Bab.31 Suatu Hari Nanti

63 7 2
                                    


Rina tidak berhenti menangis hingga mereka tiba di puncak, Reynard bahkan kesusahan membujuknya untuk berhenti.

"Udah Na, masa lu mau nangis terus sampe kita pulang dari puncak."

"Bodo amat!" Rina masih saja terisak. "Pokoknya lu ga boleh pergi. Titik!"

"Na, kalau lu ngomong kayak gitu lu sama aja melawan takdir. Sekarang kita jalani aja dulu waktu yang tersisa, gue yakin semua yang terjadi pasti merupakan skenario Tuhan yang terbaik. Percaya Na, tidak ada penulis skenario terbaik selain Tuhan." Reynard merangkul Rina dan menangkup wajahnya. "Lu mau gue bahagia di sisa umur gue kan?"

Rina mengangguk pelan.

"Sekarang ayo janji sama gue. Jangan pernah tangisi kepergian gue nanti. Dan lu harus janji, jangan pernah biarin air mata lu keluar lagi setelah kepergian gue. Karena gue udah ngga ada dan gue ga mungkin bisa ngehapusin air mata lu. Janji ya Na! Cuma itu permintaan gue sama lu." Reynard mengulang perkataannya di mobil.

Rina memejamkan matanya, menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. "Gue janji Al. Gue janji, demi kedamaian lu."

"Makasih Na," ucap Reynard seraya mencium puncak kepala Rina. Angin puncak yang beraroma teh mulai menyapa mereka.

"Ayo ke sana, pemandangannya bagus lho. Gue bawa kamera nih." Reynard mengalihkan pembicaraan dan membimbing Rina menyusuri perkebunan teh.

Rina dengan girang berlari-lari di tengah kebun, sesekali ia melompat-lompat berusaha menangkap kupu-kupu yang terbang di atas kepalanya. Reynard tidak membuang-buang kesempatan, diarahkannya lensa kamera ke arah Rina dan mengambil gambarnya secara diam-diam.

"Na, ayo foto berdua." Reynard melambaikan tangannya dan menyuruh Rina untuk menghampirinya.

Reynard meletakkan kamera di atas tripod yang sengaja ia bawa, setelah mengatur timer Reynard langsung menghampiri Rina dan berdiri di sampingnya dengan berbagai gaya aneh.

"Na, ngga pengin punya foto pas meluk gue?"

Tanpa menunggu lama pun Rina langsung memeluk Reynard dan memamerkan senyumnya ke arah kamera, begitu juga Reynard.

"Istirahat dulu yuk, cape nih. Sekalian liat-liat hasil foto."

Rina memilih duduk di atas batu besar diikuti oleh Reynard, terik matahari mulai terasa menyengat kulit. Rina sibuk melihat-lihat fotonya yang diambil secara diam-diam, sesekali ia tersenyum karena merasa lucu. Sedangkan Reynard asik membongkar isi keranjang makanan yang mereka bawa, ada kue, nasi goreng, nasi beserta lauk pauk, buah, dan tak lupa sekotak coklat yang telah dingin.

"Pulang ini semua foto yang ada di kamera ini bakal gue cetak polaroid," celetuk Rina sambil mengemil coklatnya.

"Terserah lu aja, kameranya juga buat lu." Reynard mencubit pipi Rina gemas dan menyelipkan sisi rambut Rina yang menutupi wajahnya.

"Gue bakal jaga kamera ini buat lu Al. Gue bakal menyayangi kamera ini layaknya barang pribadi gue," ucap Rina dengan penuh kesungguhan.

"Buat harta karun yuk!" Reynard mengambil sebuah kotak dari dalam tasnya, sebuah buku dan satu balpoin.

"Maksud lu?"

"Apa barang yang paling lu sayangi sekarang, yang lu bawa atau yang lagi lu pakai misalnya?

"Gue paling suka sama kalung gue, ini kalung hadiah dari lu pas gue ulang tahun yang ke lima belas tahun. Lu beli di London dan lu kirim ke Indonesia dengan susah payah, terus ada ukiran nama kita juga di sini. Pokoknya gue bakal jaga kalung ini." Rina mengamat-amati kalungnya sambil tersenyum.

"Siniin kalungnya," pinta Reynard lembut.

Tanpa curiga sedikit pun Rina memberikan kalungnya ke tangan Reynard.

"Ok, ini bakal jadi harta karun." Tanpa wajah bersalah, Reynard memasukkan kalung Rina ke kotak miliknya.

"Al itu kalung gue yang paling berharga!" Teriak Rina tidak terima.

"Gue juga bakal ngeletakin barang yang paling gue sayang ke kotak ini, kita sama Na."

"Tapi jangan kalung gue Al."

Reynard mengambil buku agenda birunya dan meletakkannya di dalam kotak, lantas menguncinya dengan sebuah gembok.

"Suatu saat nanti, siapa pun yang menemukan barang ini maka dia orang beruntung dan semoga kisah cintanya akan abadi. Lu juga boleh kembali lagi ke sini dan mengambil kotak ini. Tapi ingat, lu boleh ngambil otak ini setahun kemudian."

Rina benar-benar bingung dengan keinginan Reynard, tetapi ia hanya menganhhuk dan menggigit kuku jarinya kesal.

"Ayo sekarang tulis surat untuk kotak harta karun ini. Gue harap lu yang bakal ke sini lagi ngambil barang-barang kita Na," ucap Reynard disertai kekehan menggoda.

Rina mengambil buku dan balpoin dari tangan Reynard, ia mulai menulis kata demi kata.

Hai, gue Rina. Pemilik barang-barang yang ada di dalam kotak ini. Suatu saat nanti jika aku kembali menemukan kotak ini, aku berharap kotak ini membawaku kepada seseorang yang amat mencintaiku.

Rina menyerahkan kertas itu dan menyuruh Reynard untuk melanjutkan isi tulisannya.

Hai, gue Reynard. Ha ha gue juga pemilik barang-barang yang ada di kotak ini. Gue juga merupakan cowok yang mencintai Rina lebih dari nyawaku sendiri. Sayangnya gue ngga akan pernah bisa menua bersama dia, garis takdir gue dan di berbeda. Dan gue harap akan ada seorang cowok pengganti gue suatu saat nanti.
Aku hanya ingin dia bahagia, meski tanpa kehadiran gue di hidupnya.
Menyaksikan dia menua sungguh merupakan anugerah, tapi jika takdirku berkata tidak. Maka izinkan kenanganku yang akan terus mengiringi perjalanan cintanya.
Sungguh, aku begitu mencintainya.

Diam-diam Rina menghapus air matanya, tak kuasa menahan tangis ketika mengintip isi surat Reynard untuk harta karun mereka atau lebih tepatnya kenangan Reynard untuknya.

Reynard membuka kembali kotaknya dan menyelipkan kertas itu di dalam.

"Lu percaya ngga? Gue bahkan bisa ngeliat bahwa lu bakal ke sini lagi sama seorang cowok yang familiar bagi gue." Suara Reynard terdengar lepas, tanpa kesedihan.

"Jangan jadi peramal, Al." Rina terkekeh pelan, mencoba mencairkan suasana.

"Ayo kita kubur kotak ini!"

Reynard menarik tangan Rina mencari lokasi untuk menanam kotak mereka.

Suatu saat nanti...

***
Mungkin suatu saat nanti, kau dan aku bersama....🎵🎶
Tapi nyatanya?
Ah author ngelantur nih
Ok jangan lupa vote dan komen ya

Senja Where stories live. Discover now