Rujak

8 3 0
                                    

Tidak tahu mengapa tetapi aku sangat menginginkan rujak saat ini. Tetapi tidak ada yang bisa kuajak untuk patungan. Biasa kantung mahasiswa. Maunya pengiritan aja.

Terik matahari begitu menyilaukan netra. Kupercepat jalanku menuju indekos Qanita setelah sampai di kampus. Sepertinya aku terlalu cepat datang hari ini. Mungkin karena aku ditakdirkan menjadi anak yang terlalu rajin.

Kuketuk pintu kamar Qanita dengan barbar. Panas banget beneran. Rasanya mau berendam aja di kamar mandi. Sambil menghayalkan oppa-oppa tampan di luar sana.

"Koni buka dong, gue nggak sanggup lagi dengan ini semua. Tega banget sih lo sama gue," kataku dengan sedikit teriakan. Sepertinya tetangga Qanita akan menyerangku saat ini juga karena terlalu berisik.

"Apaan sih? Sabar kek," balasnya masih dengan piyama.

Pasti belum mandi.

"Beli rujak yuk, yang di depan gang lo aja. Gue ngidam banget nih. Lo kan sahabat terbaik gue," ucapku berusaha untuk mengacum Qanita.

Anggukan dari Qanita membuat diriku bersemangat kembali. Kutarik tangannya dengan terburu-buru hingga tiba di tangga ingin turun ke bawah. Kemudian Qanita menepuk bahuku dengan kencang.

"Gue belum pakai jilbab bodoh."

Setelah mengucapkan itu ia segera berjalan menuju kamarnya kembali. Kutepuk keningku saat menyadari Qanita hilang di balik pintu. Bodoh sekali kau Nerissa.

"Yuk!"

Lalu kami berjalan beriringan menuju bapak penjual rujak. Tiba-tiba aku teringat apa yang sudah kulakukan kemarin.

"Eh gue mau cerita," kataku memulai pembicaraan seraya mengibaskan tangan di depan wajah. Mencari sedikit kesejukan di luar sini.

"Apaan?"

Datar sekali wajah Qanita saat ini. Seperti tidak tertarik atas apa yang akan aku bicarakan. Padahal ia juga belum tahu topiknya.

"Nggak jadi deh, galak banget muka lo."

"Cerita atau gue balik lagi ke kamar?"

"Gue kemarin follow Kak Kean di mystagram." Ucapan tersebut membuat Qanita membulatkan wajahnya dan kemudian tertawa dengan kencang.

"Nggak usah ketawa bisa?" kesalku melihat hal tersebut.

"Muka lo serius banget sumpah. Nggak kuat gue."

Kudiamkan Qanita sampai kami sampai di tempat penjual rujak. Jadi nggak mood cerita.

♧♧♧

Jakarta, 21 Desember 2019

31 Days Writing Challenge 2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang