10

233 39 13
                                    

Line!

Ayi
Gimana sama kaki lo?

Bima memandang ponselnya datar. Ia senang Ayi menanyakan keadaannya, tapi setelah mengingat kejadian tadi malam, rasa kesal kembali menghampiri.

Dia kesal karena Ayi lebih memilih untuk pulang bersama Denis daripada menghampirinya yang sedang sakit akibat cedera. Cemburu? Mungkin. Tapi apa hak dia untuk cemburu ataupun meminta Ayi untuk menemaninya? Dia kan bukan siapa-siapa.

"Nih kak dimakan dulu" bunda Bima menyodorkan bubur ke arahnya. Bima meletakkan ponselnya. Mencoba tak mengacuhkan pesan Ayi, setidaknya untuk saat ini, sampai rasa kesalnya hilang.

Line!

Ayi
Semoga cepet sembuh ya Bim

Bima membuka pesannya cepat mencoba mempertahankan dinding pertahanannya agar tidak membalas chat Ayi.

"Kok nggak di bales kak?" tanya Bunda yang ternyata sedari tadi memperhatikan anak sulungnya tersebut.

"Males Bun" jawab Bima sambil melahap buburnya. Padahal ia tidak demam, tapi mungkin sudah menjadi kebiasaan Bima saat ia sakit harus makan bubur. Aneh memang.

"Lah tumben males? Chat dari Ayi kan?"

"Hmm" gumam Bima yang kini mengaduk-aduk malas bubur dihadapannya.

"Kalau ada masalah diselesaikan baik-baik kak, inget, komunikasi itu paling penting" Bima mengangguk mendengarkan nasehat bundanya.

"Udah abisin dulu buburnya" bunda mengacak pelan rambut Bima. Setelah bunda keluar dari kamarnya, Bima menghela nafas, memikirkan perkataan bundanya barusan dan menghabiskan buburnya dengan malas.

Sedangkan di sisi lain, Ayi dengan setia menatap room chatnya dengan Bima. Aneh, Bima membaca tapi tidak membalas pesannya.


"Apa dia marah sama gue ya? Tapi marah kenapa?"

Ayi menutup room chatnya dan berusaha kembali fokus pada tugas-tugas dihadapannya yang tak kunjung usai. Tadi malam ia baru diberitahu bahwa hari ini ia harus mengumpulkan tugas mengubah tulisan romaji dari selembar koran kedalam tulisan Jepang. Dan karena itu ia buru-buru kembali ke rumah lalu semalaman terjaga untuk mengerjakan tugasnya juga mengkhawatirkan Bima.

Sesekali Ayi melirik ponselnya tapi saat itu juga ia kecewa, tidak ada notif apapun dari Bima. Ayi yang sudah tidak sabar pun mencari kontak Kresna dan menelponnya. Menunggu beberapa detik sebelum telepon itu tersambung dan tanpa basa-basi Ayi langsung mengatakan maksudnya.

"Halo bang, abang tau rumah Bima nggak?"

⚘⚘⚘

"Bang, mending bawain apa ya? Buah apa roti?" tanya Ayi menatap bergantian pada barang yang dibawanya.

"Apa aja boleh dek. Dia kan cuma cedera, makan apa aja juga masuk" jawab Kresna cuek sambil bermain dengan ponselnya.

"Iya sih. Yaudah buah aja kali ya"

"Iya, ayo cepet ntar kemaleman" Ayi mengangguk, memasukkan parcel buah sekaligus beberapa makanan manis ke dalam troli dan bergegas ke kasir untuk membayar belanjaannya.

Setelah selesai Ayi pun memasukkan belanjaannya di bagian belakang kursi penumpang, lalu ia duduk di depan, disamping abangnya yang sudah mengenakan seatbelt.

"Udah di masukkin semua kan?" Ayi mengangguk dan tersenyum. Tidak sabar untuk menemui Bima yang mungkin akan terkejut melihatnya nanti. Ayi sengaja menjenguk Bima tanpa memberitahunya terlebih dahulu.

Setelah 15 menit perjalanan, Ayi dan Kresna sampai di rumah Bima. Kresna menekan bel dan seorang wanita paruh baya membukakan pintu untuk mereka.

"Selamat malam tante, maaf mengganggu. Saya Kresna dan ini adik saya Ayi, temennya Bima" Kresna menyalami ibunya Bima. Begitu juga Ayi yang di balas pelukan ringan oleh ibunya Bima yang membuatnya sedikit terkejut. Apa memang ibunya Bima seramah ini padahal mereka baru bertemu?

"Selamat malam. Ayo silahkan masuk." Ibunya Bima mempersilahkan keduanya masuk. Ayi melihat sekeliling dan netranya berhenti pada gadis cilik yang kini sedang berlari menuruni tangga. Hampir saja gadis cilik itu terjatuh kalau tidak segera di tangkap oleh Ayi.

"Cia! Makanya jangan lari-lari. Tadi kalo jatuh gimana?!" gadis cilik bernama Cia itupun menangis setelah dimarahi oleh ibunya. Ayi yang masih memeluk Cia pun menenangkannya dan mengeluarkan sekotak cokelat dari plastik belanjaannya tadi.

"Jangan nangis ya, nih kakak kasih cokelat" seperti halnya anak kecil yang lain, Cia mengangguk dan menghentikan tangisannya lalu menerima cokelat dari Ayi.

"Makasih kak" Cia tersenyum dan melayangkan kecupan singkat di pipi Ayi sebagai tanda terimakasih.

"Aduh maaf ya nak Ayi sampai ngasih cokelat juga ke Cia"

"Gapapa kok Tante. Oh iya tante, Cia ini adiknya Bima?"

"Iya" ibunya Bima tersenyum. Sekarang Ayi tau asal dari senyuman Bima yang diam-diam membuat hati Ayi meleleh.

"Oh iya, kamar Bima di atas, kalian masuk aja. Ada teman Bima juga kok. Tante mau nyiapin makan malam dulu ya"

"Baik tante" Kresna dan Ayi berjalan menyusuri tangga. Ada 2 kamar. Satu kamar dengan pintu bergambar unicorn yang tentunya milik Cia. Lalu disebelahnya ada kamar dengan pintu polos yang sedikit terbuka dan mereka yakini itu adalah kamar Bima.

Kresna mengetuk pintu sebentar lalu membuka lebar pintu itu.

"Bimaaa-" Ayi yang awalnya bersemangat ingin menemui Bima kini langsung menguap. Bima tidak sendirian, iya, ia sedang duduk di ranjangnya ditemani seorang perempuan di kursi sebelahnya. Ayi tau perempuan itu. Orang yang sama mengejar tandu Bima semalam.

"Eh, Yi, Bang Kres. Kok nggak bilang mau kesini?" Bima berniat beranjak dari ranjangnya tapi ditahan oleh perempuan itu.

"Jangan bangun dulu Bim. Kaki lo kan masih sakit"

"Enggak kok gapap- aduh!" Bima yang awalnya bandel hampir saja limbung kalau tidak segera perempuan itu tangkap.

"Tuh kan, ngeyel sih. Udah duduk aja disitu"

Jujur, Ayi tidak datang kesini untuk melihat pemandangan menyebalkan dihadapannya. Hampir saja ia berbalik pergi kalau tidak Kresna tahan.

"Iya lo duduk aja disitu Bim. Kita cuma sebentar kok. Gimana keadaan lo?" Kresna duduk disebelah perempuan itu diikuti Ayi dengan raut wajah yang tidak terbaca.

"Udah mendingan sih Bang, cuma kalo jalan harus dipapah"

"Oh gitu, syukur deh" percakapan terus berlanjut, bahkan perempuan yang kini Ayi tau namanya Kalisa itupun ikut berbaur, tapi selama itu Ayi masih bungkam. Beberapa kali hanya menjawab dengan anggukan ataupun dehaman singkat. Sama sekali tidak berniat menatap wajah Bima, padahal sedari awal mata Bima tidak lepas menatapnya.

"Bim, udah malem nih. Gue sama Ayi balik dulu ya, cepet sembuh lo"

"Lah buru-buru amat Bang. Tapi makasih ya udah jengukin" merekapun melakukan high five. Ayi yang berdiri dibelakang masih diam, ia bingung ingin berkata seperti apa.

"Nih Bim buat lo" Ayi menyodorkan plastik berisi makanan manis yang tadi dibelinya.

"Eh, makasih Yi." mata Bima berbinar. Bukan hanya karena chocoball kesukaannya tapi karena Ayi yang ingat akan makanan favoritnya.

Ayi mengangguk dan segera berbalik pergi ketika tangan Bima dengan cepat menahannya.

"Yi, ntar gue telpon ya"

tbc

Kala Temu ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang