Aku Hanya Ingin Bersamanya

3 0 0
                                    


♥-♥-♥-♥

Clara Boone merapikan dan mengikat sabuk pada coat coklat yang dikenakannya. Membuat tubuhnya tertutup rapat oleh coat tebal itu. Ia tak mungkin menunjukkan gaun v-neck seksi yang dikenakannya dibalik coat-nya. Sepulang kerja, ia berencana melakukan kencan dengan Sebastian. Terlalu malas rasanya jika ia harus pulang kerumah untuk berganti baju. Dan memakainya selama kerja adalah satu-satunya cara terbaik.

Kali ini Clara benar-benar harus menghadap Mr. Hitchcock untuk memintanya memberikan tambahan waktu satu hari untuk artikel yang harus ditampilkan besok. Ia sudah melakukan negosiasi dengan kepala redaksi, namun semuanya percuma. Adam Walter orang yang terlalu kaku jika itu berhubungan dengan schedule berita. Dan... terpaksa ia harus memintanya langsung pada Mr. Hitchcock dan berharap atasannya itu akan mengerti betapa banyak tugas yang diambil alihnya akhir-akhir ini. Tulisan Natalie yang terbengkalai dan pekerjaan Anna Bratton sebagai editor yang dibebankan padanya karena Anna harus pergi ke Washington untuk mengobati hidungnya. Clara semakin yakin jika hidung mancung milik Anna bukanlah asli seperti miliknya.

"Baiklah. Asalkan semua artikel untuk besok cukup bisa menarik para pembaca." Ucap Mr. Hitchcock menyetujui permintaan Clara.

"Terima kasih Mr. Hitchcock. Aku pastikan artikel dan berita untuk besok adalah yang terbaik melebihi milik New York Times."

"Tak hanya bagi Natalie, kematian Mark pastinya juga berat untukmu."

"Iya, anda benar Mr. Hitchcock. Tak hanya kehilangan sepupu, aku juga merasa seperti aku kehilangan Natalie yang sudah kuanggap seperti adikku sendiri."

"Semua butuh proses. Seiring berjalannya waktu, ia akan bisa merelakan kepergian Mark. Karena aku juga pernah kehilangan orang yang kucintai."

"Itu yang aku harapkan."

"Oh iya, sejak kapan Natalie Prchal pulang?"

"Pulang? Dari rumah sakit? Bukankah kemarin anda ikut mengunjunginya saat ia hendak pulang dari rumah sakit?" Clara melanjutkan. "Dia sudah di flat-nya."

Mr. Hitchcock menggeleng cepat. "Bukan. Beberapa menit yang lalu ia datang kesini dan menyerahkan surat pengunduran diri. Aku sudah mengatakan jika ia bisa mengambil cuti beberapa hari jika belum sehat tapi ia menolak." Mr. Hitchcock mengernyitkan dahinya mengingat kalimat lain yang diucapkan Natalie. "Ahh... dan ia juga berkata ia harus pergi ketempat yang cukup jauh."

Clara mengernyitkan dahi. Jika Natalie datang ke kantor, kenapa Natalie tak menemuinya? Lalu kenapa Natalie memutuskan untuk resign? Padahal Natalie sangat menyukai pekerjaan ini. Bahkan setelah menerima lamaran Mark, Natalie tetap ingin bekerja di LA Times sebagai editor outdoor.

Apa yang dipikirkan Natalie? Lalu kemana gadis itu akan pergi? Ke Korea kah?

"Katakan padanya jika akan kuanggap aku tidak pernah menerima surat pengunduran dirinya. Jadi dia bisa kembali sewaktu-waktu."

Clara mengangguk ringan. "Terima kasih."

Setelah keluar dari ruangan Mr. Hitchcock, Clara bergegas mengeluarkan ponselnya dan menekan tombol 3. Panggilan cepat itu menuju pada ponsel Natalie.

Pada bunyi nada sambungan ketiga, suara Natalie terdengar. Serak dan berat. "Yang kulakukan benar kan, Clara? Aku terlalu mencintainya. Aku hanya ingin bersamanya."

"Demi Tuhan, apa yang akan kau lakukan Nat?" suara Clara yang cukup keras membuat beberapa orang menatapnya dengan cemas. Tak hanya mereka, Clara pun semakin cemas dan merasa takut.

Kau ada dimana Nat?

♥-♥-♥-♥

Wanita tua itu terlihat begitu aktif memasukkan beberapa pakaian dan hadiah yang sudah disiapkannya sejak kemarin. Meskipun usianya sudah 60 tahun, ia sangat menjaga penampilan dan pola makannya. Sehingga tak terlalu banyak kerutan yang menghiasi wajahnya dan tak ada rambut putih yang terlihat dikepalanya.

"Apa kau sudah bersiap? Cepatlah, kita bisa tertinggal pesawat." Tanyanya pada seorang pria paruh baya yang berdiri diambang pintu kamar wanita itu.

"Eomma, jadwal keberangkatan kita masih 2 jam lagi. Tenanglah sedikit."

Seo Jung menoleh dan menatap tajam pada putranya itu. "Jika bukan karena hotelmu itu, harusnya kita sudah berangkat sejak kemarin."

Tak ingin berdebat, Jung Min mengangguk pasrah. "Baiklah, aku minta maaf."

Seo Jung mendecakkan lidahnya dan kembali menata koper yang akan dibawanya ke California hari ini. Ia bergumam pelan dan mengeluhkan segala hal sambil melakukan aktifitasnya. Mulai dari kebodohannya yang menuruti Jung Min untuk menunda keberangkatannya, sampai memaki tas kopernya yang tidak bisa menutup karena banyaknya barang yang berada didalamnya. Hingga mau tak mau membuat Jung Min tertawa kecil. Melihat ibunya masih sehat, melihat ibunya tertawa dan melihat ibunya mengeluhkan berbagai macam hal. Itulah alasan kenapa ia bisa bertahan hidup tanpa kehadiran Cecillia dan Natalie. Dua orang yang sangat berharga baginya setelah ibunya. Perpisahannya dengan Cecillia, bukanlah keinginannya. Ia sangat mencintai gadis yang dinikahinya 25 tahun yang lalu di New York, terlebih Natalie – buah cinta mereka. Tapi ada kalanya perpisahan adalah jalan yang terbaik. Itulah yang dipikirkannya hingga membuatnya melepaskan Cecillia dan membuat istrinya itu membawa Natalie untuk pergi dari Korea.

Dering suara ponselnya, menghentikan keluhan Seo Jung kala itu. Panggilan internasional dan ia bergegas mengangkatnya. Antara masalah bisnis atau Natalie yang meneleponnya untuk menceritakan debar jantungnya menjelang pernikahan atau bisa jadi untuk bertanya sesuatu tentang persiapan pernikahan. Tinggal jauh dari Natalie, membuat Seo Jung sering uring-uringan tidak jelas. Apalagi saat ia tidak bisa ikut melihat perubahan dan hal-hal besar yang terjadi pada cucunya itu. Seperti saat Natalie wisuda, saat diterima kerja di LA Times, saat Natalie menjalani hari tanpa ibunya dan saat Natalie dilamar Mark. Tapi ia tahu jika itu sudah menjadi keputusan Cecillia Prchal untuk hidup mandiri bersama Natalie.

"Halmeoni..." sapa suara itu.

Ia tahu dengan pasti siapa pemilik suara itu. Bukan cuma dari logat Korea-nya yang aneh, tapi juga karena hanya ada 3 orang yang memanggilnya dengan sebutan nenek. Natalie, Mark dan Clara. Dan ia tahu jika pemilik logat buruk itu adalah Clara.

"Kumohon, tolong Natalie. Aku mohon..."

Seo Jung menahan napas. Suara Clara sedang terisak dan ia tahu ada yang salah. "Kenapa dengan Natalie?"

"Mark..." Clara menarik napas. "... ia meninggal dalam kecelakaan 3 hari yang lalu dan Natalie... dia..." suara Clara mulai menghilang karena airmata yang mulai menyekat kerongkongannya.

"Katakan padaku, Clara. Apa yang terjadi pada cucuku?" Mata Seo Jung yang kini menatap Jung Min mulai berkaca-kaca. Ia mencoba mengatur napasnya untuk mengantisipasi kalimat lanjutan yang akan diucapkan Clara. Hingga tanpa sadar ia telah meremas syal kesayangannya hingga lusuh.

"Eomma, katakan padaku apa yang terjadi dengan Natalie?" tanya Jung Min cemas namun hanya dibalas kebungkaman dan airmata oleh ibunya.

"Katakan padaku dia baik-baik saja kan? Cucuku baik-baik saja kan?" tanya Seo Jung sedikit berteriak dan cemas.

Clara menarik napas dalam-dalam dan suara tarikan napas itu dapat didengar jelas oleh Seo Jung. "Natalie mengalami depresi hebat dan... dan dia... dia berusaha mengakhiri hidupnya."

Seiring dengan berakhirnya kata-kata Clara, dunia tampak remang dan berputar dikepala Seo Jung. Ia mengulang-ulang kata-kata Clara dalam benaknya.

'Mengalami depresi hebat dan berusaha mengakhiri hidupnya... Natalie tidak akan melakukan itu. Ia adalah gadis yang selalu berpikir positif. Bukankah saat kematian ibu yang sangat disayanginya, ia masih bisa bertahan meskipun ia begitu terpukul dan terpuruk?'

Sekelilingnya kini semakin remang. Dan dalam hitungan detik, Seo Jung terjatuh diatas tempat tidurnya.

Another MemoriesWhere stories live. Discover now