[12] Renjana

7.7K 1K 18
                                    

"Ada apa, Mas Randu?" tanya Anin setelah ia mengucapkan salam. Tangannya membawa sepiring nasi goreng dan mulai menyantap sarapannya. Anin mengabaikan tatapan penasaran Faizan ketika ia menyebut 'Mas Randu' pada orang yang menelponnya.

"Saya kalau ngirim makanan kayak gitu ke kamu lagi, kamu keberatan?"

Anin mengernyit. Merasa heran dengan Randu yang pagi ini menelponnya hanya untuk menanyakan hal seperti itu.

"Eung.. saya ngerasa nggak enak aja kalau Mas Randu gitu."

"Saya suka gatel, nih," Randu terkekeh, "Saya kalau nemu tempat makan, atau tukang dagang yang enak itu bawaannya pingin share ke orang lain."

"Ke temen Mas Randu juga?"

"Ke kamu doang, sih." sekali lagi, Randu terkekeh. "Dan please jangan nanya kenapa ke kamu doang."

Anin mendengus tapi sudut bibirnya terangkat sedikit. "Nanti saya keenakan lagi kalau Mas Randu ngirim makanan lagi. Janganlah, nggak usah. Share aja tempat makan yang menurut Mas Randu itu enak, nanti saya datang kalau ada waktu."

"Orang kalau mau berbuat baik jangan dihalangin dong." Nada bicara Randu sedikit merajuk. "Saya lagi ngebubur nih, nemu tukang bubur enak di belakang kossan. Mau? Nanti saya kirim pake ojol."

"Bubur? Tapi saya lagi sarapan."

Faizan yang sedang berdiri di belakangnya tiba-tiba menyahut dengan suara kencang, "Izan mau bubur, Teh!"

Refleks Anin menepuk punggung adiknya itu, ia melototkan matanya, sedangkan yang ditatap hanya mengedikkan bahunya cuek.

"Oke." ahut Randu tiba-tiba.

"Oke apa Mas Randu?" .

"Saya kirim buburnya ya. Udah, ya? Assalamualaikum."

Setelah itu sambungan pun tertutup. Sekali lagi Anin mendelik pada Faizan.

"Pak Randu mau ngirim makanan lagi, ya?" tanya adiknya.

"Iya! Dan itu gara-gara kamu."

"Ya nggak pa-pa, sih, Teh. Wajar kan, pacarnya ngirim makanan." tukas Faizan menyebalkan.

Anin pun memutar bola matanya, sedikit jengah. "Teteh nggak pacaran, ya."

"Belum." kata Faizan pelan lalu melengos ke kamarnya. Belum sempat lima detik adiknya masuk kamar, Faizan kembali lagi dan menatap heran Anin.

"Kok panggilannya masih saya-sayaan, sih, Teh?" protesnya langsung.

Anin mendengus, kenapa adiknya harus protes tentang hal itu?

"Ya, nggak apa-apa dong." balasnya sebal.

"Kaku banget, sih." komentarnya lalu kembali melengos ke kamarnya.

***

Randu tersenyum tengil menyapanya ketika Anin baru saja masuk ke mobil lelaki itu. Anin pun balas tersenyum kecil. Ia kadang kesal melihat cengiran khas lelaki itu tapi ia tak pernah bosan melihatnya. Randu itu punya sisi serius dan tengilnya di saat bersamaan.

Sudah beberapa kali ini Randu menjemputnya karena Anin sudah jarang membawa motor sendiri. Motor yang ia punya sekarang lebih sering dipakai oleh Faizan untuk kuliah. Randu sering mengajaknya makan terlebih dahulu sebelum pulang, tapi Anin selalu menolak dengan alasan ingin makan di rumah. Randu pun menyetujuinya walaupun Anin tahu lelaki itu sedang kelaparan. Anin tahu bahwa Randu benar berusaha menjaga hubungan mereka agar ia tetap nyaman dan tak terbebani. Sejauh ini pun, lelaki itu tak pernah protes apa-apa. Hal apa yang akan mereka lakukan pun semua tergantung keputusan Anin. Terkadang ia merasa jahat karena selama ini hanya mengandalkan keputusannya. Sedangkan lelaki itu akan mengikutinya tanpa protes apapun.

Retrospeksi | Seri Self Acceptance✅Where stories live. Discover now