23 || Derivea

367 161 3
                                    

Pingsannya Jason sudah tidak lama lagi ketika tubuhnya mulai menyentuh daratan. Dan begitu terbangun dengan kepala yang pening luar biasa, ia langsung memuntahkan sup taco buatan Ran Muda tadi siang dari lambungnya. Jason mual hebat.

Informasi pentingnya: kami sudah sampai ... di suatu tempat tak diketahui.

Berbeda dengan perpindahanku waktu itu yang menyasar di hutan raksasa, kini kami mendarat (mari menyebutnya mendarat, karena lubang cacing memuntahkan kami dari langit-langit setelah terguling-guling di tempat transisi) di ruangan luas dengan banyak monitor. Aku tidak tahu monitor-monitor ini untuk apa, karena tidak ada layarnya yang menyala.

Tapi, tempat ini cukup keren, sungguh (setidaknya sangat-sangat lebih baik dari hutan raksasa). Jadi kurasa kecemasanku juga hilang ditelan lubang cacing tadi.

Apa kerennya? Karena semua monitor-monitor komputer yang baru saja kusebut itu sebesar 32 inch, kemudian ada satu layar sangat-sangat besar yang menempel di dinding luas dan tinggi (oke, ini lebih tampak seperti ruangan FBI layaknya dalam film-film, kalau Jason sudah seratus persen sadar ia pasti akan girang sekali).

Aku yakin ini salah satu ruangan di dalam gedung super besar. Namun, aku tidak tahu juga apakah ini betul-betul gedung atau bukan, karena tidak ada satupun jendela yang bisa aku lihat keluar. Hm, mungkin ini basement. Ya, bayangkan saja, seberapa luas ruang dengan ratusan monitor 32 inch.

Mungkin juga ini ruangan rahasia. Atau terserah. Kepalaku masih sakit untuk terus berspekulasi.

Garis besarnya, kedatangan pertama di frekuensi ini sama sekali tidak buruk. Di hadapan kami ada ratusan jumlah monitor, dan mereka adalah hal yang biasa kita gunakan.

Seharusnya ini tidak menjadi masalah.

Omong-omong, karena Jason masih saja muntah-muntah ke salah satu tong sampah terdekat, maka Ran Muda lagi-lagi mengeluarkan obat dari ranselnya untuk membantu Jason yang mual-mual. Sementara itu, Ran Tua berusaha mengaktifkan ponsel—yang entah untuk apa—dengan gusar. Raut wajah Ran Tua tampak sekali seperti terganggu.

Jadi, aku bergerak ke arah Ran Tua untuk mendapatkan paling tidak sedikit informasi. Langkah sepatuku menggema di sudut-sudut ruangan. "Ada apa, Ran?"

"Aku tidak bisa mengaktifkan perangkat dari Quardon." Ran Tua mengangkat ponselnya di hadapanku. "Elektronik ini menjadi barang rongsok begitu kita berpindah frekuensi." Pria itu selanjutnya menyerahkan ponsel semacam sistem Android agar aku cek lebih lanjut.

Dan hasilnya tetap sama: mati total.

"Ini pasti efek melalui lubang cacing." Aku mengembalikan perangkat itu ke Ran Tua.

Ia mengangguk-angguk. "Mungkin. Tapi bisa juga ada kemungkinan lain."

"Seperti?"

"Mereka memblokirnya."

Dahiku berkerut, heran. Apa? Memblokir perangkat yang masuk dari luar frekuensi? Apa itu mungkin?

Ran Tua mulai berjalan untuk mengitari ruangan dengan lengan di belakang. Jadi, aku pun mengikutinya selagi tatapan pria tersebut masih penuh selidik kepada deretan monitor komputer yang disusun seperti dalam kantor-kantor tanpa meja kubikel.

Semua monitor di sini lengkap dengan perangkat kerasnya. Mereka juga tampak mengilap, seperti baru. Kebersihan di sini benar-benar terjaga. Tidak ada debu yang tersisa sedikitpun.

Aku menengok ke atas, melihat langit-langitnya yang bergaya minimalis. Karena ruangan yang ekstra besar ini, mereka jadi butuh banyak lampu untuk menerangi seluruh penjuru.

Lalu aku jadi terheran-heran, kenapa ruangan yang tidak ada satupun orang ini, dibiarkan dengan semua lampu yang menyala?

"Kita sepertinya berada dalam gelombang frekuensi yang tepat." Ran Tua tiba-tiba berhenti di salah satu meja yang menarik penuh perhatiannya. "Tempat ini, Derivea, mereka memiliki alat yang canggih." Aku sedikit berlari mendekat agar bisa melihat apa yang Ran Tua perhatikan. Dan rupanya, ia membaca kop surat mereka. "Dengan semua peralatan yang mereka miliki ... tidak ada yang tidak mungkin di sini."

Hertz ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang