DS 08 - Getaran

4.3K 392 27
                                    

"BIMA!!!" pekik Luna tidak peduli dengan orang-orang di sekelilingnya. Tidak peduli juga ada Bu Hani yang sekarang hanya bisa geleng-geleng kepala. Luna bangkit dan langsung mengejar Bima untuk membalas perbuatannya, biarpun ia sadar langkahnya dengan Bima tidak akan pernah seimbang.

"Ciieee dikejaaar!!!" sorak seantero kelas.

Luna tidak menghiraukannya. Ia terus mengejar Bima, setidaknya melayangkan pukulan di tubuh cowok tengil itu sudah membuatnya cukup. Namun jauh dari kata duga, Bima malah terus meledeknya. Menjulurkan lidahnya dan terus membuat Luna semakin kesal. Wajah cewek itu pun mulai merah padam seperti udang rebus.

"Bokong doang yang digedein. Giliran dibawa lari malah ngeguling," kelakar Bima tertawa puas saat berhasil melewati Luna yang siap memangsanya di putaran ketiga.

"BIMA!!!"

"Kenapa sayang? Gak bisa lari ya? Guling-gulingan aja kalo gak bisa," ledek Bima.

Luna merunduk. Ia memegang lututnya dengan napas tersengal. Mengejar Bima memang bukan tandingannya. Bima sudah mendapatkan putaran kelima. Sedangkan dirinya, baru dua putaran saja rasanya sudah ingin pingsan.

Plak!

Rasa peras merambat ke seluruh indra perasa tubuhnya tepat di bagian pantat. Bima memukul pantatnya dengan tidak pedulinya.

Hal itu membuat Luna lantas menggeram kesal. Kedua tangannya mengepal erat, puncak kekesalannya seperti sudah meletup-letupkan ubun-ubunnya. "Iiiiihhhhhhh," geramnya meremas tangannya dengan kuat dan menghentak-hentakkan kakinya. Bima sudah semakin mendekat, kini saatnya ia bersiap-siap untuk menghadang cowok itu dan membalas semuanya.

Luna sudah siap memasang badan dan menyiapkan tangannya untuk menarik Bima lalu melayangkan pukulannya. Namun sayang, Bima tidak semudah itu untuk ia hentikan bahkan dengan begitu mudahnya Bima bisa terlepas dari cengkeramannya lalu menyeringai penuh kemenangan.

Tidak menyerah sampai di sini, Luna memutuskan untuk mengejar Bima dengan seribu langkah tercepat yang pernah ia miliki. Mengejar Bima hingga tak terasa satu putaran bisa ia lewatin dengan waktu yang lebih cepat. Hah, apalah daya, kurang berolahraga membuatnya mudah tersengal dan memperlambat kecepatan langkah larinya.

"Jangan pingsan, Lun. Berat, lo kebanyakan dosa," teriak Bima melewati Luna begitu saja.

Luna tidak menggubrisnya. Ia sibuk mengatur napasnya yang tersengal-sengal agar tetap bisa berlari dan menyelesaikan hukumannya. Persetan dengan pembalasan untuk Bima, itu bisa ia lakukan di lain waktu. Sekarang misinya, selesaikan putaran ke empatnya yang masih menyisakan enam putaran lagi. Bima terlihat semakin mendekat lagi dengan kecepatan larinya yang terlihat lebih konstan dari sebelumnya.

Namun hal tak terduga yang Bima lakukan nyaris membuatnya terjungkal. Cowok itu menghentikan laju larinya tepat di hadapan Luna dengan posisinya yang merunduk, seperti memasang badan untuk membawa Luna berlari di gendongannya.

"Bima! Turunin gue!" pekik Luna memukuli bahu Bima dan berusaha sekuat tenaga untuk turun dari gendongan Bima.

"Sekali lagi lo mukul gue. Gue lempar lo ke kawah Ijen!" seru Bima dengan ancamannya yang lebih condong ke sebuah lawakan.

"Gue gak peduli! Turunin gue!" pekik Luna lagi masih memukuli Bima.

"Kenapa? Takut gue kecapean ya? Perhatian banget sih lo," kelakar Bima tidak peduli.

"Nyebelin banget sih lo?!"

"Nyenengin kali."

"Nyebelin!"

"Nyenengin."

"Terserah lo!"

"Emang terserah gue."

Luna mendengus kasar. Sekali lagi ia memukuli pundak Bima dengan brutal agar cowok itu mau menurunkannya. "Turunin gue, Bima!"

DANKE SCHÖNजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें