Setan Kecil yang Hampir Menangis

Začít od začátku
                                    

"Saya nunggu Yeriana," kata Revel memecah hening.

Yang merangkul Yeriana bertanya, "Kenal dia?"

"Tunggu di depan saja," kata Yeriana pada Revel. "Nanti nyusul."

Revel tidak mengerti. Lelaki kurus itu tetap tegak berdiri kendati Yeriana terus memberinya isyarat. Bersamaan dengan itu, ketiga teman Yeriana memandanginya lagi. Kali ini terasa sekali sorot penilaian mereka. Ujung rambut hingga pangkal sepatu, ditatap dengan intens.

"Siapamu?" tanya yang merangkul Yeriana.

"Kenalan."

"Kenalan?"

"Anaknya temen ortu."

Ketiganya mengangguk takzim, lalu kembali memandangi Revel. Kali ini mereka menyempatkan tersenyum. Tidak secanggung tadi.

"Aku Sania, Mas," yang merangkul Yeriana mengangsurkan tangan sambil mengenalkan diri.

"Revelio," jawab Revel. "Kalian teman sekolahnya?"

"Iya, Mas," ungkap Sania alias yang merangkul Yeriana. "Guys, kalian juga kenala, dong."

"Aku Jio."

"Aku Sharon."

Yang merangkul Yeriana bernama Sania. Yang kanan dan berjepit orens Jio. Sisanya Sharon. Ah, Revel merasa tidak perlu untuk mengingatnya. Toh, ia tidak akan bertemu mereka lagi.

"Kita pergi sekarang, ya. Kalian pasti mau ngobrol." Sania berkata demikian. "Yer, sampai ketemu di sekolah besok. Jangan lupa kita ada tugas sekolah selama liburan."

Ketiganya melambai ke arah Yeriana kemudian pergi setelah pamit pada Revel.

*
*
*

Seperginya ketiga teman Yeriana ——waduh, Revel lupa nama mereka—— Yeriana kelihatan lebih lelah. Gadis itu bermuka sayu. Tatapan matanya sendu. Bibirnya merapat seakan-akan habis dilem superglue. Bahunya agak turun. Jalannya pelan-pelan.

"Mau saya bawakan ranselnya?"

Yeriana mendongak singkat, kemudian memberikan tas punggungnya pada Revel.

"Sama-sama," ujar Revel setelah menggendong ransel Yeriana di depan badan.

Tidak ada jawaban, kembali tiada kata di antara mereka. Bahkan ketika keduanya hampir sampai di gerbang luar stasiun. Revel malas menegurnya lagi. Mungkin gadis ini memang kecapekan. Makanya bisa selesu ini. Jadi, diserahkanlah perjalanan ini sepenuhnya ke tangan Yeriana. Ia hanya pasrah mengiringi.

"Heh, bocil!" panggil Revel.

"Sekali lagi panggil bocil, gue tendang kaki lo!"

"Kalau capek, istirahat dulu."

"Makin cepat kita sampai, makin bagus."

"Kalau kemarin kamu ancam saya, sekarang gimana kalau keadaanya dibalik?"

"Ngomong apa, sih?"

Revel mengambil ponsel dan menunjukkan sebuah video ke hadapan Yeriana. Itu rekaman ketika Yeriana tertidur sambil ngorok dan mangap. Kaget, Yeriana menghentikan langkah. Gadis itu mendengus lalu menatap Revel dengan kesal.

"Hapus, nggak?!"

"Nggak akan pernah." Revel merasa puas saat Yeriana tampak geram. Haha, biar tahu rasa! Bagaimana rasanya berada di titik jebakan? Enak?

"Teman-teman tadi pasti ngakak lihat ini," kata Revel santai.

"No!" Yeriana berteriak, Revel terkejut. Pekikan barusan di luar ekspektasi. Yeriana benar-benar menolak keras. "Siniin, nggak?!"

Yeriana berusaha menggapai ponsel. Revel yang jauh lebih tinggi, mengangkat benda pipih itu dengan santai. Tidak perlu memindahkan posisi, apa yang digenggamnya tidak bisa dicapai Yeriana.

"Berhenti main-main! Siniin nggak hapenya? Heh, hapus sekarang juga!" Yeriana berjinjit lalu melompat kecil. "Revelio!"

"Wah, hapal juga nama saya, ya."

"Nggak lucu! Hapus videonya sekarang!"

Ketika mereka masih asyik rebutan ponsel, klakson mobil di jarak sekian meter menginterupsi. Revel dan Yeriana mendongak. Oh, kebetulan sekali. Itu tiga teman Yeriana tadi. Para gadis yang berada di dalam mobil itu melambai dan tersenyum.

"Mau numpang?" teriak yang duduk di kursi penumpang belakang. Revel ingat dialah yang merangkul Yeriana. Siapa tadi namanya? Sana?

"Boleh?" tanya Revel.

"Apa-apaan, sih?" bisik Yeriana ketus.

Revel ketagihan membuat Yeriana kesal. Ada sensasi kenikmatan besar yang menggelora di dada. Dari sini Revel menyimpulkan bahwa semakin dirinya menentang perkataan Yeriana, semakin besar rasa puas itu. Haha, si Setan Kecil yang kemarin mengancam soal video porno ini harus sedikit dihukum. Lihat saja.

"Heh, mau ke mana?" Yeriana menarik baju Revel ketika lelaki itu hendak melangkah.

"Ke mereka."

"Jangan," desis Yeriana.

Revel mengempaskan tangan Yeriana. "Mau saya pamerin video tadi ke mereka." Tentu saja Revel pura-pura. Ia bukan tipe orang yang cepat akrab pada orang baru. Ingat, ini hanya sebagai jalan agar Yeriana kalah telak.

"Jangan."

Suara Yeriana bergetar. Ketika Revel menoleh, tatapan mata gadis itu terlihat getir.

"Jadi nggak, Mas?" tanya gadis di seberang sana.

Revel menoleh lalu kembali mendongak pada Yeriana. Gadis itu menggeleng. Menatapnya dengan memelas. Matanya berkaca-kaca. Mukanya merah menahan tangis. Please. Jangan. Gue mohon. Mata itu seakan-akan mengatakan demikian.

-bersambung

28 Maret 2020

Aku dan Sang Pemusnah MasalKde žijí příběhy. Začni objevovat