"Lima menit lagi, bu..."
Setelah mengatakan itu, tidak terdengar lagi suara aduhay menggelegar dari ibunya. Ayu pun kembali terlelap dibuai mimpi.
"AWWW, SAKIT BU SAKIT!" Teriak Ayu.
Ibunya terus memukul kaki, tangan, bahu, dan kepalanya menngunakan gagang sapu ijuk.
"Makanya jadi anak bisanya jangan cuma nyusahin orangtua. Disuruh ini-itu gak mau, banyak alasan. Gua aja yang udah nyari duit buat lu makan gak ngeluh!" Bentak ibunya.
"Rasakeun ku siah tah!" Ibunya terus memukul bagian kakinya. Hingga pukulan itu mengenai tulang keringnnya. (Rasain tuh sama lo!)
"AWWW SAKIIIT, IBU. AMPUUUN HUHU AKU GAK NGULANG LAGI BU, AMPUN." Teriak kesakitan dari sang buah hati tak menggugah perasaannya sedikitpun, ibunya terus memukulinya.
Di daun pintu, sudah ada Dewi yang menonton dengan derai air matanya, tak tega melihat sang kakak yang terus menerus dipukuli oleh sang ibu, rasanya.. pasti sakit sekali hingga kakaknya teriak begitu kesakitan.
Membayangkan rasa sakit yang dirasakan oleh kakaknya pun, Dewi tak sanggup. Ia terus menangis tanpa suara, tanpa melerai.
Satu pukulan terakhir mengenai bokongnya, "rasain! Abis ini lu nyuci piring buat makan, terus setrika semua pakaian Bu Cicih, sore ini mau dianter kerumahnya!" Ibunya melempar sapu itu kesudut ruangan.
Saat berbalik hendak keluar dari kamar sang anak, Lia melihat Dewi yang tengah menangis.
"Ngapain disitu? Mau digituin juga? Kalo gak mau jangan jadi anak yang males!" Bentaknya, setelah itu pergi meninggalkan kedua puterinya yang tengah menangis.
Dewi melangkah menuju kakaknya, ia ingin membantu mengobati lukanya.
"Tèh,..tètèh gak pa-pa?" Bodohnya, Dewi masih bertanya tentang kondisi kakaknya yang sangat mengenaskan. Tangannya membiru dan memar. Dikakinya pun terlihat menonjol di beberapa bagian.
Mengapa ibunya tega melakukan hal seperti ini secara berulang-ulang? Jika untuk memberi anaknya pelajaran, mengapa tidak dengan kelembutan?
"Keluar.." usir Ayu dengan suara serak menahan tangis.
"Dewi pengen obatin luka tètèh, tèh." Kata Dewi tak mengindahkan perintah kakaknya.
"Keluar, Wi, keluar!" Kali ini nada bicaranya lebih tegas dari sebelumnya.
Dewi tersentak. Niat baiknya.. ditolak mentah-mentah oleh sang kakak. Dewi sakit hati karna merasa tak dihargai. Ia langsung berlari keluar dari kamar kakaknya yang juga kamar dirinya.
Ayu merubah posisinya menjadi duduk, bersender pada tembok kamarnya. Ia menangis kembali, namun suaranya ia redam. Ia menangis tanpa suara dengan luka di sekujur tubuh yang terpampang nyata.
"Ayah...Ayah...Ibu jahat, ayah. Ayah di mana, kenapa ayah gak pulang-pulang?"
Setiap tangis sang puteri karna mendapat perlakuan buruk, pasti yang disebut dalam tangis adalah sang ayah, begitupula dengan Ayu.
Setiap menangis karna seseorang, Ayu selalu menyebut nama ayahnya. Di keluarganya, hanya ayah sosok terbaik di mata Ayu.
Karna pada dasarnya ayah adalah seorang superhero bagi sang puteri kecil.
Ayu menatap bekas-bekas lukanya, saat menggerakkan tangan kanannya, lengan bagian bawahnya terasa amat sangat sakit.
"Ayah,... sakit. Ibu jahat, ibu pukulin aku, yah. Ayah, pulang...aku butuh ayah." Lagi-lagi air mata tak dapat ia bendung. Isakan tangis terdengar lebih keras, namun dengan sigap Ayu menutup mulutnya menggunakan kedua telapak tangannya.
"Hiks..hiks..sakit."
一To Be Continued 一
Gimana, masih pada sehat, 'kan?
Aku butuh vitamin, yo kasih dukungannya biar aku seneng juga nulisnya😸
Btw, semoga suka ceritanya, ya!😻😽
Sankyu!
250720,
Qfervau_
YOU ARE READING
Introvert [On Going]
Teen FictionIntrovert Kemiskinan membuatnya terpaksa untuk tidak melanjutkan pendidikannya. Kemiskinan telah merenggut kebahagiaan kecilnya. Ayu Astrellia. Gadis malang yang memiliki segudang mimpi, namun ia harus mengubur mimpi-mimpinya sebelum menggapainya...
![Introvert [On Going]](https://img.wattpad.com/cover/192760269-64-k943419.jpg)