28. Rindu Ini....

12.4K 942 67
                                    

Sejak kejadian itu, Airin jadi lebih aktif di universitas. Dia berpartisipasi dalam banyak event yang diselenggarakan berbagai UKM, seperti kegiatan sosial penggalangan dana, festival bulan bahasa dan segala kegiatan resmi kampus yang melibatkan dirinya sebagai brand ambassador.

Airin yang dulunya tidak suka terlibat dalam kegiatan kampus, memaksakan diri semata-mata agar pikirannya teralih dari kesedihan yang selama ini menikamnya.

Airin benci mengakuinya, tapi sekeras apapun dia melupakan kesedihan itu, sekeras itu pula rasa rindu menghantuinya. Dan setiap malam tiba, Airin harus mati-matian menyibukkan diri agar keheningan tidak mengundang rindu itu lagi.

Seperti Airin yang malam ini tengah menyusun skripsi ditemani buku-buku referensi yang sudah habis dibaca, jemari lentik perempuan itu menari indah di atas keyboard, menyusun rangkaian kata di laptopnya. Airin sedikit bersyukur, sebab kesedihan ini membuat Airin lebih giat menyelesaikan skripsi lebih awal dari perkiraannya.

Ditengah kesibukannya, jari-jari Airin mendadak kaku kala headset yang sejak tadi mengalunkan musik berganti menjadi suara voice note Nino. Suara yang berhasil melempar Airin pada kejadian tiga tahun lalu, tepatnya saat perayaan hubungan mereka menginjak lima tahun.

'Dear my Irin ....

Nggak kerasa ya udah lima tahun kita pacaran, rasanya baru kemarin aku nembak kamu di depan teman-teman.

Kamu tau nggak, waktu itu aku nggak ada niatan buat nembak kamu dengan cara kayak gitu. Tapi aku sadar ... kamu itu istimewa, dan banyak orang yang berusaha mendapatkan hal istimewa. Makanya aku langsung nembak kamu karena hal yang istimewa patut diperjuangkan. Sama halnya seperti kamu.

Aku berharap ditahun kelima ini, kita bisa sama-sama terus, berbagi suka dan duka berdua. Dan semoga kita tetap bisa mempertahankan kita atas nama cinta kita.

I love u so much. Ino sayang Irin selalu.'

Airin tidak tahu sejak kapan air matanya meluncur bebas, dia hanya tahu matanya sudah sembab tepat ketika voice note itu berakhir. Seketika mood Airin untuk menyusun skripsi hancur, dia hanya menatap layar laptop dibalik mata basahnya.

Airin pasrah, dia membiarkan air mata meluncur deras membasahi wajahnya yang baru dipakaikan masker. Dia sudah terlalu lelah dengan rindu ini. Setelah beberapa bulan lebih menutupi kesedihan dengan senyuman, akhirnya Airin mengeluarkan semua isi hatinya lewat air mata.

Diam-diam Airin bersyukur, hari sudah menunjukkan pukul satu pagi, itu artinya orang-orang rumah sudah tertidur pulas dan dia bisa menangis sebanyak apapun tanpa takut ketahuan. Walau tanpa perempuan itu ketahui, sejak tadi Ayah sudah mengintip kegiatan Airin.

Tadinya Ayah terbangun karena kehausan dan ingin mengambil minum di dapur, setelah berhasil membasahi tenggorokannya, Ayah mengurungkan niat kembali ke kamar sebab melihat lampu kamar Airin masih menyala. Ayah tahu jelas semua anaknya tidak bisa tidur jika lampu menyala, Ayah hanya ingin memastikan apakah Airin lupa mematikan lampu atau memang belum tidur.

Dan betapa terkejutnya Ayah saat melihat Airin meneteskan air mata dengan laptop menyala di depannya. Ayah tidak tahu penyebabnya, tapi yang jelas air mata itu makin deras dan perlahan berubah menjadi isak tangis memilukan. Seperti kesedihan mendalam yang berusaha anak gadisnya keluarkan lewat air mata, bahkan sesegukan kini mulai terdengar.

"Rin, kamu kenapa nak?" Ayah memutuskan menghampiri Airin dan mengusap puncak kepalanya.

Airin menengadahkan kepala, "Ayah ...." dia langsung berhambur ke pelukan sang Ayah.

"Cup ... cup ... cup, udah jangan nangis. Ada Ayah di sini."

Airin menyeka air matanya lalu menatap Ayahnya lekat, "Yah ... hiks, Ni—Nino apa ... kabar?"

My Precious Girlfriend ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang