13. DEVANO [REPOST]

Comenzar desde el principio
                                    

"Senyum lo manis, jangan kasih liat cowok lain. Senyum ini cuma milik gue. Paham."

Tidak! Ia tak boleh lengah dengan laki laki mesum ini. Ia harus membuat tameng lebih besar lagi untuk menghalau rasa baper di hatinya saat Devan berkali kali membuatnya terbawa perasan.

Ia sudah mengambil ancang-acang bila mana dirinya akan mendapatkan tamparan dari gadisnya itu.

Dengan sigap tanganya menangkap tangan mungil yang akan menampar pipi tirusnya.

"Mau nampar? Nggak semudah itu, sayang." Devan meletakan tangan mungil itu pangkuannya. Kemudian di tatapnya manik ke coklatan milik gadis di sampingnya ini dengan intens.

"Jangan macem-macem! Diem, nurut apa perintah gue Vi, bisa?"

Viona mengangguk angguk paham mengerti apa yang Devan ucapkan. nyalinya selalu menciut saat Devan menatapnya dengan tajam.

"Tadi lo ngapain?" tanya Viona dengan nada hati-hati.

"Bukan apa-apa."

Jika terus begini, otak polosnya akan benar benar teracuni dengan otak mesum laki-laki menyebalkan di sampingnya ini.

"Lo harus tau Vi, gue cowok normal,"

"Van, jangan deket-deket," cicit Viona dengan menjauhkan wajahnya dari hadapan Devan.

"Kenapa? Hm?"

Sepertinya Viona harus memeriksakan jantungnya kedokter setelah ini. Jantungnya benar-benar bermasalah saat berdekatan dengan Devan.

"Devan!!" Viona berusaha mengahalau kepala Devan yang sangat senang berlama lama di leher jenjangnya.

Dert!! Dert!!

Mendadak Hanphone berlogo Apple milik Devan bergetar. Buru-buru Devan merogoh saku bajunya hingga benda pipih itu keluar.

Viona bernapas lega. Berkat hanphone milik Devan itu, dirinya bisa terlepas cengkraman Devan.

"Halo!"

"Iya, gue kesana sekarang."

Setelah menutup ponselnya, Devan menatap Viona dengan tatapan tajam. Di cengkramannya pergelangan tangan gadis itu hingga ruang merah terlihat jelas.

"Devan, sakit!!" cicit Viona dengan suara tertahan karena menahan sakit di pergelangan tanganya.

"Turun!" titah Devan dengan nada tenang namun terkesan dingin.

Apa? Dia nyuruh gue turun? Dijalanan? Nggak salah?

Viona menatap Devan tak percaya. Bisa bisanya laki laki itu menurunkan seorang cewek di jalan dengan keadaan jalanan yang sepi?

"Lo nyuruh gue turun disini?" kesal Viona dengan memanyunkan bibirnya.

"Hm!"

"Devan, disini sepi. Lagipula ini jalan mana? Gue nggak tau, dan ini juga bukan jalan arah ke rumah gue!"
Viona mulai terisak dengan kedua tanganya yang menutupi seluruh wajahnya.

"Lo takut gue apa-apain kan? Kalau gitu mending turun."

"Tapi,-"

"Disini sepi Devan, gue takut. Lo tega?!"

Devan menghela nafas kasar. Gadis yang di klaimnya sebagai pacar ini ternyata cengeng. Devan tak habis pikir, bisa-bisanya dirinya ingin menurunkan gadis lugu dan polos ini di tengah jalan. Emosinya benar benar tak bisa di kontrol bila sudah dipuncaknya. Panggilan telfon lima menit yang lalu membuat darah Devan mendidih seketika. Hingga gadis polos dan lugu di sampingnya ini hampir menjadi pelampiasannya.

DEVANO [TERBIT]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora