dua puluh delapan

7.3K 1.1K 75
                                    

Pertama kali membuka mata—gue langsung merutuki kebodohan gue sendiri.

Bagaimana bisa gue tadi pingsan dan sekarang ada di kamar inap VIP rumah sakit. Gue menampar pipi gue lalu mengaduh sakit.

"Mampus pasti Haechan tau kalau gue hamil."

Terus gue diem natap langit-langit kamar rumah sakit ini.

Ke mana Haechan?

Apa dia marah terus ninggalin gue di rumah sakit sendirian?

Baru aja gue mau ngomel, pintu kamar terbuka—Yuna masuk dengan wajah khawatirnya.

"Lo pingsan tadi?"

Gue ngangguk pas Yuna datang mendekat ke ranjang.

"Katanya lo boleh pulang sekarang, gue anterin ya? Haechan katanya lagi ada urusan mendadak di kampus jadi gak bisa nganterin lo pulang."

"Urusan apa?"

Yuna gelengin kepalanya. "Gak tau, dia gak bilang tadi. Cuma nyuruh gue buat jenguk lo disini sama nganterin pulang."

Gue cuma mengangguk paham tanpa mau bertanya lagi. Yuna nganterin gue sampai masuk ke dalam apartemen, gue bersyukur banget punya sahabat kayak dia.

"Ryujin sebentar lagi ke sini. Lo mau gue masakin apa?"

"Terserah lo aja, seadanya bahan masak di kulkas. Gue kemaren gak sempet belanja soalnya."

"Oke, gue tinggal ke dapur ya? Lo kalau butuh apa teriak aja." Yuna langsung ninggalin gue di kamar sendiri sedangkan dirinya pergi ke dapur.

Setelah Yuna selesai memasakkan gue makanan, Ryujin beberapa menit kemudian datang ke apartemen gue. Dia yang paling cerewet dan semangat memaki Jeno ketika tau gue hamil anaknya.

Dua jam mereka berada di apartemen gue akhirnya mereka pamit pulang. Mereka berdua berpesan kalau ada apa-apa hubungin mereka dan jangan menyembunyikan rahasia lagi.

Padahal gak selamanya yang gue rasa harus gue bagi ke orang lain kan? Gue lebih milih buat diem tanpa memberi tahu kelemahan gue dengan orang lain.

Gue menggigit bibir dalam khawatir.

Kenapa Jeno sama sekali gak bisa dihubungi?

Padahal gue kangen banget pengen ketemu dia hari ini. Berkali-kali gue menelepon dia tapi panggilan gue sama sekali gak diangkat sama dia.

"Sibuk kali ya?"

Gue menghempaskan tubuh gue ke atas kasur, kemudian teringat kejadian di rumah sakit yang samar-samar gue dengar.

Haechan yang mengaku menjadi suami pura-pura gue saat dokter bertanya dan gue yang gak dibolehin stress karena banyak pikiran.

Kalau aja gue berani ngambil keputusan, kalau aja Jeno bener-bener mempunyai perasaan yang sama dengan gue, mungkin semuanya gak akan serumit ini.

Beberapa orang menganggap enteng mengakui apa yang ia rasa itu mudah. Tapi—untuk gue rasanya itu sulit sekali. Gue terlalu takut kalau dia ninggalin gue, sama seperti papi yang ninggalin mami dulu.

Walau papi masih peduli dan tidak lalai dalam tanggung jawabnya terhadap gue dan Kak Doyoung, tetap saja yang gue dan Kak Doyoung butuhkan itu kasih sayang lengkap dan tulus dari kedua orang tua kita.

Gue bahkan gak mengharapkan materi berlebih yang selalu mami papi berikan.

Gue cuma mau mereka kembali utuh dan merangkul gue dan Kak Doyoung, sesulit itukah untuk gue mendapatkan cinta dari orang yang gue sayang?

Apa gue salah?

Bahkan gara-gara ini gue jadi semakin takut—apakah Jeno bakalan sama seperti papi yang meninggalkan mami dulu, meninggalkan gue dan calon anaknya?


















+
Alhamdulillah, setelah melawan penyakit malas ngetik akhirnya bisa update juga hshshs

APASIH AKU MASIH AMBYAR JENO HYUNJIN CENTER TERUS SEBELAHAN😭

APASIH AKU MASIH AMBYAR JENO HYUNJIN CENTER TERUS SEBELAHAN😭

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
You Calling My Name | Lee Jeno (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang