2

278 13 0
                                    


"Kak Bani" seseorang sedang berlari menyusuri koridor.

"Iya? Kenapa Za?"

"Kak Exal mana?"

"Exal?"

"Eh, eum maksudnya eh gimana ya enggh" cengiran dengan gigi putih pun muncul.

"Kog kenal Exal?"

"Nggak sengaja kenal, kemarin dasinya jatuh, mau ngembaliin tapi keburu pulang. Dia ada dikelas ga?"

"Kog tahu namanya?"

"I.. itu, liat name tagnya kemarin."

"Kog tau kelasnya?"

"Liat dari bet nya hehe. "

"Oh, dia gak masuk, lagi sakit."

"Sakit?"

"Iya, yaudah balikin besok aja, atau mau gue yang kasih ke dia?"

"Nggak usah deh" buru buru ia mencegahnya.

"Beneran?"

"Iya" ia mengangguk mantap.

"Yaudah gue ke kantin. " Khanza mengangguk.

Setelah itu, Bani pergi meninggalkan Khanza. Bani memang tak tahu apa apa tentang ini semua, dan jangan sampai tau, sebelum kak Exal sembuh. Jika ia tahu, entah apa yang akan terjadi nanti, bisa bisa Kak Bani sudah tidak mau berkawan dengannya, dan jika itu terjadi Exal mungkin akan kehilangan akal sehat, dan Khanza tidak mau itu terjadi. Pikir Khanza.  Khanza tidak pernah tau apapun yang terjadi. Semua yang dipikirkan Khanza nyatanya bertolak belakang dengan kejadian yang nyata. Sebenarnya, perkiraan Khanza itu salah, sangat salah, bahkan salah besar.

Sepulang sekolah, Khanza tak berniat langsung pulang, ia langsung menuju kerumah Exal. Entahlah, ia merasa khawatir. Bahkan ia berbohong pada Bani, bilang jika ia akan mengerjakan tugas kelompok. Padahal nyatanya tidak. Sama sekali. Ia kini turun dari angkot, masuk gang dan terlihat rumah besar nan gagah indah. Ia menuju ke pagar. Kosong. Tidak ada satpam. Ia membuka pagar. Tidak dikunci. Ia masuk. Aneh, benarkah rumah sebesar ini tidak ada yang jaga atau bahkan dikunci? Waktu itu, Exal bilang satpamnya masih pulang kampung.

Dan sampai kini mungkin masih pulang kampung, tapi tidakkah lebih baik pagarnya dikunci?. Sudahlah, itu tidak penting, sekarang saatnya masuk. Di pintu utama yang megah ia mengetuknya. Sekali duakali, tidak ada yang menyahut. Dibukanya pintu, tidak dikunci lagi!! Astaga sungguh mengesankan, memang mereka tidak takut apa, jika tiba tiba ada perampok datang?

Khanza pov

Dari arah selatan agak kebelakang ada suara orang yang ribut, sepertinya dari arah dapur. "Tenanglah, ini tidak pahit, jika pahit hanya sebentar saja, jangan manja, cepat minum, dan biarkan kakak sepupumu ini pergi kuliah Sal." Kulihat disana ada 2 laki laki sedang memunggungiku. Mereka tak tahu jika ada aku.

"Sudahlah, aku tak mau, rasanya menyiksa diri sendiri. Aku tak mau"

"Hey, kau keras kepala sekali." kuberanikan diri untuk mendekat, dengan gugup aku berdeham. Mereka menoleh, kulihat wajah pucat kak Exal, yang terlihat terkejut, dan satu laki laki dewasa mungkin berumur 22 tahun kah? Ku tak tau, ia sama terkejutnya.

"Khanza, sedang apa kau di sini?" aku diam.

"Dia siapa? Pacarmu? Benarkah? Ku kira setelah perginya...« maaf aku tidak berniat membuatmu teringat kembali." ia menunduk.

"Sudahlah, tak apa, dia hanya adik kelasku. Dan kau, boleh pergi jika kau ingin kuliah aku tak apa, ada dia juga sekarang disini, mungkin dia bisa menemaniku." katanya sambil menunjuk aku. "Kau akan menemaniku kan? Itu tujuanmu kan? " aku tetap tak berkata. Entahlah apa yg telah membuatku sepeti ini.

"Jika diam, ku anggap iya. Sudah pergilah jangan kawatirkan aku. "

"Baiklah jika sudah selesai kuliah aku akan kemari. «ia beralih memandangku «ku titip dia, dia memang susah diatur, jadi bersabarlah." selanjutnya ia pergi keluar rumah, menyisakan hanya aku dan kak Exal. Berdua.

Dia mendekati ku, ku kira ia akan menghampiriku dan menyuruhku duduk, nyatanya ia malah belok ke utara, berjalan meninggalkanku,pertamanya aku diam, tapi setelah tersadar aku tersenyum kecut lalu mengikutinya. Ternyata ia berjalan menuju ruang keluarga. Sebentar, apa? Ruang keluarga? Bukankah aku tamu? Aku tau ini ruang keluarga karena disini banyak fot foto bersama, seorang anak laki laki,1 orang pria dewasa, satu wanita dewasa. Ada juga foto sepasang kekasih yang sedang melakukan acara resepsi. Juga sorang bayi kecil laki laki yang lucu. Aku yakin sekali ini ruang keluarga. Dan soal foto foto tadi aku sudah tau. Itu pasti kedua orang tua Exal dan Exal.

Ku lihat Exal duduk disofa, ia melihatku, menepuk tempat duduk disampingnya, aku paham, dia menyuruhku duduk. Setelah aku duduk, Exal langsung membondongiku dengan pertanyaan pertanyaannya. "Apa tujuanmu kemari? Tahu darimana aku tidak sekolah? Berani sekali masuk tanpa izin? Dan mengapa kau diam saat ku tanyai tadi? Jika untuk melakukan hal hal kemarin kurasa sebaiknya kau pergi, aku sedang tak mau melakukan apapun." Ucapnya.

"Entahlah, aku tak bisa menjawab semuanya dengan serempak, dapatkah kau bertanya satu satu?" Kami berdua mengernyit, seperti ada yang aneh.

"Ah, nggak gue arrgdhhh lo ngapain disini elah." ucapnya kesal. Aku mulai paham apa yang sedang salah. Cara berkomunikasi.

"Nggak, tadinya mau mastiin aja, terus liat pager ga ada satpam, ga dikunci, punti depan juga, akhirnya ya gue masuk, eh denger ada orang ribut, terus gue samperin. Lo sakit kak?" ucapku

"Nggak, gue sehat. "

"Muka lo pucet. "

"Cuma demam."

"Oh ya? Udah makan? Udah minum obat?"

"Berisik banget, pulang aja sono"

"Gue ambilin makanan sama obat dulu ya." seperti sudah hafal letak ruang rumah ini, aku mendatangi meja makan, mengambil makan dan minum, juga obat obat. Ku bawa ke ruang sebelumnya, kak Exal diam.

"Lo jadi orang suka banget ribet sih? "

"Nggak juga gue ga suka ribet, tapi lumayan suka sama  hal yang  berhubungan dengan proses." Ku arahkan sendok utu kemulutnya, diam dan melakukan, tak menolak sama sekali. Hingga selesai makan, ia tidak banyak bicara, mungkin sesekali meminta bantuan mengambilkan air.

MH [HIATUS] Where stories live. Discover now