• PART 5 •

102 63 15
                                    

Untuk yg ini partnya panjang ya.. :)
Selamat membaca! ❤

-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_

Bandung, November 2019

Hari minggu.

Aku sudah berjanji pada'nya' untuk membantu'nya'. Dan hari ini adalah waktu yang tepat untuk memenuhi keinginan'nya' yang terakhir. Ya, terakhir. Karena kalian sudah tahu bahwa 'dia' sudah tidak hidup di dunia kita lagi. 'Dia' sudah meninggal enam bulan yang lalu karena sebuah kecelakaan motor di depan sekolah yang tidak bisa menyelamatkan nyawa'nya' lagi. Ketika aku melihat tubuh'nya' terkapar yang berlumuran darah di sekitar kepalanya dengan mataku sendiri, hatiku hancur berkeping-keping. Selama satu minggu aku hidup seperti mayat hidup. Akan tetapi, beberapa hari setelahnya aku melihat'nya' berada di sekolah. Aku sempat berpikir bahwa 'dia' masih hidup. Namun, aku bisa melihat'nya' karena mataku. Aku memiliki indera keenam sejak kecil.

Setelah itu, aku tidak pernah merasa sedih lagi. Meskipun hanya dengan melihat'nya' dalam wujud yang sudah tidak bernyawa, aku sudah cukup senang. Dan aku berharap suatu hari nanti aku bisa bilang pada'nya' secara langsung bahwa aku menyukai'nya'. Karena aku tidak mau kehilangan 'dia' untuk kedua kalinya tanpa mengetahui perasaanku. Dan akhirnya harapanku terwujud bulan lalu. Walaupun aku tahu 'dia' pasti sudah tahu. Bagaimana tidak tahu, kalau tindakanku sangat kentara bila mau melihat'nya'. Akan tetapi, sudahlah. Itu lebih baik daripada 'dia' tidak tahu sama sekali a.k.a tidak peka. Dan selama satu bulan terakhir, aku selalu bersama'nya'. Kami menghabiskan waktu bersama untuk saling kenal lebih dalam. 'Dia' pun juga tidak pernah absen untuk bersama kedua sahabat'nya'. Meskipun mereka tidak melihat diri'nya'.

Aku memang tidak berada dalam kelas yang sama dengan'nya' ketika 'dia' masih hidup, tapi aku pernah dua kali bertemu dengan'nya'. Dan satu kali berbincang dengan'nya'. Dan perasaan suka itu muncul tiba-tiba saat aku mulai penasaran dengan diri'nya' dan tidak henti-hentinya mencari diri'nya' hanya untuk melihat'nya' walau hanya dalam kurun waktu lima detik. Dan aku menyukai'nya' pada awal semester dua di kelas sebelas.

Kemarin, aku membantu'nya' menulis surat untuk kedua orangtua'nya'. Jujur, ketika aku menulis kalimat demi kalimat yang diucapkan'nya', aku benar-benar terharu. Aku bahkan sampai tidak bisa menahan air mataku lagi yang ingin keluar. Dan aku berusaha menyembunyikan wajahku dari'nya'.

Lalu sorenya, aku pergi ke rumah'nya' di mana kedua orangtua'nya' berada. Aku memberikan surat itu mengatasnamakan'nya'. Setelah itu, aku pamit pulang. Karena aku yakin, jika aku ikut mereka membacakan surat dari'nya', aku akan menangis lagi. Dan aku tidak ingin 'dia' melihatku dalam keadaan menangis.

Aku melihat jam di pergelangan tangan kiriku, pukul setengah lima sore. Saat aku menoleh ke kanan, dua orang yang sudah kutunggu daritadi akhirnya muncul juga.

"Lo orang yang minta kita ke sini, ya?" tanya Kris.

"Iya. Makasih udah mau datang walaupun kita belum saling kenal," jawabku.

"Emangnya lo siapa? Lo minta kita ke sini mau ngapain?" tanya Maura.

Aku tersenyum. "Gue Sheyla. Kelas dua belas IPA delapan." Mereka mengangguk mengerti. "Ada orang yang mau ketemu sama kalian."

Kris dan Maura sama-sama menyatukan alis mereka, bingung.

"Siapa?" tanya mereka bersamaan.

"Ada. Pasti kalian pengen banget ketemu sama 'dia'. Yaudah, ayo." Aku pun berjalan duluan dan diikuti oleh mereka tanpa banyak bertanya lagi.

Aku, Kris, dan Maura masuk ke dalam kelas dua belas IPA tiga. Aku melihat 'dia' berdiri di samping meja guru dan tersenyum lebar saat melihat Kris dan Maura benar-benar datang.

Metafora : Without Saying Goodbye ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang