DUAPULUH

17 2 0
                                    

"If we're meant to be
Yeah we'll find our way
But now let it be"

-I love You But I'm Letting Go- Pamungkas.

======

"Kita nggak bisa jalan bareng lagi di luar jam sekolah. Maaf ya." Finka bertopang dagu, menatap lurus ke arah Arka.

Arka mendongak, menutup buku dihadapannya. Balik menatap Finka yang duduk disebrangnya. Buku yang cewek itu baca juga sudah tertutup rapat. Saat ini keduanya sedang berada di perpustakaan sekolah. Belajar. Padahal jam istirahat seharusnya dipakai buat ke kantin atau sekedar nongkrong-nongkrong didepan kelas sambil godain cewek yang lewat. Seperti yang sering Ivan lakukan. Arka tidak pernah ikutan. Ini serius.

Namun disini lah Arka. Menemani Finka yang notabenya adalah pacarnya, untuk belajar. Sebenarnya Arka tidak begitu keberatan, karena dirinya sendiri pun suka membaca. Tapi kalau setiap hari, bosan juga.

"Ujian kenaikan kelas sebentar lagi. Papa nambahin jadwal bimbelku. Biar nilai aku tetap stabil. Dan nantinya bisa tembus kedokteran UI." tutur Finka menjelaskan.

Arka mengangguk mengerti. Kehidupan Finka memang tentang belajar, belajar, dan belajar. Dunianya hanya sebatas sekolah dan tempat bimbel. Kadang Arka salut dengan gadis itu, bisa menjalani kehidupan yang menurutnya monoton. Tidak ada waktu untuk sekedar hangout dengan teman, seperti yang dilakukan anak-anak lain. Belajar memang bagus sih, tapi maksud Arka, Finka ini nyaris setiap hari ada jadwal bimbel. Arka tahu, karena terkadang ia mengantar jemput Finka. Dan sekarang jadwalnya di tambah lagi. Arka yakin sekarang Finka benar-benar mengikuti bimbel setiap hari.

Menurut Arka, ada dua jenis manusia pintar di dunia ini. Pertama, manusia yang terlahir memang sudah ditakdirkan pintar, seperti Sunny. Walaupun nyaris tidak pernah ada waktu untuk belajar karena kerja part time, tapi nilainya selalu stabil dan tetap bisa mendapat ranking satu di kelas. Dan yang kedua, manusia yang mau pintar dengan berusaha keras belajar mati-matian, seperti Finka dan Arka tentu saja.

Papa Finka yang profesinya adalah seorang dokter, menuntut gadis itu agar nanti menjadi dokter pula. Terkadang Arka bertanya-tanya, apakah ini yang gadis itu mau? Apa menjadi dokter adalah keinginanya juga? Apa ia senang melakukan ini?

"Kamu nggak apa-apa kalau harus bimbel setiap hari?" tanya Arka memastikan.

Finka mengembangkan senyum. Senyum yang seperti biasa, lembut dan manis. "Ya nggak apa-apa. Ini kan buat kebaikan aku juga. Kalau nilaiku anjlok mana bisa keterima di kedokteran."

Bukan rahasia umum lagi kalau passing grade untuk diterima di Fakultas Kedoteran memang harus tinggi. Dan Arka sudah menyimpulkan kalau Finka memang menyukai ini tanpa unsur pakasaan. Gadis itu memang suka melakukannya.

Bersama Finka semuanya teratur. Gadis itu hidup dalam keteraturan yang rapi. Finka tau bagaimana kapan ia harus melakukan yang menurutnya penting. Gadis itu mungkin saja mempunyai 'list I have to do' yang Arka tidak tahu . Melihat Finka, Arka seperti melihat dirinya sendiri.

Mungkin Arka akan menjadi persis seperti Finka bila saja ia tidak mengenal Sunny. Sunny adalah definisi kekacauan paling indah yang datang dalam hidup Arka. Dan Arka butuh kekacauan itu. Seperti memiliki zat Addictive yang membuat ia candu.

Bila mengingat Sunny, hati Arka berdenyut. Sakit. Arka marah. Disaat terendah dan terpuruknya Sunny tidak ada. Di saat Arka butuh seseorang disampingnya, Sunny tidak bisa. Disaat hatinya hancur karena kepergian Papa, Sunny malah bersama Darel.

Dan yang membantu Arka disaat terpuruknya adalah Finka. Ia tidak tau akan seperti apa bila tidak ada gadis itu. Semuanya seperti mimpi buruk. Arka seolah seperti penumpang kapal yang kehilangan Nahkodanya. Terombang-ambing. Tak tentu arah. Tapi, Finka membantunya bangkit, dan mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja.

Back To YouNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ