

"Dia ga nerima masalah yang terjadi sama gue, padahal gue udah dengan lapang nerima dia udah ga virgin sejak lama." Bara meneguk tandas beer yang ia pegang tadi. "Satu kesalahan bisa ngilangin beribu cinta yang gue kasih ke dia. Gue ga ngerti sama jalan pikir nya. Gue tau gue selama ini dia manfaatin cuma untuk memperkuat perusahaan papa nya. Tapi gue ga habis fikir dia bisa dengan gampang mutusin ini semua." Bara mengusap wajah nya gusar.

"Abang yakin sama apa yang abang pilih ini?" Tanya Candara lagi.

"Abang yakin Can." Jawab Bara tanpa berniat berhenti mengusap wajah nya.

"Ayah tadi ngegerakin sedikit anak buah nya. Dia, wanita yang abang cari udah keluar dari kota ini. Malam sebelum abang nyari dia, dia udah pergi naik bis terakhir menuju kota diujung pulau." Jelas Candara membuat Bara terdiam dan mendengarkan dengan seksama. "Tapi mereka belum tau dia ada dimana sekarang. Cuma itu yang baru mereka dapat, dan sekarang anak buah ayah sebagian sedang mencari disana." Candara meminum segelas air mineral yang tersedia di meja makan.

"Apa yang ayah mau can?" Tanya Bara.

"Cucu nya. Bagaimanapun wanita itu sedang hamil anak abang. Abang mau nyembunyiin sampe perang dunia 10 pun percuma. Ayah udah tau kalo wanita itu hamil, dan abang nyembunyiin semua bukti dikamar abang." Ucap Candara sebelum berlalu pergi kembali ke kamar nya meninggalkan Bara sendiri.

"Gue ga tau harus gimana oh god." Lirih Bara sambil berjalan kembali ke kamarnya untuk melanjutkan tidurnya.

***

Rindu bangun dipagi hari dengan ceria dan bersemangat sudah siap menggunakan setelan rapih. Ia berniat melamar pekerjaan hari ini, jika ditunda-tunda uang tabungannya akan habis tak tersisa.

Setelah menaiki angkot kini Rindu sudah berdiri didepan sebuah rumah makan sederhana. Dengan perlahan Rindu jalan memasuki rumah makan serta berbincang sedikit dengan pemilik yang akhirnya ia diterima bekerja hari itu juga. Rindu tak masalah dengan gaji yang tidak terlalu besar tapi cukup untuk biaya kontarakan+tabungan melahirkan+serta biaya hidup sehari-hari tanpa biaya makan. Karna pemilik rumah makan itu memberinya makan 2 kali sehari yang bisa dibungkus 1 jatahnya untuk malam hari dikosan. Dengan riang Rindu memulai pekerjaannya hingga tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 20.05 ,waktu tutup rumah makan sudah berlalu sejak 5 menit yang lalu dan kini Rindu sedang berdiri menunggu angkutan depan rumah makan.

"Rindu." Panggil seorang pria pemilik rumah makan yang diketahui Rindu namanya Askar.

"Iya pak?" Tanya Rindu.

"Ini untuk kamu." Askar menyodorkan makanan kresek yang berisi makanan.

"Ga usah pak makasih. Ini juga cukup." Tolak Rindu dengan halus sambil mengangkat kresek makanan yang iya bekal untuk makan malam dirumah.

"Itu nasi. Ini cake. Buat kamu, biar berisi badannya kasian anak kamu kalo badan kamu kecil." Dengan enggan Rindu mengambil kresek itu dengan binar senang tanpa sadar mengelus perutnya pelan dan tersenyum manis kepada Askar hingga gigi gingsul terlihat jelas membuat Askar terpaku kagum.

"Terima kasih pak, dan bapak tau kalo saya sedang ehm....hamil?" Tanya Rindu pelan diakhir kalimat.

"Saya pernah beristri Rindu, ya walaupun sekarang saya menduda dengan satu anak bukan berarti saya tidak tau jika kamu hamil. Dulu alamarhumah istri saya pernah mengandung 3 kali tapi keguguran hingga yang terakhir bertahan hingga lahir eh tuhan berkata lain malah istri saya dipanggil menghadapnya sejam setelah melahirkan. Jangan kerja terlalu keras, masih ada Adam yang bisa kamu pinta bantu." Jelas Askar yang dibalas anggukan kepala kecil oleh Rindu.

"Saya duluan ya pak." Pamit Rindu saat angkot yang ia tunggu datang dan berlalu masuk meninggalkan Askar sendiri.

"Ngeliatin Rindunya gitu banget pak. Inget anak dirumah." Goda Adam yang kini berdiri disampingnya.

"Apaan kamu ini. Udah ah saya mau pulang." Askar hendak berjalan menuju motornya tapi tawa Adam menghentikan langkahnya.

"Ga apa-apa kali pak, tapi Rindu itu masih muda banget looohh umurnya aja beda 10 tahun sama bapak. Kalo bapak ga mau biar saya aja yang deketin Rindu hahaha." Adam berlari menuju motornya dan bergegas meninggalkan Askar yang mendengus kesal.

Meskipun mereka itu atasan dan bawahan tapi tidak ada batas diantaranya. Askar selalu bilang, santai aja anggap teman biar nyaman kerja. Ya jadi mereka santai aja, maksudnya Adam, Satya dan Rindu sebagai pegawai baru. Rumah makan sederhana yang hanya memiliki 3 pegawai, Adam sebagai pelayan , Satya juru masak yang terkadang dibantu Askar, Rindu berdiam dikasir yang terkadang ngotot untuk membantu Adam juga. Urusan cuci piring? Askar sih ga ambil pusing, siapa saja yang mau kalo tidak ada dia yang mencuci pun tak masalah.

Rindu berjalan memasuki kamar kontrakannya, menyalakan lampu yang mati hingga menunjukkan kamar yang masih kosong hanya beberapa barang miliknya. Rindu itu anaknya rajin, bahkan ia tak akan bisa tidur jika belum mandi setelah beraktifitas. Namun kali ini berbeda, rasanya Rindu malas sekali untuk membersihkan diri. Ia langsung mengganti baju, dilanjutkan makan yang selanjutnya tertidur nyenyak tanpa tau dibelahan kota lain seseorang sedang tersiksa. Yaps Barabas.

Sungguh hari ini rasanya ia lelah sekali, padahal Bara tak melakukan apapun hanya diam diruang keluarga bersama Safira - Ibunya tapi ia sering sekali bolak-balik kamar mandi untuk mengeluarkan sesuatu yang bergejolak dalam perutnya. Namun lagi-lagi yang keluar hanya cairan bening salivanya saja. Kesal, sungguh Bara kesal bahkan hari ini tak ada makanan yang masuk sama sekali ke perutnya selain air mineral, itu pun harus yang baru. Jika dari galon Bara akan memuntahkannya lagi, padahal hanya air putih dari galon tolong catat. Sungguh ia tak mengerti dengan dirinya.

"Kamu sudah makan?" Tanya Antha yang duduk disamping Bara yang dibalas gelengan kepala. "Mau makan apa?"

"Ga tau, Bara ga tau Bara mau makan tapi Bara ga tau mau makan apa semuanya Bara mau tapi ga mau kalo baru masuk keluar lagi Bara kesel rasanya ping-- hiks hiks hiks uaaaasaa ibu!" Bara berucap kesal yang diakhiri tangisan sambil memeluk Safira. Antha serta Candara yang baru ikut bergabung melongo melihat tingkah laku Bara. Ayah dan anak itu saling pandang mengangkat jari telunjuk mereka ke dahi mencoret miring dan berkata "Gila" serempak yang membuat Bara semakin kencang menangis.

"Udah dong nak, kamu kenapa?" Tanya Safira lembut.

"Bara mau makan bu." Rengek Bara tanpa melepaskan pelukannya pada Safira.

"Yaudah yuk mau makan apa?"

"Ga tau hiks hiks." Bara menggeleng sambil menghapus air matanya. Safira yang melihat itu terkekeh, seperti melihat Bara kecil kembali.

"Mangga muda mau?" Tanya Safira sambil terkekeh.

"Asem?" Tanya Bara dibalas anggukan kepala oleh Safira. "Mau, tapi ngambil dadakan dirumahnya Pak Toni ya bu." Bara berucap dengan pelan sambil menundukkan kepala.

"Rumah pak Toni? Tinggi loh, emang kamu bisa naiknya?" Tanya Antha tak yakin.

"Kan ayah yang naik Bara yang tangkap dari bawah." Jawab Bara sangat-sangat polos membuat mereka melongo tak percaya. Antha yang siap menolakpun tak jadi saat mendapat pelotototan tajam dari Safira.

Bara Rindu [TERBIT][PRE-ORDER NOVEL CETAK]Where stories live. Discover now