PART 39

1.2K 95 11
                                    

"Aku akan memberitahu Khandra tentang kebenaran kami." Jelas Auriga kepada Ayahnya.

"Kau sudah berkonsultasi dengan Dokternya?" Aries Sangaji bertanya.

Auriga tidak menjawab.

"Kau dilarang bertindak gegabah, Riga." Ayahnya menasehati. "Satu kesalahan yang kau buat, akan membuat segalanya menjadi kacau bagi Khandra. Kau tau bagaimana rapuhnya kondisi mental Khandra."

"Aku tidak mengerti, Yah." Auriga berucap frustasi. Nampak betul wajah tertekannya ketika mengatakan hal tersebut. "Aku benar-benar merasa serba salah. Di satu sisi aku merasa Khandra pantas melupakanku dan memperoleh kebahagiaan lain. Di sisi yang lain, aku merasa ia berhak untuk mengetahui kenyataannya dan berhenti hidup dalam dunia penuh kebohongan ini.

"Hanya saja... Aku merasa tidak layak bagi gadis itu. Aku merasa tidak pantas untuknya."

Aries Sangaji mendekat kepada Auriga. Ia menepuk bahu anak lelakinya yang tampak benar-benar frustasi tersebut.

"Seburuk apapun dirimu, Khandra sangat mencintaimu, Ga. Bahkan meski ia melupakanmu, sorot matanya tidak pernah mendingin untukmu. Ia bahkan tidak melihat Pratama yang dipikirnya sebagai suaminya itu dengan sorot mata yang sama sepertimu."

Auriga mengusap wajahnya dengan kasar.

"Lelaki sepertiku tidak pantas menjadi suami dari wanita sebaik Khandra, Yah... Aku merasa berkecil hati dengan keadaan ini. Aku bahkan tidak mencintainya, tetapi dalam keadaan seperti ini pun, Khandra benar-benar membutuhkanku disisinya. Aku...."

"Riga." Sebuah suara terkejut memanggil namanya.

Auriga dan Aries Sangaji menoleh bersamaan.

Mereka mendapati Khandra berdiri di ujung pintu. Dengan tatapan mata penuh rasa ingin tahu, bercampur dengan mimik wajah terkejut sekaligus bingung.

Mereka terkejut karena pukul dua dini hari seperti ini, Khandra masih terjaga. Memergoki Ayah dan Anak yang sedang berdiskusi perihal dirinya tersebut.

"Khandra.." Seru Auriga dan berjalan mendekat kepada Khandra.

"Apa yang kau katakan barusan itu benar?" Cecar Khandra. "Bahwa kaulah suamiku yang sebenarnya dan bukan Pratama?"

Auriga tidak menjawab. Ia tetap berusaha mendekat kepada Khandra.

"Jawab aku Ga?!"

"Aku bisa menjelaskannya padamu, Ndra." Ia mengulurkan tangannya. "Kemarilah, kita bicarakan semuanya dengan baik-baik."

"Kemarilah Khandra." Kali ini Aries Sangajilah yang merayu Khandra. "Biar Ayah jelaskan kepadamu."

"Ayah?" Tanya Khandra bingung. "Jadi benar, suamiku adalah Auriga? Dan Om Aries adalah Ayah Mertuaku?" Seketika Khandra merasakan sakit di kepalanya. Ia menyentuh pelipisnya dan meringis nyeri. "Sebenarnya ada apa ini? Coba jelaskan kepadaku Auriga."

Auriga sudah berdiri di hadapan Khandra. Ia menyentuh kening wanita itu dan mengusapnya perlahan. "Aku akan jelaskan semuanya padamu, Ndra... Tetapi kau harus berjanji untuk menenangkan dirimu."

Auriga takut Khandra bersikap buruk. Ia tidak lupa bahwa gadis itu menderita bipolar. Apapun mungkin terjadi jika Khandra tidak menyukai situasi ini.

Ia mencoba menenangkan Khandra.

Auriga meraih sesuatu dari dalam saku celananya. Sebuah handphone. Ia memperlihatkan foto yang berada di galeri fotonya kepada Khandra.

Ia tau, hari seperti ini, hari dimana ia akan menjelaskan semuanya kepada Khandra pasti akan tiba. Jadi ia sudah mempersiapkan foto ini sebagai bukti kepada Khandra.

Marrying Mr. SangajiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang