Part 12

38.3K 4K 111
                                    

Kayla deg-degan luar biasa. Ia remas jemarinya berulang. Air mukanya tak bisa menyembunyikan kecemasan yang ada. Sekian tahun ia sulit berdamai dengan realita. Sekian tahun ia mencoba menghapus jejak sang ayah. Namun segala yang pernah terukir tak akan mudah terhapus begitu saja.

Laki-laki itu memang penyumbang terbesar akan penderitaan sang ibu hingga akhir hayat. Laki-laki itu yang menggoreskan luka begitu dalam, hingga ia sering bertanya, apakah seorang ayah memang seperti ini? Memikirkan kesenangan pribadi dan abai pada keluarga.

Pernah di satu fase dia mempertanyakan jalan hidupnya. Kenapa ia punya ayah seorang pembunuh? Semua teman mengejeknya dan bahkan jarang yang mau berteman dengannya. Ia tumbuh menjadi pribadi tertutup dan tak percaya diri. Bahkan saat pindah ke Purwokerto, tak ada satu pun teman seangkatan yang menanyakan kabar apalagi mencari tahu tentang dirinya.

Sejak kecil ia sering merasa sendiri, kesepian, tak berarti. Ia patut bersyukur bisa bertahan sejauh ini, terlebih ia pernah mengalami masa-masa sulit. Kini ia seakan kembali membuka luka lama. Duduk menunggu seseorang yang ia anggap sudah menghancurkan hidupnya.

Ketika sosok itu berjalan ke arahnya, hati Kayla seketika bergemuruh. Ada tangis yang meraung di dalam, tapi ia mencoba bersikap setenang mungkin dan tak mau menunjukkan emosi berlebih.

Laki-laki yang dulu tampak gagah dengan tubuh kekar dan tato menghiasi lengannya, kini tampak layaknya bapak-bapak tua yang tak lagi memiliki tatapan tajam dan tampang gahar. Wajahnya jauh lebih bersih meski telah dihiasi kerut-kerut tanda usia yang semakin menua. Tubuhnya lebih kurus, rambutnya mulai beruban, dan matanya terlihat sayu. Untuk sesaat Kayla membeku, tak sanggup berkata-kata.

Laki-laki yang telah kehilangan image sangarnya merasa terkejut luar biasa melihat sang putri sudah tumbuh dewasa. Wajah itu masih bisa ia kenali dengan baik karena tak ada perubahan berarti kecuali warna kulit yang lebih cerah dan tak ada lagi ekspresi takut seperti yang dulu sering Kayla tunjukkan kala melihatnya.

Matanya beralih menelisik sosok pria yang duduk di sebelah putrinya. Sejenak ia berpikir, apakah laki-laki itu yang menjadi tambatan putrinya dan siap melindunginya? Ada hati yang bergerimis dengan segala rasa berkecamuk di ruang sanubari terdalam. Satu hal yang ia sadari benar bahwa demi apapun juga ia tak akan mampu mengulang waktu. Putrinya tak akan kembali menjadi anak lima tahun, dan ia juga tak akan kembali ke masa itu, di mana ia punya kesempatan untuk menebus semua yang telah hilang. Ah, jika waktu bisa diputar ulang, dia kan menemani putrinya lebih lama, menyanyikan lagu pengantar tidur atau membacakan cerita. Kini tangan mungil itu akan ada yang memiliki, yang akan menuntunnya di setiap keadaan. Waktu berjalan lebih cepat. Putri kecil itu telah dewasa, sedang dirinya telah menua, dan waktu tinggallah waktu, tak bisa berkompromi karena yang ia tahu hanyalah bergerak maju.

Bagas berdiri dan menjabat tangan calon ayah mertua dengan sopan. Ia melirik Kayla seolah memberi tanda agar kekasihnya ini menjabat tangan sang ayah.

Kayla hanya mematung, mencoba menutup segala luka yang kembali tergores. Ia pernah bersumpah, tak akan bicara dengan ayahnya lagi, tak akan peduli padanya, dan tak akan memikirkannya. Ia ingin bersikap abai layaknya sang ayah yang dulu mengabaikannya. Namun ia hanya manusia, yang sudah fitrahnya memiliki naluri dan perasaan. Bagaimana bisa ia menutup hati sementara di hadapannya duduk seseorang yang meski begitu buruk di masa lalu, tapi dalam tubuhnya mengalir darah pria itu.

"Kayla, apa kabar, Nak? Ayah senang sekali kamu mau datang. Kamu sudah sebesar ini." Ada bulir sebening kristal yang menggenang di sudut matanya.

Kayla masih membisu. Ia menyadari satu hal, suara sang ayah terdengar lebih parau.

"Kay, ayo bersalaman dengan ayahmu. Kamu udah lama banget nggak ketemu ayahmu, masa kamu diam saja seperti ini?" Bagas menatap Kayla yang duduk dengan tatapan kosong, entah bermuara di mana.

Mantan Dosen Pembimbing (Completed)Where stories live. Discover now