08

239 41 6
                                    

Ayi mengenali Bima, ya, saat mereka pergi nonton dan Bima bercerita tentang hobinya, fotografi. Bima menunjukkan kamera pertamanya, sebuah kamera analog yang hampir mirip dengan milik Kresna, karena abangnya itu juga menggandrungi seni fotografi.

Tapi ada yang aneh dari kamera Bima, salah satu sisinya di tempel sebuah plester kuning bergambar. Sebuah ingatan dari beberapa tahun silam terlintas di pikiran Ayi, seorang anak laki-laki yang hampir saja terpleset dari pijakannya kalau saja Ayi tidak segera menarik tangannya menjauhi sungai.

"Namaku Bima, sekali lagi makasih ya" cicit Bima, menggaruk tengkuknya sebentar sebelum mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Ayi. Bima tersenyum di sela tundukkan wajahnya saat Ayi membalas uluran tangannya. Ayi kecil mengangguk dan matanya terarah pada kamera Bima. Sedikit tergores dibagian sisinya akibat terjatuh saat Ayi menarik Bima. Ayi merogoh tas kecilnya, mengambil plester dan menempelkannya pada kamera Bima yang tergores.

"Kamera kamu lecet, pasti sakit" Bima yang semula bingung kini tertawa kecil akibat ucapan polos Ayi. Tapi tidak berniat mendebat ataupun mengolok ucapan Ayi karena raut wajah seriusnya sangat menggemaskan.

"Yaudah aku pulang dulu ya Bima, nanti di cariin Papa, kamu juga pulang ya, jangan main dekat sungai lagi. Dadah" belum sempat Bima kecil menjawab, Ayi sudah berlari lebih dulu. Bisa-bisa ia juga dimarahi kalau ketahuan papa nya main di dekat sungai.

Dan itu adalah kali pertama sekaligus terakhir Ayi bertemu Bima. Pertemuan singkat yang entah kenapa terus membekas di ingatan Ayi.

Beberapa hari setelah pertemuannya dengan Bima, kakeknya yang tinggal disitu telah di panggil oleh Tuhan. Jadinya Ayi tidak pernah datang kesitu lagi. Sejak saat  ia selalu berharap bisa bertemu dengan Bima. Walau seiring berjalannya waktu Ayi mulai lupa sosok Bima. Hingga hari ini ia baru sadar telah dipertemukan kembali, meskipun ia sendiri belum terlalu yakin. Apakah ia Bima yang sama?

⚘⚘⚘

Bima bersenandung kecil, berjalan melewati ruang tengah dan netranya menemui gadis kecil yang sedang asik mewarnai buku bergambarnya. Bima menghampiri gadis kecil itu lalu melayangkan sebuah kecupan singkat di dahinya.

"Kok belum bobok?" tanya Bima karena waktu menunjukkan pukul 9 malam dan biasanya adik kecilnya, Cia, sudah bergelung dalam selimutnya.

"Belum ngantuk" jawab Cia masih fokus mewarnai gambar unicorn.

"Cia ayo tidur, udah malem. Besok sekolah kan jadi harus bangun pa- eh, kakak udah pulang" Bima menghampiri bundanya, mencium tangan dan kedua pipinya.

"Udah bun, baru aja." Bima ikut membereskan peralatan mewarnai milik Cia lalu menggendongnya masuk ke dalam kamar. Mematikan lampu lalu keluar dari kamar adiknya.

"Gimana tadi nge-date nya? lancar nggak?" goda bundanya. Ya, Bima sangat dekat dengan bundanya, jadi ia sering menceritakan apa saja yang akan atau telah ia lalui. Termasuk soal Ayi.

"Hehe ya gitu deh bun" Bima tersenyum mengingat "date" nya hari ini yang bisa dibilang lancar. Bahkan ia telah membuat janji lain.

"Duh senyum-senyum mulu nih pasti lancar banget ya" Bima merasakan pipinya memanas. Malu. Padahal ini bukan kali pertama ia berkencan dan bercerita dengan bundanya. Tapi entah kenapa ia tidak bisa berhenti tersenyum, hingga merasakan pipinya mulai kaku.

"Haha ya gitulah bun. Kakak mau tidur dulu ya bun, dahh" Bima melayangkan kecupan cepat pada bundanya lalu berlari menuju kamarnya. Samar-samar ia masih mendengar bundanya melayangkan beberapa godaan padanya. Sesampainya di kamar mata Bima tidak lekas terpejam. Malahan ia terjaga semalaman. Bima meraih ponselnya, menimbang-nimbang, haruskah ia mengirim pesan pada Ayi?


You
Makasih ya Yi buat hari ini. Good night :)


Bima menunggu tapi sudah hampir 15 menit tidak ada balasan dari Ayi. Mungkin gadis itu sudah tidur, mengingat sekarang sudah hampir pukul 2 dini hari. Bima menekan foto profil Ayi. Memandang foto gadis itu dengan senyum yang masih terkembang.

"Baiklah, ayo bertemu dalam mimpi"

⚘⚘⚘

"Jadi?"

Bima terbatuk, tersedak bakso yang sedang dikunyahnya akibat terkejut karena Kresna yang tiba-tiba muncul dihadapannya sambil menyilangkan kedua tangannya.

"Apanya bang?"
jawabnya berlagak bodoh. Tentu saja ia tahu maksud dari pertanyaan singkat Kresna adalah tentangnya dan Ayi.

"Gimana ceritanya lo bisa jalan sama adek gue?"
Kresna memandang lurus mata Bima yang mencoba menghindari kontak mata dengannya.

"Ngg anu, itu... ya panjang ceritanya bang"

"Gue dengerin" Bima menghela nafasnya pelan. Sejak kemarin ia jalan dengan Ayi dan Kresna tidak berhenti menghubunginya untuk sekadar menanyakan keberadaan mereka, Bima sudah menduga bahwa Kresna tipe kakak yang protektif pada adiknya. Dan Bima tidak bisa menyalahkan, karena ia tahu persis dan akan bersikap seperti itu juga pada Cia nantinya.

Tanpa pilihan lain, Bima menceritakan awal mula ia mengenal Ayi melalui Line. Berlanjut ke pertemuan-pertemuan tak terduga dan berujung pada janji 'kencan' mereka kemarin. Kresna mendengarkan tanpa sedikitpun mengubah ekspresi datarnya. Hingga Bima menyelesaikan ceritanya barulah Kresna berdeham singkat. Mencengkram pundak Bima kuat-kuat.

"Kalo lo serius sama adek gue jangan pernah sakitin dia. Itu pesen gue. Kalo sampai lo nyakitin dia, gue bakal bales nyakitin lo"


tbc


Other Cast :

Kim Hanbyul as Patricia Maharani

Kim Hanbyul as Patricia Maharani

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Kala Temu ✔Where stories live. Discover now