09

3.1K 155 0
                                    

        "Apa? Kamu baca buku saya?!" pekiknya

Areeyata cukup tersentak, gadis itu membulatkan total matanya.

"I-iya ... sorry ya padahal itu kan buku 'genius secret' lo, tapi tenang gue gak copy semua isinya kok."

Filean menunjukkan wajah bersalahnya pada Areeyata yang masih belum normal dari keterkejutannya.

"Oh iya sorry lagi nih, gue nyontek rumus kimia yang materi bab pertama dulu, gue lupa gak nulis, serius, jadi sorry ya gue nyalin catatan lo dikit."

Areeyata menghela nafas lega.

"Iya gak papa-" Areeyata sedikit lega.

"Eh tapi Re, yang halaman ada pembates gitu gue belum liat sih tenang aja, yang kaya rangkuman gitu,"

"Belum sempet kebaca sebenernya, soalnya adek gue nyebelin ngajak gue pergi, padahal gue pengen tau is-" Filean panjang lebar langsung di potong Areeyata.

"Gak boleh!! Itu rangkuman rahasia, dan jangan pernah bahas lagi."

Areeyata lalu menutup bukunya.

"O-oke, santai, bukunya juga kan udah di lo, tenang gue gak securang itu kok buat nyuri resep lo, gue punya resep sendiri." Filean tertawa renyah.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
   

     "Pagi, Inka."

Karena kelas mulai terisi beberapa manusia, semua mata langsung menatap aneh pada anak manusia yang baru saja menjadi anggota di kelas mereka.

Areeyata hanya melihatnya sekilas lalu membuka lagi bukunya.

"Ka, kamu duduk depan lagi aja biar aku yang disini." Kaile memegang lengan kiri Areeyata.

"Gak papa, kamu aja yang di depan." Areeyata menepis tangan kanan Kaile.

"Nggak, kamu aja, serius."

Kaile terus memaksa, Areeyata memutar bola matanya.

"Kaile!!" tekankan Areeyata

"OK." Kaile sambil tertawa bahagia lalu ia pun berjalan ke bangku lama Areeyata.

***

         Hari libur digunakan Areeyata untuk bersantai di rumah, pagi itu.

Areeyata berpenampilan seperti biasanya, bercelana basket dan kaos oblong yang kali itu berwarna abu-abu.

Di beranda rumahnya, ia duduk di anak tangga sambil melihat ke arah taman di dekat gerbang.

Garis senyumnya terangkat begitu saja.

Ia berjalan ke arah samping beranda yang di penuhi tanaman-tanaman hias.

Kemudian ditariknya selang berwarna biru dengan pengunci hitam.

Ia mulai menyemprotkan air ke semua tanaman.

Sambil lalu, ia menyalakan musik di iPod, kemudian diletakkannya di dekat pilar beranda rumahnya.

"Selamat pagi." suara berat itu berasal dari beranda.

"Selamat pagi, pa." jawab Areeyata tersenyum ke arah papanya.

"Papa gak ke kantor?" tanya Areeyata ketika melihat papanya berbaju santai.

"Gak dong, sekali-kali hari libur papa di rumah sama kamu, memangnya Inka gak kangen papa?" ucap pria itu meletakkan gelas kopinya di kursi papan yang ada di beranda.

Melvin berjalan kearah garasi dan mengambil sebuah tas.

"Papa mau seharian sama kamu hari ini."

Senyumannya begitu merekah, ketika mengeluarkan gunting tanaman dan ikut bergabung di taman bersama putri sematawayangnya.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

          Pasangan bapak-anak itu melakukan quality time yang sangat jarang mereka lakukan bersama.

Dan tanpa seorang ibu ataupun istri.

Sejak lahir, Areeyata tidak pernah melihat wajah wanita yang telah melahirkannya.

Satu hal yang sangat dibencinya, sosok yang sebagian besar orang di dunia menyanjungnya.

Seorang ibu.

Ketika masa Areeyata SD atau SMP, ia tidak pernah mengikuti acara perayaan hari ibu di sekolah.

Bahkan ia selalu punya alasan untuk tidak menghadirinya.

Dan papanya tidak pernah tau hal itu.

Setelah ia tiba di sekolah, biasanya ia akan pergi ke perpustakaan kota, tempat favoritnya.

Pernah suatu ketika papanya mendengar berita tentang ketidakhadiran putrinya setiap perayaan hari ibu.

Hingga mengharuskan papanya,  untuk menemani putrinya ketika perayaan tersebut.

Saat itulah, untuk pertama kalinya Areeyata membentak sang papa hanya karena dipaksa membaca puisi persembahan untuk ibu.

Sekaligus adalah hari dimana Areeyata berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak pernah lagi mengecewakan sosok pria yang paling mulia baginya.

"Pagi om, Inka." seorang laki-laki datang dengan berpakaian olahraga.

"Pagi, Bin." papa Areeyata menghentikan aksi memotong dahan tanaman dan tersenyum pada laki-laki yang memasuki halaman rumahnya itu.

"Kak Bin, Inka sudah ganti lensa teleskopnya." ujar Inka dengan senyuman tipisnya yang sedikit menghangat pagi itu.

"Seriously?" tanya laki-laki itu sambil mengelap keringatnya dengan handuk yang berkalung di lehernya.

Areeyata mengangguk singkat.

"OK, nanti melem kakak kesini ya, pinjem buat kerjain penelitian." izin mahasiswa semester 5 itu.

"Gak ngantor, om?" ucap Bintang, sepupu Areeyata.

"Nggak bin, om di rumah aja hari ini" sahut papa Areeyata yang kembali sibuk dengan kegiatannya.

"Kamu sendiri gak keluar?" tanya omnya

"Nggak om, paling cuma anterin mama ke Bandung nanti siang, soalnya papa lagi di luar kota." sahutnya kini ikut nimbrung di tengah keluarga kecil kakak dari papanya.

"Loh, memangnya papa kamu kemana?" tanya Melvin.

"Papa lagi di Jogja om, baru kemaren sore berangkat." sahutnya

"Oh." jawabnya.

"Yaudah om, Bintang pamit dulu, Ka nantik kakak kesini pas sorean dikit ya, kamu dirumah kan?" tutur Bintang yang bersiap untuk pulang.

"Oh iya kak." Areeyata mengangguk.

Cowok itu keluar dari halaman rumah om nya dan bergegas menuju rumahnya yang tak seberapa jauh dari kediaman Areeyata.

 

***

Komen plis dong.
Butuh masukan, butuh saran, butuh kritik, butuh judgment, butuh hinaan.
😆
Komen yahhh
Yah
Yah
Yyahh
Yyyyaaaaahhhh
Komen di bawah.
Dengkiu💘

Areeyata [END]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang