16. Masa Lalu Yang Terkuak

5.5K 450 108
                                    

Pagi, Deers! Cinde dan Brave datang lagi. Semoga terhibur yak😉 Yang udah pernah baca n baca lagi, silakan kasih jejak.

💕💕💕

Hanya karena memikirkan hidupnya bersinggungan kembali dengan Nara, perut Cinde langsung melilit. Makanan oriental yang menguarkan harum bumbu-bumbu, tak mampu menggugah rasa lapar Cinde. Ia terlalu kenyang dengan perasaan tak nyaman berada di antara Brave dan Nara.

"Cin, ayo dimakan. Udang ini kesukaanmu, 'kan?" Nara menjepit udang dengan saos asam manis dan meletakkannya di pinggir piring Cinde.

Cinde mendongak dan terperangah menatap Nara yang tersenyum lebar padanya. Tarikan bibir yang dulu pernah membuat jantungnya berdetak kencang itu kini seperti sabit yang mencabik batinnya. Untuk apa ia datang? Kebetulan sekali mereka bertemu lagi dalam keadaan mimpi mereka terwujud.

Ingatan Cinde terlempar di masa beberapa tahun lalu. Saat itu Cinde datang ke kontrakan Nara dan lelaki itu menyuguhkan secangkir cappucino yang ia racik sendiri.

"Enak." Mata Cinde membulat lebar saat lidahnya mencecap olahan kopi buatan Nara, pada sore dua tahun lalu.

"Syukurlah." Senyum Nara mengembang.

"Mas nggak mau bikin kafe kaya d'kopi gitu? Denger-denger, yang punya seusia Mas Nara loh."

Bibir Cinde mengerucut mengingat nama pemilik kafe kopi yang sedang viral di Indonesia. "Siapa namanya? Brain … ah, pokoknya sok inggris banget namanya."

"Brave Ganendra?" tanya Nara.

"Ah, iya. Itu dia!" Wajah Cinde berbinar saat Nara berhasil menemukan nama yang terhapus di otaknya. Memang kemampuan mengingat Cinde tidak terlalu brilian. "Hebat banget kan ya? Aku baca artikel tentang d'kopi di majalah kantor tadi siang."

"Iya. Hebat orang itu. Pengin sih punya kedai kopi seviral itu. Tapi modal bisa bikin kopi aja nggak cukup. d'kopi bisa seeksis itu karena manajemen Brave yang bagus." Nara terlihat pesimis.

"Coba aja bikin kafenya dulu. Kalau laris, nanti kita jadikan pesaingnya d'kopi," usul Cinde setelah menyesap kopi yang membuat tubuh dan batinnya menghangat.

Cinde tak pernah menyangka, ide spontannya akan dieksekusi Nara. Namun, parahnya, kafe Nara yang diberi nama "Janji Hati", bukanlah menjadi pesaing bagi d'kopi, melainkan justru bernaung dalam manajemen perusahaan Brave.

Lamunan Cinde seketika buyar saat suara Brave menyeruak menanggapi cerita Nara tentang awal perjalanannya membuka usaha.

"Hebat sekali Janji Hati ini. Dalam setahun bisa menjadi kafe yang viral di saat kafe kopi menjamur." Brave berdecak kagum dengan ekspresi tulus.

"Berkat media sosial, Mas," ujar Nara merendah.

Jawaban Nara memang tidak salah. Menurut penuturan konsumen yang Cinde baca di sebuah artikel internet, selain rasa dan konsep kafe, penempatan barista ramah dan berwajah seperti artis Timur Tengah itu menjadi daya tarik para konsumen perempuan. Semua orang tahu, bila perempuan sudah tertarik sesuatu, maka mereka akan  menyebutnya dalam perghibahan, atau di dalam status media sosial. Termasuk kafe Janji Hati.

"Saya juga nggak nyangka bisa seviral ini. Dan, karena banyak orang ingin ada cabang kafe ini di kota lain, saya membutuhkan manajemen yang kuat untuk mengembangkan sayap kafe saya," tambah Nara.

"Kami tersanjung Mas Nara mau mempercayakan manajemen kafe Mas di perusahaan kami. Walau awalnya perusahaan saya ini hanya untuk mengelola brand yang saya waralabakan, tapi sepertinya brand Mas Nara juga menjanjikan," kata Brave dengan senyum lebar. Raut wajahnya bila bertemu klien berkebalikan sekali saat menghadapi karyawannya.

My Cinderella (revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang