tujuh

10.6K 1.4K 49
                                    

Gue sedikit menggeliat tidak nyaman ketika merasakan beban di atas perut gue.

Yang gue lihat pertama kali ketika membuka mata adalah wajah tenteram Jeno. Gue tersenyum melihatnya, tanpa sadar tangan gue mengelus pipinya.

Ketika gue mencoba melepaskan pelukannya, Jeno semakin semakin menenggelamkan wajah gue ke dalam dadanya.

"Selamat pagi." Ucap Jeno dengan suaranya yang serak khas bangun tidur.

"Pagi."

Sejenak gue terdiam sembari menikmati irama detak jantung milik Jeno.

"Gak mau di lepas?"

"Biarin kayak gini aja."

"Udah sembuh?"

"Hmm," Gue rasa Jeno mencium puncak kepala gue. "Hari ini kamu nggak kuliah kan?"

"Kenapa nanya kayak gitu?"

"Di apartemen aku aja ya?" Jeno kini menatap gue, "Nanti aku anterin pulang."

"Yasudah." Gue ngangguk. "Aku gak kuliah kok hari ini."

Kita berdua sama-sama terdiam. Jeno sibuk dengan pikirannya sedangkan gue pun sama-sama sibuk dengan pikiran gue saat ini.

Tiba-tiba saja gue terpikir ucapan Lucas beberapa hari yang lalu, katanya Jeno dekat dengan seorang gadis yang sepertinya gue kenali.

Gue pengen banget bertanya dengan dia tetapi hati gue ragu, terlalu takut kalau dia marah lagi.

Entah karena terlalu lama berpikir sendiri, gue tersentak kaget ketika ia mengusap pipi gue dengan lembut.

"Memikirkan apa?"

Gue tersenyum tipis, "Sesuatu yang tidak penting."

Jeno menatap gue dengan bingung, "Kalau tidak penting kenapa kamu pikirkan?"

"Entahlah tiba-tiba saja kepikiran." Gue bangun lalu menatapnya yang masih tidur, "Mau sarapan apa biar aku buatkan."

"Aku masih mau tidur lagi." Rengek Jeno.

Apa gue sudah pernah bilang kalau Jeno itu terlihat brengsek dari luar dan terlihat seperti preman tapi ketika dia sudah bersama gue dia akan bersikap seperti bayi.

"Sudah siang ayo bangun."

Jeno menggelengkan kepalanya enggan.

Karena Jeno itu tipikal orang yang tidak bisa dipaksa, jadi gue memutuskan untuk beranjak dari tempat tidur dan memilih pergi ke dapur.

Belum sempat gue melangkah berdiri tiba-tiba Jeno menggapai tangan gue dan menahannya.

"Apa lagi?"

"Morning kiss-nya mana?"

Malas berdebat dengan Jeno, gue menundukkan kepala lalu mencium bibirnya.

Bukan Jeno namanya kalau tidak mengambil kesempatan, dia menahan tekuk gue dengan sebelah tangannya lalu memperdalam ciumannya.

Gue sedikit kewalahan menyeimbangi gerakan bibir Jeno yang salah ingin menguasai bibir gue.

Mengerti gue mulai kehabisan nafas, Jeno pun melepaskan tautan bibir kita lalu dia tersenyum manis kemudian mengecup bibirku sekali lagi.

"Terima kasih ciumannya."








+ next?

+ next?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
You Calling My Name | Lee Jeno (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang