25. Say "Bye"

610 122 92
                                    

"Ibumu akh-" Laki-laki dengan tudung kepala hitam yang hampir menutupi seluruh bagian wajahnya tiba-tiba menghentikan ucapannya.

Aquila menggigit salah satu jari tangan penculiknya hingga menyentuh bagian tulang.

Arghhhhh

Aquila menatap iba penculiknya yang menggerang sakit. Tangan dingin Aquila menyentuh kedua sisi tempatnya menggigit. Dengan sekali hentakan, Aquila mematahkan jari yang di gigutnya tadi hingga terputus.

Arrghhh

Terdengar suara bariton dari penculiknya yang sedang meraung-raung kesakitan.

"Huh ... lo udah ngelakuin banyak hal ke gue, bahkan merintih aja gue gak pernah. Dan lo? Huh dasar cowok lemah!" Aquila menatap hina ke arah penculiknya saat ini.

"GADIS BODOH!" Si Penculik menendang tubuh Aquila dengan keras hingga tersungkur.

Aquila memejamkan matanya, menahan nyeri di daerah kakinya yang masih tertancap oleh obeng dengan gagahnya.

"Asal lo tau! Nyokap lo gak akan pernah bahagia di alamnya! Gue sumpahin, makan nyokap lo di timbun sampah!"

Aquila menggeram marah. Perlahan tangannya mencabut obeng yang menancap di kakinya.

Arghh

Aquila menjerit ngilu sambil menahan rasa sakit yang dirasakannya.

"Mati, lo!"

Aquila melempar obeng di tangannya ke arah penculiknya saat ini.

Arghh

Obeng itu berhasil menghantam mata kiri si penculik, membuat darah segara turun dari kelopak matanya.

Aquila gelap mata.

Salah satu tangannya di gunakan untuk mengambil kelopak mata kiri penculik itu hingga kelopak matanya saat ini benar-benar ada di genggaman Aquila.

Perlahan bau anyir memenuhi ruangan gelap nan pengap ini.

"Akhh ... a-ampun, maafin gue."

Aquila menyunggingkan senyum sinis sambil berkata, "lo terlalu terlambat buat gue maafin."

Aquila merangkak mendekati penculik bertudung itu.

Wajahnya ia dekatkan ke telinga kiri penculiknya.

Hembusan nafas hangat milik Aquila perlahan-lahan di rasakan oleh si penculik.

"Hai,Tirtan!"

Ya, tentu saja penculiknya adalah Tirtan. Psikopat bertopeng kutu buku yang sangat terobsesi pada Aquila.

Aquila masih mendekatkan mulutnya di telinga Tirtan.

"Gue adalah malaikat maut buat lo malam ini." Aquila membisikan kalimat itu sehalus mungkin.

Tirtan tertawa mengejek. "Walaupun gue kehilangan penglihatan, lo gak akan bisa bunuh gue!"

"Really?"

Aquila menjauhkan mulutnya dari telinga Tirtan. Alisnya terangkat sebelah, mengejek.

"Lo, gak bakal berani buat bunuh gue. Cewek tipe lo itu selalu ngehindar dari polisi. Lo pasti gak mau punya cacat di karir lo karna bunuh gue." Tirtan tertawa di sela-sela kalimat yang dia ucapkan.

"Lo, seyakin itu?"

"Hm."

"Lo, inget Seyna? Gue yang bunuh dia." Aquila mengusap rambut Tirtan dengan lembut.

Napas Tirtan mulai tersenggal-senggal. Tubuhnya merinding.

"Gue cinta sama lo ,Aquila, gue bener-bener tulus cinta sama lo. Dari awal lo jadi siswi di SMA Preba, gue udah suka sama kepolosan dan sikap feminim lo. Gue jatuh cinta sama lo, Aquila!"

Tirtan mengucapkan kalimat beruntutnya sambil menahan sakit di area matanya.

"Lo, jatuh cinta sama gue? Kenapa gue harus peduli tentang itu. Lo terlalu naif jadi cowok ,Tirtan."

Aquila merangkan perlahan mengambil cairan detergen yang ada di dekar tungku api milik Tirtan.

Perlahan, Aquila mencampur detergen itu dengan air mendidih yang Tirtan buat.

"Kita akhiri ini dengan cepat."

Aquila mulai mengocok campuran kimia yang sangat membakar itu.

"Jangan! Gue gak mau mati!"

"TOLONG!"

"TOLONG!"

Aquila terkekeh melihat betapa paniknya Tirtan saar ini.

Jika tempat ini mudah di dengar orang lain, tidak mungkin Tirtan akan menyekapnnya di tempat ini.

Ruangan yang gelap, kecil, pengap, terpencil, dan berbau anyir.

"Bodoh," guman Aquila menyadari kebodohan yang Tirtan lakukan.

Aquila merangkak mendekati Tirtan. Bau anyir dari kaki Aquila menyeruak di hidung Tirtan.

"Jangan bunuh gue. Ampun! Ampun!"

Tawa Aquila kian meledak mendengar permohon maaf Tirtan yang terdengar miris.

"Dimana jiwa psiko lo yang baru-baru ini lo tunjukin ke gue? Pengecut!"

Aquila merangkak semakin dekat dengan tubuh Tirtan yang juga bergerak mundur.

Dengan cepat Aquila menarik rambut Tirtan ke bawah hingga mendongak.

Di masukkannya detergen yang telah di campur dengan air mendidih tadi di mulut Tirtan.

Arghh

"Pa-"

Sisa tumpahan air yang menetes melewati baju Tirtan membuat kain baju itu perlahan-lahan meleleh.

Hal itu di karenakan cairan asam memiliki kandungan yang dapat membakar dan bersifat korosif.

Aquila sudah tau jika isi detergen yang di bawanya saat ini adalah cairan asam klorida yang biasa digunakan Tirtan untuk membunuh.

Aquila terus memandang ke arah Tirtan yang kesakitan.

"Pa-"

"Nas-"

Aquila menikmati melihat Tirtan yang meraung-raung kesakitan di setiap detiknya.

Perasaan aneh yang Aquila rasakan setiap kali menyaksikan penderitaan korbannya.

"Arghh-mpun!"

Aquila menghentikan kegiatannya. Sedikit rasa iba muncul, mengingat Tirtan memperlakukannya dengan baik saat dirinya di sekap.

"Ba-ba wa gue ke rumah sa-sakit. Gue mohon!"

Dengan kondisi kedua matanya yang rusak, Tirtan memegang erat tangan Aquila.

"Kasih gue alasan supaya gue mau bawa lo ke rumah sakit."

"Gu-gue di paksa, dia maksa gue ngelakuin ini! Percaya sa-sama gue!"

"Siapa?"

"Dia-"

***
Finally! ^^

Btw, maaf ya updatenya lama banget ...

Susah banget cari mood buat lanjutin cerita ini :(

[END] Pshycopath RomanceKde žijí příběhy. Začni objevovat