Chapter 3

56 15 2
                                    

"Hosh...hosh.." nafasku mulai memendek, elf dibelakangku masih setia mengejar sedangkan aku bingung bagaimana mau menghindarinya.

Aku melihat pasar yang tadi aku kunjungi bersama Lucy dan langsung berbaur bersama orang berharap dia tak menemukanku.

Ternyata salah saat memperkirakannya, elf itu langsung menarik tanganku dan membawaku ke area belakang pasar.

Dia menyibak tudungku dan mengunciku diantara tembok. Aku tidak takut, hanya saja cemas jika dia mulai bertanya. Aku bingung ingin menjawab apa.

"Jelaskan!" serunya padaku, aku memicingkan mata seolah tak tergubris dengan gertakannya.

"Sangat tidak sopan tau!" aku memukul keras area dadanya sehingga dia sedikit mundur.

"Kau seenaknya menggangguku dan berteriak padaku. Mengejarku tanpa alasan dan membuka tudungku." lanjutku.

"Jika kau sebegitu ingin taunya, baik kuberi tau. Ini adalah rambut kutukan yang aku dapat karena telah mencoba ilmu hitam, aku diusir dari negeri ini dan sekarang sedang bersembunyi. Warna yang tadi kau lihat itu hanya efek magic dari para Nymph, bisakah kau minggir? aku banyak urusan." jelasku yang setengah berbohong.

Aku langsung melangkah pergi dari elf itu.

"Zalenta Qratia." aku langsung menghentikan langkahku yang sudah sekitar semeter darinya.

"Kau adalah seorang Succubus-Elf, tinggal di Cinnamon sewaktu kecil, dibuang dari negeri peri dan tinggal di dunia manusia." jelasnya yang sontak membuatku membalikkan badan.

"Bagaimana... "

"Ayahmu adalah seorang elf dan Ibumu seorang succubus, kau lupa masa kecilmu dan kau adalah seorang Mutan."

Aku membeku memdengar ucapan kata terakhirnya.

"Apa maksudmu?" aku mendekat ke arahnya dan melayangkan satu pukulan ke wajahnya.

"Jangan karena aku berbeda dengan kalian, kau seenaknya menyebutku mutan. Percampuran gen orang tuaku tidak seburuk itu." terhitung sudah 3 pukulan ku yang mendarat di wajahnya dan sukses membuat bibirnya sedikit robek.

"Aku kenal baik dengan orang tuamu, aku satu-satunya yang tidak menentang keberadaan mereka." rahangnya mengeras setelah mengatakannya.

"Aku tau sedikit tentang rambutmu. Jika kau ingin tau, ikut aku dan akan kuceritakan padamu."

Dia mendahuluiku dan aku mengikutinya. Aku tenggelam dalam lamunan memikirkan perkataan orang ini barusan, tanpa aku sadari kami telah sampai di ladang bunga tempatku tadi.

"Ayo." ajaknya yang sudah duluan masuk ke sekumpulan bunga putih itu.

"Tidak usah takut, aku tidak akan menyakitimu. Lagipula kau butuh mengisi tenagamu kan?"

Dengan sedikit ragu aku melangkahkan kakiku, kurasakan warna rambutku yang kembali berubah dan sedikit terbawa terpaan angin.

"Ini adalah tempat favorit Ayahmu dulu." dia berkata duluan saat kami tiba di bagian tengah ladang.

"Saat Ibumu hamil, Ayahmu mengenalkan tempat ini padanya untuk sekedar menghiburnya. Tapi lebih dari perkiraannya, seolah bunga-bunga disini memberinya kekuatan dan sepertinya hal itu juga berlangsung padamu."

Aku menatapnya tak percaya, aku meremat kedua tanganku bingung. Haruskah aku percaya pada satu dari sekumpulan orang yang pernah mencoba menyingkirkanku?

"Bukankah aneh jika seorang manusia biasa mengajarkanmu untuk menggunakan flux?"

Aku sedikit tersentak. Aku memang tak pernah memikirkan hal itu.

Frost SuccubiWhere stories live. Discover now