2. Keseriusan yang Tak Dianggap

29.4K 2.6K 76
                                    

Airin melirik jam tangan untuk kesekian kalinya, jam menunjukkan angka empat tepat. Itu artinya Nino telat tiga puluh menit. Tumben, tidak biasanya Nino ngaret. Apa sesuatu terjadi padanya?

'Drrtt... Drrtt...'

Baru saja Airin ingin menelpon Nino, lelaki itu sudah lebih dulu menghubunginya.

"Halo, kamu dimana?"

"Irin, maaf ya Ino nggak bisa jemput hari ini. Soalnya ada tugas kelompok. Gapapa, kan?"

"Ohh, yaudah."

"Hati-hati di jalan ya... Love you."

Ketika sambungan terputus, sebuah taksi berhenti untuk menurunkan penumpangnya. Langsung saja Airin masuk dan menunjukkan alamat rumahnya pada sopir taksi.

Sejujurnya pikiran negatif Airin mulai menguasai, pasalnya sepanjang mengenal Nino mana pernah laki-laki itu mementingkan tugas daripada dirinya. Bukan, bukan berarti Airin tak suka pacarnya berubah. Cuman... itu bukan Nino banget.

Dan kecurigaannya makin membesar kala Mommy Cellin- Ibu Nino- menelponnya saat ia akan bersiap tidur.

"Airin lagi sama Nino nggak? Eta budak belum pulang sampe sekarang." suara khawatir Mommy terdengar di sebrang sana, membuat Airin menggigit bibir gelisah.

Airin menelan ludah terpaksa, "I-iya Mom."

"Dasar si borokokok, kenapa dia teh nggak angkat-angkat telpon Mommy. Meni harus ke Airin wae, emang kamu teh asistennya apa."

"Maaf ya Mom, harusnya Airin ngabarin Mommy dulu."

"Teu nanaon, yang penting Nino sama kamu. Mommy jadi lega."

Seketika itu juga, Airin langsung merutuki Nino. Karena laki-laki itulah Airin terpaksa membohongi Mommy Cellin yang sudah ia anggap sebagai Ibu kedua.

Tanpa pikir panjang, Airin langsung bersiap keluar untuk mencari Nino. Walau ia tak tahu harus mulai mencari dari mana.

"Heh, mau kemana?" baru saja Airin akan menekan knop pintu belakang, seseorang lebih dulu memergokinya.

Airin membalikkan badan, sontak bernapas lega kala tahu orang itu adalah Surya.

"Gue mau- ke...temuan sama Nino. Kenapa?" Airin mengangkat dagunya untuk menutupi rasa gugupnya.

Surya memicingkan mata curiga, "Harus banget lewat pintu belakang, ya?"

"Ya suka-suka gue lah. Yang mau keluar rumah, kan, gue."

Surya menarik sebelah sudut bibirnya, "Pasti lo sembunyiin sesuatu. Kata Bunda, kalo orang keluar-masuk lewat pintu belakang, apalagi sambil mengendap-endap, tandanya ada yang dia sembunyiin. Kayak maling misalnya."

Airin membeku, ia tak tahu harus mengelabui Surya dengan apa, karena faktanya tak ada satupun rahasia yang bisa ia tutupi dari saudara kembarnya itu.

Perempuan itu menarik napas dalam, "Nino belum pulang sampe sekarang. Dan Mommy kira dia lagi sama gue."

"Emang dia nggak ngabarin elo?"

"Tadi sore dia bilang mau kerja kelompok bareng temen-temennya."

"Dan elo percaya? Yaelah, seorang Nino ngerjain tugas itu keajaiban dunia yang nggak mungkin terjadi."

Airin mendelik, "Daripada lo ngebacot, mending bantuin gue. Kalo Bunda nanya gue kemana, bilang aja pergi sama Nino."

"Trus lo mau cari kemana? Nggak mungkin, kan, lo nyusul ke tempat dia kerja kelompok?"

My Precious Girlfriend ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang