Chap 29: Nothing More, Nothing Less

404 52 9
                                    

Seokjin meniup pelan kopi yang dia pegang. Suara lantunan musik dan orang-orang berbicara menjadi temannya. Gumpalan uap kopi membuat wajahnya terasa hangat setelah tertiup udara dingin di luar. Seokjin menyeruput sedikit demi sedikit kopi hangatnya. Suara kecil terdengar ketika gelasnya menyentuh permukaan meja.

Dia pun melirik ke luar jendela kedai kopi favoritnya.

Tidak terasa sudah lima tahun sejak dia tiba di Quebec, Kanada. Seokjin masih ingat betapa antusiasnya dia saat akan naik pesawat menuju Kanada. Tapi di samping itu, Seokjin juga ingat dia menangis saat kakinya menginjak daratan Kanada.

Perasaan senang dan sedih bercampur aduk menjadi satu, membuatnya tidak tidur barang sedetik pun saat malam tiba. Tentu dia senang, lagipula, itu merupakan pertama kalinya dia pergi ke luar negeri. Tapi tentu pula dia sedih. Seokjin harus mengucapkan salam perpisahan dengan orang-orang yang dia cintai.

Semuanya terasa berat. Seokjin ingat hari-hari yang dia lalui setelah tiba di Quebec. Dia harus beradaptasi dengan lingkungan barunya dan dia juga harus terus melatih bahasa Inggrisnya. Beruntungnya dia tidak sendirian. Masih ada orangtuanya dan Jaehwan yang selalu siap membantu.

Tapi Seokjin merasa ada yang hilang. Dan sepertinya dia tahu, sangat tahu, apa yang hilang.

Hembusan napas keluar dari mulutnya. "Tidak ada gunanya memikirkan hal itu," dia menggelengkan kepalanya dan kembali mengangkat gelas berisi kopi hangat.

Sulit dipercaya. Dia yang dulunya bukan siapa-siapa, tidak tahu orangtuanya, bermasalah dengan uang, sekarang sudah menjabat sebagai pemilik perusahaan keluarganya. Kadang Seokjin berpikir semua itu hanyalah mimpi atau hayalannya. Masalahnya, semua itu kenyataan.

Ya, masalahnya.

Sepertinya sekarang dia mengerti apa yang Namjoon lalui. Berat, susah, lelah. Dulu Namjoon pernah berkata, tidak ada kata 'istirahat' di kamusku. Pria itu tidak salah karena Seokjin sudah mengalaminya lima tahun belakangan.

Pekerjaan demi pekerjaan terus saja berdatangan. Seakan-akan tidak ada habisnya. Mungkin dia harus menerima saran Sandeul dan Jaehwan. Mengambil libur selama seminggu atau dua minggu, melupakan masalah pekerjaan, dan merilekskan tubuh serta pikirannya.

Ya, sepertinya itu ide bagus, pikir Seokjin. Dia bisa meminta Jaehwan mengurus perusahaan selagi dia libur. Sandeul bisa menjadi asisten sementara Jaehwan. Lagipula, orangtuanya tidak akan keberatan jika dia libur selama dua minggu. Mereka juga sudah menyuruhnya untuk beristirahat.

Baiklah, kalau begitu sudah diputuskan. Seokjin akan libur selama dua minggu dan dia akan menghabiskan liburannya di luar negeri.

Tujuan liburannya, Seoul.

.

.

.

"Kau yakin ingin menetap di Seoul selama dua minggu?"

"Ya. Ada masalah?"

Setelah menyelesaikan semua pekerjaannya kemarin, Seokjin langsung menyuruh Sandeul untuk memesan tiket pesawat menuju Seoul beserta tempat penginapannya untuk dua minggu ke depan. Malam ini Seokjin sibuk menyiapkan kopernya untuk penerbangan besok pagi.

"Tentu saja. Apakah kau lupa apa yang mungkin akan kau temui di sana?"

Tanpa mengalihkan pandangannya dari lemari bajunya, Seokjin bergumam, "Memang apa yang akan aku temui di sana?"

"Biar aku ganti pertanyaannya."

Seokjin tersenyum ketika dia melihat baju favoritnya. Jika dia ingin berlibur ke luar negeri, dia harus membawa semua baju favoritnya.

"Apakah kau lupa siapa yang mungkin akan kau temui di sana?"

Seokjin menghentikan kegiatan memilih bajunya. Dia tahu pertanyaan itu akan segera dia dengar, terutama dari Hoseok. Dan dia tahu bagaimana mengatasinya.

"Tentu." Seokjin mengambil beberapa lembar pakaiannya dan menaruhnya di atas kasurnya. "Aku akan bertemu banyak orang."

"Lalu kau tahu salah satunya, bukan?"

"Tentu," jawabnya lagi. "Aku akan bertemu Taehyung, Jungkook, Yoongi, Jimin. Oh, aku tidak bisa melupakan Kwang-sun dan keluarganya. Sudah lama sejak aku menghubungi mereka.."

"Seokjin." Hoseok menyela. "Sudah lima tahun sejak kau bertemu dan menghubungi mereka semua."

Seokjin diam, dia lebih memilih untuk melipat pakaiannya dan memasukkannya ke kopernya daripada membalas Hoseok.

Dia tahu cara mengatasi hal ini. Dia sudah menebaknya sejak kemarin dan dia tahu cara mengatasinya.

"Sampai kapan kau mau membohongi dirimu sendiri?"

Seokjin tetap sibuk dengan pekerjaannya. Bahkan saat Hoseok berdiri di depannya, dia tidak mengatakan apa pun.

"Kau pergi ke Seoul seorang diri bukanlah ide yang bagus. Bagaimana jika aku ikut denganmu? Atau bagaimana kalau kau pergi berlibur ke tempat lain? Bagaimana dengan New York? Aku tahu kau selalu suka New York walaupun kau sering ke sana karena pekerjaan. Oh! Bagaimana dengan Swiss? Atau Jenewa? Atau.."

"Keputusanku sudah bulat." Seokjin akhirnya menatap Hoseok, "Aku akan pergi ke Seoul. Dengan atau tanpa kau menyetujuinya."

Seokjin berdiri dan berjalan keluar kamarnya. "Memangnya kau siapa? Kakakku? Ibuku? Ayahku?"

"Aku adalah temanmu, Seokjin," ucap Hoseok lantang. "Dan sebagai temanmu, aku sarankan agar kau tidak pergi ke Seoul. Demi kebaikanmu."

"Hoseok, aku tahu kau mengkhawatirkanku. Tapi apa yang perlu dikhawatirkan?" Seokjin berbalik badan, dia memberikan senyuman ke temannya. "Aku akan baik-baik saja, jangan khawatir."

"Kau seharusnya mengkhawatirkan kekasihmu yang ada di Seoul itu. Bukannya teman perempuanmu ini," lanjut Seokjin.

Hoseok menghela napas melihat temannya yang bertingkah seakan-akan semuanya baik-baik saja. Dia lebih dari tahu bahwa Seokjin tidak akan baik-baik saja. Terutama jika perempuan itu bertemu Namjoon.

Hoseok tidak akan ikut ke Seoul dengan Seokjin, tapi dia sudah memberitahu Jihoon soal kedatangan Seokjin di Seoul. Setidaknya kekasihnya itu bisa menemani Seokjin selama dua minggu ke depan. Tapi dia tetap saja khawatir.

Entah apa yang akan terjadi di Seoul nanti jika seandainya Seokjin bertemu Namjoon. Hoseok berharap tidak akan terjadi sesuatu yang buruk. Sebenarnya dia berharap jika Seokjin bertemu Namjoon, mereka berdua bisa berbicara seperti dulu. Tapi sepertinya kemungkinan hal itu terjadi sangat kecil.

Lagipula, bagi Seokjin, Namjoon hanyalah seorang pria yang dulu pernah dia kenal. Tidak kurang, tidak lebih.

.

.

.

To be continue

Setelah sekian lama menghilang, aku akhirnya kembali.

Menurut kalian apa yang akan terjadi nanti di Seoul?

Jika ada pertanyaan, jangan sungkan untuk bertanya. I'm all open, guys.

Hold On [ Namjin ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang