J-22🧡 Garis Edar II

2.4K 167 23
                                    

NOTE : I'm not forcing you to read, but I'm just writing out the story🔥

"Haus." Ujar Jingga yang masih berada di tempat tidur.

Berusaha tidak menatap Edrik yang tengah bertelanjang dada, karena dia baru saja mandi dan mengambil bajunya di lemari. Percis di depannya kini.

Laper juga sebenarnya..

Edrik menoleh ke belakang, Jingga tidak tau kalau Edrik akan berbalik dengan tidak memakai atasan. Ternyata dia belum memilih pakaian yang akan dia pakai. Jingga segera menutup matanya.

Edrik tersenyum melihat itu.

"Gausah deh. Pake baju dulu sana." Koreksi Jingga. Edrik tidak menjawab namun langsung mengambilkan minum dan makanan yang sudah ia siapkan sebelumnya. Masih dengan bertelanjang dada.

Mereka sudah seperti pasangan baru. Padahal ini adalah versi tahanan. Anggota tubuh Jingga masih belum bisa di gerakan. Dia hanya bisa melihat langit-langit apartment Edrik, dan jendela yang menghadap gedung-gendung yang menjulang tinggi.

Selama siang ini Jingga hanya bisa berbalik dan bersandar, itupun dibantu Edrik. Tadinya dia tidak ingin namun Edrik memaksanya. Dia yakin bagaimana Abyan dan tante Sarah pasti tengah risau mencarinya.

Senja yang mulai naik menampakkan cahayanya. Haruskah ia menyaksikan senja dengan keadaan seperti ini. Memang ada sedikit perbedaan dengan tubuhnya.. Biasanya luka itu masih sakit kalau berbenturan dengan tembok atau bantal.

Di tekan saja sudah membuatnya menjerit, tertidur pun selalu memakai posisi kanan atau kiri untuk tidak terlalu melukai dirinya.

Seseorang datang membawa apa yang tadi Jingga inginkan. Jingga tidak bisa mengalihkan pandangannya dari otot-otot yang menggemaskan itu, menurutnya.. Astaga mengapa bisa terpikir otot itu menggemaskan?

Dia kembali menutup mata saat Edrik mendekat. Edrik yang melihat gerak-gerik Jingga tertawa kecil.

"Gausah ditutup." Seraya meletakkan nampan itu di atas nakas.

Jingga membukanya perlahan. Walaupun dengan posisi duduk dan bersandar pada bantal dia lebih memilih tidak melihat Edrik dan membuang pandangannya kearah jendela.

"Engga. Siapa yang di tutup!" Bantah Jingga.

"Mau minum gak? Buka mulutnya."

Jingga hanya melirik dan membuka mulutnya. Dengan perlahan Edrik membantu Jingga untuk minum. Dan.. Habis.

"Pinter." Kata Edrik tersenyum setelahnya.

"Sekarang makan." Sendok digenggam Edrik menggantung. Karena Jingga enggan membuka mulutnya.

"Engga mau." Jingga cemberut. Melihat itu Edrik langsung bangun ingin menutup tirai jendela. Sebelum ia bangkit Jingga berucap.

"Ehh iya.. iya.. mau makan. Tapi jangan di tutup tirainya.." Tahan Jingga.

Tirai itu tetap terbuka karena keinginan Jingga, Edrik tidak masalah dengan itu, toh apartment nya ada di lantai 20 jadi aman saja. Jingga hanya ingin melihat senja.

"Akhiri hubungan kalian." Ujar Edrik seraya menyendok satu suapan. Edrik menatap mata Jingga.

"Gak bisa." Suasana nampak canggung saat Edrik membicarakannya.

Edrik mengeraskan rahangnya. Tetapi tetap menyuapi Jingga dengan perlahan. Edrik sudah tidak bisa menahan keegoisannya.

"Atau kalian gak akan bisa ketemu lagi." Kalimat Edrik menghentikan kunyahan Jingga.

J I N G G A Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum