"Eh halo, gue Liana. Kalian temennya kak Arka?" Liana mengulurkan tangannya dan bergantian menjabat tangan Shireen lalu Ayi.

"Iya, ini Ayi adiknya Kresna. Kalo ini Shireen... adik kelas gue dulu" jelas Arka

"Ohh..." Liana mengangguk.

"Eh, tunggu. Shireen? Shireen kan-" dengan cepat Arka membungkam mulut Liana, membuat Shireen juga Ayi kebingungan.

"Kenapa Li?" tanya Shireen.

"Ehehe ga, gapapa. Kita.. balik duluan ya. Keburu ujan" pamit Arka. Tapi saat langkahnya belum jauh, Arka berbalik lagi.

"Reen, ntar gue DM ya" Shireen mengangguk kaku.

"Yi... tolong cubit gue" ucap Shireen saat Arka sudah jauh dari mereka.

"Argh sakit Yi" Shireen mengelus pipinya yang memerah setelah di cubit Ayi.

"Yeee katanya suruh nyubit"

"Yiii gue nggak mimpi. Beneran gue ngobrol sama kak Arka dan dia bilang mau DM gue. Yiii ya ampun, gue mesti gimana??" Shireen mengguncang tubuh Ayi dengan heboh.

"Ya di bales lah, susah amat"

"Ish, ya gue tau. Tapi bales gimana..."

Shireen dengan kesal melepaskan tangannya dari bahu Ayi. Tapi sedetik kemudian Shireen memeluk Ayi.

"Yaudalah ntar aja dipikirnya. Gue seneng banget Yi huhu akhirnya kak Arka notice gue"

Ayi memberontak, kehebohan Shireen menarik perhatian orang-orang sekitar membuat Ayi malu.

"Ck. lo tuh Reen katanya mau move on. Terus si Juniar gimana?"

Shireen menghentikan langkahnya, senyumnya yang terkembang tiba-tiba saja luruh.

"Hmm Juniar tuh nggak jelas Yi. ya dia baik, perhatian juga meskipun ngeselin, tapi... ya kalo dia beneran ada rasa harusnya ngomong kan? Atau emang cuma gue aja yang ke geer-an"

Yah benar juga. Terjebak dalam hubungan tidak jelas itu benar-benar tidak enak. Tapi melihat bagaimana Juniar perhatian juga caranya memandang Shireen, sedikit meyakinkan Ayi kalau Juniar memang menaruh rasa. Tapi siapa yang tau realitanya kan.

"Tapi kalo ntar Juniar ternyata suka sama lo gimana?"

Shireen kembali termenung lama. Membuat Ayi merasa bersalah.

"Yauda, pilihan ada di lo Reen"

⚘⚘⚘

Bima mengemudikan mobilnya kembali memasuki kampus. Agendanya hari ini hanya mengantar dan menjemput Ayi karena ia tidak ada kelas.

"Baaa!" Bima terjengit kaget saat ia baru keluar dari mobil dan ada Anjani dibelakangnya. Refleks ia mengusap dada, hampir saja ia mengumpat.

"Ish ngagetin dasar" Bima menoyor pelan kepala Anjani.

"Hehe, ngapain ke kampus? katanya nggak ada kelas?"

"Mau jemput Ayi"

Untuk sesaat senyumnya meluntur, tapi dengan cepat Jani kembali menarik sudut bibirnya, walau dengan susah payah.

"Ohh mau jemput pacar kesayangan" ucapnya dengan nada meledek

"Iya dong, emang elo, jomblo"

"Ish sialan" Anjani menepuk keras lengan Bima.

"Aduh sakit tau Jan" Bima mengelus bekas tepukan Anjani. Sedangkan gadis itu memeletkan lidah lalu tertawa.

"Eh iya lupa, dapet salam dari Bang Deon"

"Nggak gue terima, kalo mau salam ya ngomong sendiri ke gue dong"

"Ceilah, ya deh ntar gue bilangin ke bang deon"

Sejak 2 bulan yang lalu, Bima memang membantu Deon agar lebih dekat dengan Anjani. Pertemuan tidak sengaja keduanya membuat Deon tertarik dengan gadis berparas dingin tersebut. Bima juga tidak masalah, toh ia mengenal keduanya dengan baik, dan Bima merasa mereka cocok.

Hal itu pula yang membuat Bima menjadi semakin dekat dengan Anjani. Selain gadis itu nyaman untuk di ajak mengobrol ia juga sedikit-sedikit mengorek informasi untuk Deon. Seperti ia suka makan cokelat, suka pergi ke pantai, memelihara 2 anjing, dan hal lainnya. Tapi untuk masalah keluarga tentu saja tidak Bima katakan, biar Anjani sendiri yang bilang nanti.

"Lo mau pulang?" tanya Bima dan dijawab anggukan oleh Jani.

"Sendirian?"

"Yaiya sendirian, kan gue jomblo"

"Bareng gue aja, gimana?"

Anjani menggeleng.
"Nggak deh, ntar jadi obat nyamuk"

"Yee nggak lah, ayo bareng aja, kayaknya mau ujan ini."

Anjani melihat ke atas, langit memang mendung sejak tadi.

"Hm yaudah deh boleh" jawabnya ragu-ragu.

"Nah gitu dong, sekalian ntar gue kenalin sama Ayi"

⚘⚘⚘

Anjani merasa canggung. Apalagi mendapat tatapan tidak suka dari Ayi sejak gadis mungil itu melihatnya.

"Gue nganter Ayi dulu gapapa kan Jan?" tanya Bima mengalihkan pandangan Jani dari luar kaca.

"Iya gapapa kok sans"

Setelahnya Bima mengantarkan Ayi. Saat mereka sampai, Ayi langsung keluar dari mobil tanpa menunggu Bima membukakan pintu untuknya seperti yang biasa laki-laki itu lakukan.

"Ayi!" Bima memanggil tapi Ayi tidak menggubrisnya.

"Ck. Bentar ya Jan" tanpa menunggu jawaban Jani, Bima keluar menyusul Ayi. Bima mengikuti Ayi yang hampir mencapai pintu rumahnya. Dari mobil Jani bisa melihat mereka sedang berdebat, walau suara mereka tidak terdengar karena teredam musik yang di putar di dalam mobil Bima. Jani juga mengalihkan pandangannya saat Ayi melihat ke arahnya.

Sekitar 5 menit kemudian Jani sedikit terjingkat saat Bima sudah memasuki mobil dengan pintu di banting.

"Sorry lama" ucapnya. Raut bad mood Bima benar-benar menakutkan membuat Jani hanya berani mengangguk.

"Pindah depan dong, berasa supir ntar gue nya" Jani langsung menurut. Kini posisinya sangat canggung, di tambah Bima langsung menginjak pedalnya dengan kecepatan tinggi.

"Eh lo kalo nyetir kira-kira dong. Ya tau lo lagi marah, tapi gue juga masih mau idup" omel Jani.

"Sorry Jan" Bima sedikit mengurangi kecepatannya. Jani bernapas lega.

"Kalian lagi marahan? Apa gara-gara gue?"

Bima menggeleng dan Jani tau ia berbohong.

"Terus?"

"Gatau ah, males gue"

"Dih jangan gitu lah. Selesain baik-baik Bim"

"Hhh gue capek Jan. Rasanya cuma gue yang berjuang, rasanya... gue jatuh cinta sendirian"

Jani diam mendengarkan semua curhatan Bima. Tentang betapa kesalnya laki-laki itu dengan sikap Ayi, padahal harusnya ia yang marah karena pacarnya itu melupakan janji temu mereka. Juga tentang kekhawatiran Bima soal kedekatan Ayi dengan seniornya.

"....dan kayaknya dia makin deket sama Jae, atau malah udah jadi kali" 

lirih Bima membuat Jani bersimpati. Tapi Jani akui, terbesit rasa senang dihatinya karena itu artinya ia memiliki peluang untuk sekadar mengisi sedikit ruang di hati Bima.

"Kok lo mikirnya gitu?"

"Ya soalnya dia beda"

Jani menepuk-nepuk pundak Bima. Rasanya tidak seharusnya ia egois. Tidak untuk sekarang.

"Jangan ambil kesimpulan sendiri Bim, apalagi lo lagi emosi. Tanya langsung ke Ayi. Inget, dalam suatu hubungan, komunikasi sama kepercayaan tu penting"

Mungkin emang topeng yang gue pake nggak boleh di lepas ya Bim?

tbc.

Kala Temu ✔Where stories live. Discover now