11

217 35 4
                                    

Namanya Kalisa, teman sekelas Bima. Gadis bermata bulat, berpostur tinggi langsing dibarengi senyum lebar yang tak pernah absen menghiasi wajahnya. Ayi akui gadis itu cantik juga ramah. Bahkan semenjak pertemuan mereka di rumah Bima, Kalisa selalu menyapanya ketika mereka tidak sengaja berpapasan di kampus. Padahal saat itu Ayi tidak menampilkan kesan yang baik, tapi sepertinya Kalisa tidak terlalu mempedulikan hal itu.

Yang Ayi dengar dari percakapan di rumah Bima, Kalisa juga tertarik fotografi. Makanya ia pun di rekrut oleh Kresna untuk mengisi kekosongan anggota UKM. Lengkap sudah, perpaduan dari gadis cantik, ramah dan memiliki hobi yang sama dengan Bima.

Ayi tau, hanya dengan melihat mata Kalisa saat memandang Bima, raut khawatirnya, perhatian yang selalu ia tunjukkan juga ekspresi kecewanya ketika Bima menahan tangan Ayi dan berkata akan menghubungi malam itu sudah cukup jelas menggambarkan perasaan yang Kalisa miliki.

Kalisa menyukai Bima, begitupun Ayi.

Bagaimana dengan Bima? Entahlah, Ayi sendiri belum bisa menyimpulkan. Walau lewat telepon malam itu, Bima mengatakan hal yang membuat dada Ayi berdesir. Tapi ia tak mau berharap lebih, setidaknya untuk saat ini.

Malam itu, Bima benar menelponnya tepat setelah Ayi memberi kabar kalau ia sudah sampai selepas pulang dari rumah Bima. Sebenarnya mood Ayi sedang buruk, hatinya merasa perih. Dan yang Ayi tau itu adalah perasaan cemburu.

Yah, walaupun Ayi tidak pernah menjalin hubungan apapun, tapi ia tidak sebodoh itu untuk tidak menyadari perasaannya yang kembali jatuh untuk Bima. Bahkan semakin dalam. Juga rasa cemburu yang tidak ia tampik.

"Halo Yi"

sapa Bima di seberang sana.

"Iya"

"Makasih ya udah jengukin"

"Iya sama-sama"

Hening. Bima tidak lagi bertanya padahal telepon masih tersambung. Begitupun Ayi, ia tidak ingin memulai percakapan bahkan sekadar memastikan apakah Bima diam karena tertidur sekarang.

"Mm.. Yi, gue boleh nanya sesuatu ga?"

"Boleh kok, tanya apa?"

"Itu, lo.. lagi ada hubungan sama Denis?"

Hah? Kok tiba-tiba Denis?
Ayi mengernyit bingung.

"Enggak ada, kita cuma temen" terdengar helaan lega dari Bima setelah Ayi menjawab begitu.

"Syukur deh"

kata Bima kemudian, membuat Ayi semakin bingung.

"Kok syukur?"

"Iya syukur, itu artinya gue masih ada kesempatan..."

"...buat deketin lo"

⚘⚘⚘

"Udah sembuh kaki lo nyet?"

Galang duduk di bangku sebelah Bima.

"Hm"

jawabnya singkat. Galang memperhatikan Bima yang tangannya sibuk mengecek kamera yang dibawanya. Berbeda dengan biasanya, kamera yang kini di bawa Bima tipe analog dengan tempelan plester disebelah sisinya.

"Eh ini kamera pertama lo itu Bim?" Bima mengangguk lalu tersenyum.

"Iya, udah lama banget nggak gue pake, mau gue coba lagi"

"Terus kok itu ada plester bu-"

"Bim, entar gue bareng ya kesananya" kata Kalisa memotong ucapan Galang.

"Eh kesana kemana nih?" tanya Galang mulai penasaran. Bima menunjukkan jempolnya sebagai jawaban pada Kalisa, gadis itu tersenyum lalu kembali ke bangkunya ketika dosen memasuki kelas mereka.

Di tengah perkuliahan, Galang yang belum mendapat jawaban itupun terus menerus mengganggu Bima.

"Lo mau pergi sama Lisa Bim?" desisnya.

"Hm"

"Udah nyerah sama Ayi lo?" Bima menoleh. Wajahnya terlihat kesal.

"Kagaklah. Gue sama Lisa cuma mau hunting foto buat project UKM"

"Lah Lisa ikutan UKM fotografi juga? Sejak kapan?"

"Kepo lo" Galang menoyor kepala Bima, sedetik kemudian rautnya berubah serius.

"Bim, lo tau kan dia suka sama lo?" Bima mengangguk.

"Jangan kasih harapan Bim, Lisa juga cewe dan punya hati" Bima terdiam untuk sesaat.

"Gue tau" jawabnya kemudian.

"Terus?"

"Gue tau dan gue nggak lagi ngasih harapan"

Bima tau perasaan Kalisa. Awalnya dia memang tidak sadar, tapi setelah Galang memberitahunya beberapa waktu lalu, juga setelah kejadian ia cedera dan setelah pengakuannya di malam Ayi menjenguknya. Bima ingin mengabaikannya, tapi dia tidak sejahat itu.

Kalisa gadis yang baik. Bahkan setelah Bima menahan Ayi malam itu, raut kecewa Kalisa tercetak jelas, tapi senyumnya tetap tidak luntur. Meskipun Bima tau itu hanya senyum palsu.

"Bim, salah ga sih kalo gue suka sama lo?"

ungkap Kalisa setelah Ayi keluar dari kamarnya. Bima terhenyak, terlalu terkejut mendengar pengakuan Kalisa. Dan bodohnya ia terusan bungkam hingga Kalisa memilih pamit.

"Lo nggak perlu jawab sekarang Bim. Gue pulang dulu ya, lo istirahat yang banyak biar cepet sembuh" Kalisa mengusap lengan Bima sekilas sebelum beranjak dari duduknya.

Bima masih terkejut. Ini adalah kali pertama seorang perempuan menyatakan perasaan padanya. Tapi aneh, Bima tidak merasakan ribuan kupu-kupu menjelajahi perutnya seperti saat ia menatap Ayi. Tidak ada debaran.

Dan hari ini, Bima sudah memutuskan. Ia tidak ingin lagi memberi harapan. Jadi saat mereka berdua sedang istirahat setelah hunting foto, Bima memulai dialognya.

"Lis ada yang pengen gue omongin"

"Ya?"

"Gue minta maaf. Gue nggak-" Bima tidak melanjutkan ucapannya setelah mendengar helaan nafas Lisa.

"Gue tau kok Bim" Kalisa tersenyum.

"Gue tau jawabannya. Lo suka sama Ayi kan? perjuangin gih" Kalisa mengusap pelan lengan Bima, seperti malam itu, dengan raut yang sama, ah tidak, bahkan lebih sedih walaupun gadis itu tersenyum.

"Gue pulang duluan ya" kata Kalisa sambil memasukkan kembali kameranya ke dalam tas.

"Gue anterin"

"Enggak, nggak usah."

"Tapi-"

"Bim, please" Bima terdiam, sedikit merasa bersalah menghancurkan hati Kalisa yang kini matanya terlihat berkaca-kaca.

"Yaudah lo ati-ati ya" Kalisa mengangguk sekilas dan pergi. Bima memandang punggung gadis itu yang semakin menjauh. Samar-samar terlihat Kalisa menunduk dan mengusap wajahnya. Gadis itu menangis, dan itu karena Bima.

"Apa gue masih pantes buat dapetin hati Ayi setelah gue nyakitin seorang cewek?"

tbc

Kala Temu ✔Where stories live. Discover now