15. Juragan Mebel

8.6K 476 1
                                    

Dua musibah besar telah terjadi dalam hidup ku. Pertama, punya tampang cantik. Kedua, ketemu mantan pacar yang bikin gagal move on saat awal-awal putus. Untuk poin kedua sepertinya banyak yang setuju. Agree? Iyes.

Aku lebih memilih ketemu mbak kunti, om genderuwo, atau mas pocong daripada harus ketemu mantan di saat tidak tepat seperti ini. Dia dengan tanpa rasa berdosa menyeretku pergi ke kantin meskipun aku meronta tidak suka.

Sumpah demi apapun rasanya aku ingin meminjam senapan kak Bayu dan menembakkan di kepala orang ini. Bagaimana tidak? Saat ini kami menjadi pusat perhatian semua penghuni kantin fakultas tehnik .

“ Cie-cie, akhirnya balikan lagi. Suit....suit....”

“ Pak ket dan bu waket rujuk lagi.”

“Abang patah hati dek...”

Dan masih banyak lagi sorak sorai ramai mahasiswa yang membuatku risih. Bukan salah mereka sebenarnya. Aku dan pria yang saat ini meminum secangkir kopi, dulunya adalah the best couple kampus sini, diprediksi akan berakhir di pelaminan tapi nyatanya hubungan kami kandas di tengah jalan karena perbedaan yang tidak bisa disatukan.

Aditya Adeswara, mahasiswa semester akhir fakultas tehnik, pewaris  tunggal tahta industri permebelan, karena dia adalah putra tunggal Abraham Adeswara pengusaha mebel terkenal, usianya 23 tahun, tinggi badan 175 cm, kulit putih, hidung mancung, iris mata coklat, badan cungkring tapi gak cungkring cungkring amat sih, untuk ukuran lelaki dia masuk kategori laki laki tampan, tapi masih tampanan mas Yudha kemana mana.

Ya Allah, mas Yudha. Maafkan Rara, di saat kamu berjuang buat mengharumkan nama Indonesia Rara malah mendiskripsikan laki-laki lain dengan berlebihan seperti itu. Ya gimana lagi, kak Adit ini adalah pacar sekaligus mantan pertamaku.

Berkesan pasti? Biasa aja, karena kami dulu pacaran bukan seperti orang pacaran malah lebih mirip seperti kerja sama tim. Dulu dia menjabat sebagai ketua BEM dan aku wakilnya. Jadi, saat kami jalan berdua yang dibahas bukan progres hubungan kami tapi proges kemajuan organisasi di bawah kemimpinan kami. Anggap saja kak Adit ini cinta monyetnya Rara.

Oke, segitu saja ya gambaran tentang pria yang menepuk ku tadi. Sumpah, aku merasa berdosa sama mas Yudha jika terus membahas kak Adit. Maaf beribu maaf mas Yudha, Rara beneran sayang mas. Rara udah move on dari kak Adit.

“ Alma, ngelamun aja” pecah suara membuyarkan lamunan ku “ Gimana kabar kamu? Aku denger kamu mau wisuda , selamat ya.” Katanya memberiku selamat, kubalas dengan anggukan kepala. Pake nanya kabar lagi, udah tahu saat ini aku tidak baik baik saja karena sedang kamu sabotase. Gak nyadar banget.

FYI, kak Adit memang memanggilku Alma. Katanya biar beda dari yang lain. Alma itu semacam panggilan sayangnya dia untukku. Dih, kalau dulu hatiku bisa berbunga bunga saat dia memanggilku Alma. Kalau sekarang, sumpah rasanya biasa aja.

“ Udah gak aktif organisasi dong?" Tanyanya yang kubalas dengan gelengan kepala. Males banget mau ngejawab, buang buang suara tahu gak.

"Setelah ini mau lanjut sekolah profesi guru? Atau mau lanjut S2?" Tanyanya yang ku balas dengan kedikan bahu
Arghh... Rasanya aku pengen segera enyah dari sini. Sepertinya juragan mebel ini tidak akan menyerah untuk mengajakku bicara.

"Pesan pesan ku kenapa tidak ada yang kamu balas? Apa kamu masih belum bisa move on dari aku?

Byur...
Aku menyemburkan air mineral yang aku minum, saking kagetnya mendengar kenarsisan jurangan mebel yang sekarang menatapku begitu intens. Maksudnya itu loh? Jangan bilang dia mau ngajak balikan?  Hello kak Adit, Rara itu udah move on sejak lama ya. Apa dia tidak melihat kilaun cincin di jari manisku ini. Padahal aku sengaja menaruh tanganku di meja, supaya dia bisa melihat cincin pemberian mas Yudha.

DEJANIRA (Terbit Ebook di Play Store) Where stories live. Discover now