PROLOG (Memories Of The Wind)

414 40 9
                                    

'Baiklah, aku akan berada disana 10 menit lagi'

Mata indahnya perlahan mengerjap ketika sinar matahari pagi dari sela dedaunan menyapanya. Ia menghela nafas panjang memasok oksigen ke dalam paru-parunya, pandanganya menyapu bersih setiap sudut bangunan sekolah menegah atas di hadapanya. Langkahnya ragu, namun ia tetap berjalan menuju gerbang kokoh yang terbuka lebar bersiap menyambutnya. Perlahan berjalan diantara banyak siswa berseragam, sesekali melirik beberapa gerombolan siswi yang sedang bercanda dengan asiknya. Banyak yang menatapnya penuh tanya, beberapa juga saling berbisik memuji wanita yang sedang berjalan diantara mereka dengan pakaian yang berbeda darinya, sangat cantik. Pikir mereka.

"Berhenti menggangguku" wanita itu sedikit terkejut ketika seorang gadis di depanya berteriak kecil saat pria dengan tubuh jakungnya, menarik tas punggung milik gadis itu bermaksud untuk menggodanya. Sudut bibirnya tertarik membentuk senyum simpul, teringat sesuatu dari serpihan kenanganya.

Senyumnya bertambah lebar ketika ia mulai berjalan menelusuri lorong yang sudah mulai sepi, karena jam pelajaran pertama sudah dimulai 15 menit yang lalu. Matanya belum bosan untuk menelusuri setiap detail bangunan sekolah yang banyak menyimpan kenanganya.

'Tidak ada yang berubah'

Wanita itu mulai melangkah dengan pasti menuju satu gedung yang berada di paling belakang sekolah, bangunan kokoh dengan warna cat putih tulang yang berhadapan langsung dengan lapangan basket outdoor. Ia tersenyum senang, ketika mata indahnya mengintip dari balik pintu kaca, terlihat beberapa buku yang tertata rapi sesuai dengan tipe tiap bukunya. Ia tahu siapa orang yang menatanya 'Ia bahkan masih sangat kuat untuk menata semua bukunya, bukankah dia selalu mengeluh karena pinggangnya sakit' Ia tersenyum lagi untuk kesekian kalinya, ketika beberapa kenanganya muncul kembali kepermukaan otaknya.

Setelah ia dipersilahkan masuk oleh penjaga, ia dengan segera melangkah menuju spot terbaik baginya. Berdiri tegak diantara rak buku dekat jendela yang mengarah langsung lapangan basket. Pandanganya masih belum berhenti untuk mengabsen setiap inci bangunan dan debu yang berada di dalam gedung favoritnya. Tidak ada perubahan yang signifikan disana kecuali beberapa tambahan rak karena tambahan beberapa buku baru setiap tahunya. Warna dindingnya juga diganti, ia teringat dahulu ia selalu mengeluh karena cat dindingnya berwarna kuning, terlalu menyakiti mata untuknya. Sekarang dinding itu didominasi warna putih tulang, jauh lebih baik ucapnya dalam hati.

"Hei" sapa seseorang cukup membuatnya terkejut, ia begitu familiar dengan suara si penyapa , ia menoleh, dan tebakanya benar. Dia seseorang yang begitu ia rindukan. Tersenyum menyapanya, senyum yang masih menjadi favoritnya. Ia membalas nya dengan senyuman terbaiknya. Keduanya masih mematung, enggan untuk memulai melangkah lebih dekat, menikmati setiap detik yang mereka lewatkan beberapa tahun lalu. Dan beberapa kenangan mulai kembali mengusik keduanya.

THE DAY WE MEET AGAINUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum