• 1 • Rain

203 28 43
                                    


Lio in mulmed!

Udah siap baca, kan?

Oke, happy reading!!

🌱🌱

————————————


Pukul 07:04 a.m, Lio tersenyum setelah melihat sederet angka yang muncul di jam tangannya. Dia sudah terlambat empat menit, tapi kakinya enggan melangkah lebih cepat.

Kepalanya mendongak, netranya menatap mega yang kelabu. Senyumnya semakin lebar saat rintik hujan perlahan menerpa bumi.

Tidak peduli, bahwa seragamnya mulai basah.
Tidak peduli, pak Tenten sudah menunggunya di kelas.

Mengabaikan fakta bahwa pak Tenten adalah guru Fisika sekaligus pembina kedisiplinan yang berbahaya. Tidak hanya bagi para badgirl dan badboy, tapi hampir seluruh murid SMA Angkara.

Hey! Lio tidak pernah terlambat sebelumnya, hari ini adalah yang pertama. Meski begitu,
dia tidak bisa marah apalagi menyalahkan seseorang yang menjadi penyebab dirinya terlambat.

Tidak bisa, karena dia sangat menyayangi orang itu lebih dari apapun.

Beberapa detik kemudian, terdengar suara seruling yang berbunyi semakin nyaring. Berasal dari dalam tasnya.

"Oh, ada telepon," gumamnya.

Tanpa menghentikan langkahnya, Lio segera membuka tasnya mencari benda pipih itu.

Brukk!

Tasnya jatuh, juga gadis yang baru saja menabraknya.  Dia tersungkur ke tanah sedangkan Lio masih berdiri tegap tidak bergerak sama sekali.

"Awwh!" rintih gadis itu.

Ada sedikit rasa kasihan di hatinya, saat melihat tubuh kecil si gadis  tersungkur ke tanah.

Tapi lain dengan mulutnya, yang malah ingin tertawa saat melihat  gadis itu terjatuh dengan posisi yang bisa dibilang sedikit err... memalukan.

Dan tanpa ragu memunguti buku-buku yang berceceran ditanah, juga meminta maaf tanpa melihat wajah orang yang ditabraknya. 

Kalau dia tahu yang ditabraknya adalah Nafthalio Gelio Alpheratz, sudah pasti dia tidak akan melakukan hal yang sama.

Lio tahu gadis itu, dia Zea.  Teman sekelasnya.

Zea langsung kembali berlari menaiki tangga, tanpa menyadari ada sesuatu yang terjatuh dari tasnya.

Satu hembusan nafas lega lolos dari kedua belah bibir Lio, sepertinya hari ini tidak hanya dia yang terlambat.
Cuaca yang mendung disertai gerimis, wajar jika sebagian orang menganggap ini masih pagi.

Nada dering telepon sudah berhenti ketika dia akan mengangkatnya. Bibirnya tertarik ke salah satu sudut, mengetahui siapa yang meneleponnya.

"Ah, nanti juga nelpon lagi."

Saat dia memasukan bukunya kedalam tas, matanya tak sengaja melihat sebuah bungkusan kecil berwarna pink, jatuh dari tas Zea.

"Apaan tuh?" tanyanya entah pada siapa.

Lio berjalan mendekat, untuk melihat lebih jelas benda apa itu.

"Itu kan ...,"

Matanya sedikit menyipit, lalu detik berikutnya membola saat mengetahui benda itu.

"Itu kan PEMBALUT!"

Refleks, Lio menutup mulutnya. Tidak sadar berteriak. Hening beberapa saat, kemudian dia  terbahak.

Aneh rasanya, melihat pembalut perempuan tergeletak ditengah jalan. Apalagi itu milik Zea Atria Achanta. Lio semakin tidak bisa mengontrol tawanya.

"Wuahahahh serius, ini milik si Zea? Prrf!" Lio menyeka ujung matanya yang berair.
"Dasar ceroboh."

Setelah puas tertawa, dia melihat ke kanan dan ke kiri, was-was. Sepersekon kemudian, kepalanya mengangguk antusias. Tidak ada siapapun.

Aman.

Tanpa pikir panjang, pemuda itu mengambil bungkusan pink tersebut lalu memasukannya kedalam saku jaketnya.

Lio terkikik disepanjang perjalanan menuju kelasnya.
Bibirnya tersenyum jahil saat otaknya mendapat ide. Iya, ide brilian sekaligus busuk.

Kalo ngerjain Zea, kayaknya  asik tuh.  []

••• ∆ •••

Next chap?

See u next week!

🌱🌱

 EFTYCHÍAWhere stories live. Discover now