• PART 2 •

137 72 24
                                    

Bandung, Agustus 2019

Suasana kafe D'revenge tidak begitu ramai. Setelah pulang dari sekolah, aku dan Caya sepakat untuk belajar bersama di kafe bertema Avengers ini. Letak kafe tidak begitu jauh dari sekolah. Bukan hanya jarak, makanan dan minuman yang dijual juga tidak menguras dompet. Bahkan ada berbagai action figure dari para The Avengers yang dapat dilihat. Hanya dilihat, tidak boleh disentuh ataupun dibawa pulang. Hahaha ....

"Shey, gue masih kurang ngerti yang tentang turunan fungsi aljabar, nih. Ajarin gue lagi, dong," rengek Caya seperti anak kecil yang tidak dibelikan album BTS. Hahaha ....

"Itu, mah, gampang aja. Kelas sebelas, kan, kita udah belajar yang materi turunan. Nah, sekarang itu kita belajar lagi, tapi bedanya ditambah fungsi sama aljabar."

"Ah, lo kayak gak tau gue aja. Ingatan gue, tuh, kayak Dori. Jangka pendek tauuu, hahaha ...," tawa Caya.

"Iiih, malah bangga. Sini cepat gue ajarin. Kali ini lo nggak boleh lupa, ya. Awas aja kalau lupa," ancamku.

Caya cemberut. "Iya, iya, bawel." Dia menunjukkan soal yang belum dimengertinya. "Nih, nomor satu. Gue belum ngerti."

"Oh, ini. Caranya, tuh, cari turunannya dulu. Kalau misalnya diketahui fungsi ada pangkat, ya. Gue kasih contoh nih. 2x². Nanti pangkat 2-nya itu dikalikan ke depan. Jadinya 2 dikali 2 sama dengan 4. Terus pangkat 2-nya dikurangi 1, jadinya sisa 1, 'kan? Nah, turunannya adalah 4x. Karena pangkatnya tadi 1, dalam Matematika 1 itu gak perlu ditulis lagi. Ngerti nggak?" jelasku.

"Oh, ngerti, ngerti. Terus kalau gak ada pangkat?"

"Nah kalau soalnya gak ada pangkat. Contoh, 2x. Di dalam Matematika itu x selalu berpangkat 1 kalau gak ada pangkatnya. Jadi, 1 dikalikan ke depan dengan 2. Hasilnya tetap 2. Sedangkan pangkatnya, 1 dikurangi 1, kan, hasilnya 0. Untuk setiap bilangan atau angka yang berpangkat 0 pasti hasilnya selalu 1. Jadi, turunannya adalah 2. Gak ada x lagi. Ngerti?"

Caya mengangguk sambil membentuk mulutnya menjadi bulat. "Oh, gue udah ngerti. Terus kalau soalnya cuma ada angka, tapi gak ada x turunannya 0, 'kan? Jadi, gak usah ditulis."

"Iya, betul kayak gitu. Jadi sekarang lo coba, deh, kerja sendiri nih soal. Kalau udah cari turunannya pakai rumus, ya," suruhku.

"Okedeh."

Caya pun langsung mencoba mengerjakan soal yang tadi ditanyanya. Sedangkan aku? Aku mengalihkan pandangan ke arah meja yang tidak jauh dari tempat dudukku dan Caya. Entah hanya kebetulan atau memang takdir yang sedang mempermainkan kami, di meja itu terdapat tiga orang sahabat yang sedang tertawa bersama. Akan tetapi, lagi-lagi melihat 'dia' tertawa lepas bersama kedua sahabat'nya' membuat jantungku berdetak dengan cepat. Meskipun 'dia' tertawa, aku tahu 'dia' tidak bahagia. Apalagi bila mengingat kembali kejadian hari itu. Aku juga tahu dari mata'nya' bahwa 'dia' menyukai sahabat'nya' sendiri. Maura.

Di antara ketiganya, hanya ada satu perempuan. Dan sisanya adalah laki-laki. Aku yakin, dan kalian pasti juga sangat yakin, tidak ada persahabatan yang murni antara perempuan dan laki-laki tanpa salah satunya memiliki perasaan pada sahabatnya sendiri. Tidak ada yang salah sebenarnya, karena kita sendiri juga tidak tahu rasa suka kita akan ditujukan untuk siapa, pada keadaan yang seperti apa, dan bagaimana caranya. Dan aku sendiri adalah salah satunya yang juga merasakannya.

"Shey," panggil Caya. Dia mengikuti arah pandangku. "Lo ... suka sama dia, ya?" tanyanya.

Aku hanya menyunggingkan senyum tipis.

"Lo kalau senyum kayak gitu bikin gue merinding. Yaudah, sih, kalau gak mau jawab." Caya menunjuk hasil pekerjaannya yang kusuruh tadi. "Benar nggak?"

Aku pun melihat dan mengoreksi cara kerja dan hasilnya. "Bagus. Lo udah bisa, nih. Ada yang masih mau ditanyain nggak?" tanyaku.

Caya menggelengkan kepalanya. "Nggak ada. Ini aja yang mau gue tanyain."

"Okedeh. Kalau gitu, gue pulang dulu, ya?" pamitku. Aku langsung mengambil tas dan berjalan menuju pintu keluar. Aku menyempatkan diri untuk melirik'nya' sekali. Wajah'nya' yang putih pucat menambah kesan tersendiri bagiku.

Aku tersenyum, lalu berlalu dari kafe. Di perjalanan pulang, aku mendoakan'nya' supaya 'dia' selalu bahagia dan tidak akan pernah bersedih lagi.

-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_

See you next part :*
Jangan lupa untuk vote, comment, and share 💙

Metafora : Without Saying Goodbye ✔️Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ