13. Danu dan Kehidupannya

Start from the beginning
                                    

"Bukan, dok. Saya yang bertanggung jawab atas pasien."

Dokter itu membenarkan posisi kacamata yang sempat melorot, "Ada cedera di salah satu engsel tulang, makanya Danu harus pakai tongkat untuk beberapa hari kedepan. Beruntung benturan yang terjadi tidak sampai mematahkan tulang."

Nino meneliti kaki kiri Danu yang terbalut perban, serta tongkat yang menompang berat badannya. Tetapi Nino masih dapat melihat senyum di wajah anak kecil itu.

"Cuma beberapa hari aja, kan? Danu nggak masalah kok." ucapnya tulus.

"Kalau begitu Danu udah boleh pulang setelah biaya administrasi selesai." kemudian dokter dan kedua suster pergi meninggalkan Danu yang sekarang dilanda cemas.

"Tapi Danu nggak punya uang buat bayarnya." gumam Danu terdengar jelas oleh Nino.

"Biar Kakak yang bayar sebagai bentuk tanggung jawab."

Melihat kedekatan diantara keduanya, Jenny jadi penasaran setengah mati.

"Abang kenal anak kecil itu?" bisik Jenny sepelan mungkin agar Danu tidak mendengar.

"Dia anak didik Airin," Jenny makin menambah kerutan di keningnya, "ceritanya panjang, nanti Abang ceritain di rumah. Sekarang Jenny pulang sama Mang Ujang ya, Abang udah nelpon orang bengkel buat ambil mobil Jenny sekalian diservis nanti."

"Emang Abang mau kemana?"

"Mau anter Danu pulang."

"Eh nggak usah Kak," Danu mengibas-ngibaskan tangan menolak, "Danu udah seneng dibayarin berobat. Lagian Danu mau ke tempat lain dulu."

"Yaudah, Kakak anter ke tempat itu," Danu membuka mulut bersiap menolak, tapi Nino sudah melanjutkan kalimatnya, "please biarin Kakak nebus kesalahan adik Kakak."

Danu menghembuskan napas pasrah. Biar bagaimanapun niat Nino baik, dan menurut Ibunya, niat baik itu tidak boleh ditolak.

*****

Nino tidak menduga jika tempat lain yang dimaksud Danu adalah Kota Tua Jakarta.

"Emang kamu ada perlu apa?" suasana Kota Tua yang cukup ramai membuat Nino menoleh ke samping, "mending kamu pulang, daripada desak-desakan di sini."

Danu menggeleng sopan, "Kalo Danu pulang sekarang, Ibu pasti khawatir. Terus kita nanti nggak makan karena dagangan Danu masih utuh."

Nino melepas seat belt lalu mengambil tali beberapa balon yang terikat karet dari kursi penumpang belakang.

"Beneran bisa?"

"Iya dong. Ini mah udah kerjaan sehari-hari Danu." ucap Danu bangga sambil mengambil alih dagangannya.

Nino tak lagi bersuara, ia memperhatikan Danu yang membuka pintu dan menutupnya kembali setelah melepar senyum pada Nino.

Siang di hari libur merupakan salah satu anugerah bagi Danu, karena disaat itulah orang-orang berkumpul dan ia bisa menawarkan dagangannya. Semangat yang menggebu-gebu membuat Danu tidak bisa mengimbangi langkah, ia lupa sekarang ada tongkat yang menghalangi hingga ia tidak bisa bergerak sebebas dulu.

Namun Danu tidak langsung jatuh ke tanah karena ada seseorang yang menahannya.

"Kakak nggak tenang ninggalin kamu sendiri di sini," Nino mengambil alih balon-balon itu lagi, "Kakak mau nemenin kamu jualan."

"Tapi—"

"Enggak ada penolakan!"

Nino segera menawarkan balon pada orang-orang yang lewat, terus berulang-ulang, tetapi tak ada yang tertarik sedikitpun. Danu pun menghampiri Nino sambil terkekeh geli.

My Precious Girlfriend ✔Where stories live. Discover now