2 || Musim Dingin

8.4K 1K 32
                                    

Hari ini salju menebal sekitar 1,5 sentimeter, membuat jalan-jalan menjadi licin yang amat berbahaya bagi kendaraan. Aku tidak suka musim dingin. Sangat tidak suka. Selain karena kita harus mengenakan pakaian tebal yang menurutku begitu merepotkan, bagiku musim dingin juga sangat mengganggu pendengaran. Semenjak kami pindah ke Minnesota—kira-kira satu tahun yang lalu, Jason ... manusia purba yang kesulitan adaptasi itu selalu kentut sembarangan di cuaca yang dingin. Bagiku ini tidak lucu, ini menyebalkan.

Seperti sekarang, masih pagi, Ibu menyuruh kami untuk jalan ke minimarket membeli stok sereal dan Jason selalu buang angin sembarangan setiap beberapa langkahnya. Oke, ini lebih dari sekadar menyebalkan, tapi memalukan. Orang-orang menatap kami dengan pandangan aneh dan aku belum terbiasa dengan itu. Oh, kecuali Jason tentunya. Dia sangat terbiasa.

Aku berdeham kencang. Mengalihkan pikiranku dari hal ini. "Jas, bagaimana kalau yang aku katakan selama ini benar?" tanyaku seraya menoleh ke arahnya yang berjalan di samping kiri-ku.

Laki-laki itu mengeluarkan tangannya dari saku jaket, menoleh kemudian menaikkan alis, tidak mengerti. "Hah? Apanya yang benar?"

"Ck! Yang sering aku bilang. Persepsi dunia ini," jawabku masih berusaha menahan emosi.

"Oh." Jason kembali menghadap ke depan. Untuk seseorang yang memiliki masalah pencernaan ketika musim dingin, Jason berjalan sangat-sangat santai. Mungkin ia menganggap kalau dirinya keren.

"Hei, aku tanya!"

"Eh? Iya, iya, lupa." Setelah itu ia bergumam panjang. Mungkin otaknya sibuk merangkai banyak kata-kata. Tapi ah, sepertinya aku melupakan satu hal ... Jason bukan tipikal anak yang memaksimalkan otak besarnya itu. "Yah, aku tidak peduli," jawab Jason singkat kemudian.

Sudah kuduga. Benar, 'kan!

"Oke, jadi, kata 'tidak peduli' membuat kamu tutup mata? Hm ... boleh menilai sebentar? Kau gila, Jas!"

Jason mengedikan bahu dan terus berjalan. Wajahnya benar-benar datar, tidak merasa bersalah. Kesal dan merasa butuh banyak penjelasan, maka aku berjalan jauh lebih cepat darinya lantas menghalangi anak itu dengan tanganku yang membentang tepat di depannya. "Jason, sebentar. Aku ingatkan sekali lagi kalau kita kembar dan dunia luas, bukankah seharusnya kita satu pemikiran?" Aku bertanya serius. Mataku menghunus iris mata birunya yang terlihat tidak terusik sedikit pun.

"Kembar bukan berarti harus sama-sama gila."

Aku mendengus. Tidak puas dengan jawaban itu. "Oke, kalau begitu apa alasannya? Apa kelemahan dari teoriku? Bagaimana kau bisa tidak percaya sama sekali?"

Jason menatapku geram. Telapak tangannya terkepal, tapi malah telunjuk anak itu yang terangkat untuk menoyor dahiku pelan. "Karena pola pikirmu selalu tidak realistis, aneh, terlalu jauh dan masih banyak lagi. Aku sudah sering bilang tentang hal ini. Racun kita adalah pikiran itu sendiri. Bisa tidak, sih, hidup seperti kebanyakan orang?" katanya blak-blakan, tidak peduli ada banyak orang yang ikut mendengar.

Napasku tercekat mendengar penuturan itu. Aku menggertakkan gigi untuk membekukan emosi. "Jadi, kamu pikir selama ini aku abnormal? Halusinasi? Gangguan kejiwaan?"

"Benar! Lagi pula, kamu tidak bisa menjawab pertanyaan Chris kemarin."

Aku menghela napas panjang, lalu menggigit bibir bawah tidak percaya.  Telapak tanganku tak lagi menghalangi jalan Jason, keduanya terkepal kuat dan kusembunyikan di balik badan. Kesal rasanya. Kesal dengan diri sendiri. Menarik napas dalam-dalam lalu menghembusnya perlahan. Butuh beberapa detik sampai senyumku berhasil terulas walau tipis.

"Hm, oke. Ayo, cepat! Ibu pasti marah-marah karena menunggu serealnya," ujarku mengalihkan.

Jason masih menatapku dalam-dalam. Mungkin dia sedikit khawatir kalau kembarannya akan terluka, tapi kalau memang khawatir, dia pasti tidak akan mengatakan seperti itu di depan umum. Tidak ingin memedulikan isi pikirannya, aku berjalan memimpin menuju minimarket—tujuan awal kami yang tertunda.

Hal yang aku sadari di detik  selanjutnya: musim dingin tahun ini benar-benar menyebalkan. []

Hertz ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang