Bab III: Bukit Riddown

11 0 0
                                    

Motel Betterhill, 3 hari sebelum kejadian.

"Kau mau kopi?" tanya Borneo, yang sedang menuang kopi dari teko panas ke dalam cangkirnya.

"Tidak," jawab Raven enggan. Ia lalu meneguk air dari gelasnya.

Hari itu hari ketiga mereka di motel, mereka sedang sarapan di kantin motel yang disediakan Kakek Henry. Dibilang kantin pun sebenarnya hanya ruang makan biasa dengan pantry kecil, tempat Raven tadi memanggang roti dan Borneo membuat kopi panas. Sudah sejak kemarin mereka sarapan di kantin motel, mengingat Sasha's baru buka pukul 10 pagi, dan tidak ada rumah makan lain di sekitar motel.

Kemarin Borneo berhasil membujuk Raven untuk melihat-lihat kota dengan alasan ia harus mengirim kartu pos ke kolega-koleganya ("Mereka harus tahu kalau aku masih hidup," kata Borneo.). Mereka mengendarai mobil menyusuri jalanan (Lee memberi mereka peta wisata Rosecoast), mencari kantor pos Rosecoast.

Kantor pos itu sepi, kecil dan kuno, seperti kebanyakan bangunan di Rosecoast. Dindingnya tersusun dari bata yang sepertinya sengaja tidak dilapis. Pilar-pilar menyokong langit-langitnya yang rendah. Petugas kantor pos yang sudah tua menyambut mereka dengan ramah.

"Oh, bagus, mereka punya peta kota," kata Borneo senang, mengambil beberapa peta untuk kota-kota di sekitar Rosecoast. "Berapa harganya, Pak?"

Sementara Borneo mengobrol dengan petugas, Raven melihat-lihat deretan kartu pos di etalase. Semuanya bertuliskan ROSECOAST dan hampir semuanya adalah foto pemandangan yang sepertinya diambil dari atas bukit, di siang hari maupun malam hari.

"Hei Raven, kamu mau kirim kartu juga?" tanya Borneo, yang sekarang sedang menulis di atas kartu pos. Di hadapannya ada sekitar enam-tujuh kartu yang masih kosong.

Sahabatnya menggeleng pelan, mengingat ia merasa tidak punya kenalan yang mungkin akan merasa senang ketika dikirimi Raven kartu pos.

"Beli saja satu, untuk kenang-kenangan," kata Borneo, yang disetujui petugas kantor pos. Pria itu lalu menghampiri Raven yang tampaknya masih bingung melihat macam-macam kartu.

"Silakan," kata pria itu. "Semua kartu pos ini adalah foto yang diambil dari Bukit Riddown, tempat wisata Rosecoast."

"Oh! Itu bukit tempat kita akan hiking, Raven," ujar Borneo memberi informasi. "Aku sudah ambil beberapa brosur," ia mengacungkan tiga atau empat kertas bergambar.

Petugas kantor pos mengangguk. "Tempatnya rindang dan bersih. Letaknya di dekat hutan kota, jadi kalian harus melewati hutan untuk kesana."

Raven manggut-manggut. Ia lalu memilih kartu pos dengan foto hamparan padang bunga berwarna cerah.

"Ah! Ini taman bunga milik walikota. Biasanya dibuka untuk umum, tetapi bulan ini sepertinya bunga-bunga itu sedang kering," ujar petugas kantor pos itu.

Raven mengingat lagi perkataan petugas kantor pos sembari mengunyah roti. Ia membawa kartupos padang bunga-nya, yang sejak kemarin masih ada di saku jaket.

"Hey, Borneo," celetuk Raven. "Sebenarnya kota macam apa sih tempat kita berlibur ini?"

"Hm? Rosecoast. Ada kan di kartuposmu."

"Kamu tahu bukan itu yang aku maksud."

"Santai, Raven. Ini hanya kota kecil di pinggir provinsi, dengan orang-orang yang maniak football SMA, dan walikota penyuka bunga mawar."

"Itu dia. Maksudku, sepertinya ini bukan tempat untuk wisata. Ini cuma kota kecil yang gersang,"

"Oleh karena itu, besok kita hiking! Kalau melihat review-nya sih, disana cukup teduh dan pemandangannya bagus," jawab Borneo, meneguk kopi.

Between The Purple Dawn (Bahasa Ver.)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang