19. Kesembuhan Danu

Start from the beginning
                                    

"Kok Lea ditinggal sih." menarik sudut bibirnya ke bawah.

"Kan Cetta udah bilang, Lea nggak lihat chat?"

"Ish, batre hape Lea kan lowbat," Cetta meringis menyadari kesalahannya, "Lea sampe nyari Cetta ke seluruh ruangan, kirain Cetta ninggalin Lea. Nggak taunya di sini." kesal Zalea.

"Maaf Cetta lupa. Janji deh nggak bakal ninggalin Lea lagi."

Zalea menghentakkan kaki lalu pergi ke mobil Cetta, mau tak mau cowok itu mengikuti dari belakang, "Pokoknya Lea mau Thai tea, Lea nggak belajar sebelum mood membaik."

Cetta menghembuskan napas pasrah, lagipula dia tidak punya kesempatan membantah ataupun berpendapat.

Karena balik lagi ke pasal pertama; wanita tidak pernah salah. Walaupun korelasi antara Thai tea dan mood itu jauh berbeda.

*****


Selain dengan skincare routine, Airin menjaga kesehatan kulit wajah dan tubuhnya dengan rutin perawatan ke dokter kulit langganan di salah satu rumah sakit. Dia tidak sendiri, Airin selalu mengajak Bunda perawatan bersama.

"Bun, Kakak ke toilet dulu ya." ujar Airin tiba-tiba.

"Yaudah, jangan lama-lama. Bentar lagi giliran kita." Airin mengangguk lalu pergi ke toilet.

Namun saat Airin ada di koridor penghubung toilet dan beranda rumah sakit, dia sudah lebih dulu melihat seseorang keluar dari toilet. Airin seperti mengenal rambut dan postur tubuh gadis berseragam putih abu itu. Karena penasaran dan ingin memastikan, Airin pun membelokkan niatnya dengan mengikuti gadis itu.

Kerutan di keningnya makin bertambah ketika gadis itu berhenti di depan ruang dokter tulang, beberapa orang lain keluar dari ruangan itu. Matanya spontan melebar saat berhasil mengenali orang-orang di sana. Ada apa sampai Jenny dan Nino ke dokter tulang? Lalu kenapa Danu bisa ikut diantara mereka?

"Ingat ya, gipsnya di rawat, sering-sering diganti. Nah, biar gipsnya cepet dilepas, Danu jangan kerja yang berat-berat. Boleh dagang, asal jangan dipaksain." petuah dokter.

"Tenang aja dok, Abang saya siap jadi asisten Danu." canda Jenny sambil menepuk-nepuk pundak Nino.

"Apapun yang terbaik buat Danu, saya akan usahakan dok." ujar Nino.

"Kamu beruntung punya wali sebaik mereka, Nu." dokter mengusap lembut puncak kepala Danu.

"Itulah yang bikin Danu bahagia terlepas dari musibah ini."

Setelahnya, dokter pamit pergi, ada hal lain yang perlu diurus. Memberikan Airin kesempatan untuk menghampiri ketiganya.

"Akhirnya Danu bisa jalan tanpa tongkat." ujar Danu yang masih tidak menyadari keberadaan Airin.

Nino mengangguk pelan, "Tapi tetep, jalannya——"

"Danu!" panggil Airin setibanya di sana, berhasil membuat Nino, Jenny dan Danu kompak membelalakkan mata.

"Airin ...." gumam Nino kaku, merasa seperti maling yang tertangkap basah.

Airin melempar tatapan tajamnya pada Nino, "Jadi ini yang bikin kalian deket? Pasti elo kan yang nabrak Danu."

Nino menelan ludah kasar, jika Airin sudah kembali memanggilnya 'lo' alih-alih 'kamu', itu artinya Airin benar-benar marah.

Tidak! Jangan lagi. Padahal baru kemarin mereka akrab, masa harus marahan lagi.

"Rin, dengerin dulu penjelasan aku." Nino berniat menenangkan Airin, namun perempuan itu sudah mengambil langkah mundur sebelum Nino merealisasikan niatnya.

My Precious Girlfriend ✔Where stories live. Discover now