[11]-Tinggal bersama

1.1K 133 11
                                    

Suara tembakkan yang kencang dari arah kamar mandi membuat Arbani dan Salsha sama-sama melirik ruangan yang tertutup. Di dalam sana ada Iqbaal dan (Namakamu).

Terlepas dari rasa penasaran mereka, di dalam kamar mandi (Namakamu) mengalami shock yang berat. Seluruh wajahnya pucat pasi. (Namakamu) mengangkat sebelah tangannya dengan gemetar takut, dia menyusupkan tangannya ke dalam barthobe.

Gimana bisa?’

Di hadapan (Namakamu), Iqbaal menatap penuh kebingungan. Seingatnya, dia melepas satu peluru hingga mengenai bahu (Namakamu). Namun tidak ada setetes darah pun di tubuh (Namakamu).

Iris (Namakamu) yang meredup itu menatap sorot mata Iqbaal yang masih menajam.

“Lo terkejut?”

Hhh ... hhhh.” (Namakamu) hanya berdiri dengan sebelah tangan yang terangkat.

“Lo nggak tahu kekuatan yang lo punya?” Iqbaal bertanya lagi.

(Namakamu) tidak dalam kondisi untuk menjawab pertanyaan Iqbaal. Shock yang dia rasakan membuat seluruh tubuhnya mati rasa. Tubuh (Namakamu) bahkan nyaris ambruk kalau saja Iqbaal tidak sigap untuk menangkapnya.

“Apa yang terjadi?”

Arbani dan Salsha mendobrak pintu dan masuk dengan wajah panik.

“Lo nembak dia?” Salsha berdiri di samping Arbani namun tatapannya tertuju pada Iqbaal dan (Namakamu).

“Iya.”

“Apa?” Salsha setengah memekik.

Iqbaal tidak mau berbicara lebih banyak. “Dia pingsan karena dia terkejut. Arbani, tolong pindahin (Namakamu) ke kamar.”

Arbani segera mengambil alih tubuh (Namakamu) dari Iqbaal.

“Lo gila? Apa yang udah lo lakuin, Baal?!” Salsha masih belum puas untuk memaki. Untuk mencari tahu penyebab Iqbaal menembak (Namakamu).

Iqbaal memasukkan sebelah tangannya ke dalam celana seraya mengayunkan pistol di tangannya seolah pistol itu hanyalah seonggok mainan yang tidak berguna. “Gue cuma nakutin (Namakamu).”

Arbani yang tidak ingin menonton keributan, segera melenggang melewati Salsha.

Salsha berdecak kesal. Tidak habis pikir. Kenapa Iqbaal sangat kekanakkan? Di depannya kini, Iqbaal terlihat sesekali menggaruk kepalanya menggunakan pistol. Mengacuhkan kemarahan Salsha.

“Lo benar-benar gila!” Salsha meninggalkan Iqbaal untuk menyusul Arbani dan (Namakamu).

Sepeninggal teman-temannya, Iqbaal berbalik dan berjalan ke arah cermin besar yang berada di dalam kamar mandi.

Peluru yang dia tembak menembus bahu (Namakamu) lalu terpental hingga membuat cermin di depannya retak. Anehnya, tidak ada luka dan darah sama sekali di tubuh (Namakamu).

(Namakamu)? Lo... siapa sebenarnya?’

***

Arbani membaringkan (Namakamu) di atas tempat tidur dengan hati-hati. Di seberangnya, Salsha sedang sibuk menghubungi Dokter Lian.

“Bisa segera ke sini? Pasien tidak sadarkan diri lagi. Ah ....” Salsha memandang (Namakamu) di belakangnya. “Sesuatu yang mengejutkan terjadi. Iya. Tolong datang ke sini.” Panggilan dihentikan. Salsha berbicara pada asisten perempuan yang terbiasa memenuhi kebutuhan Iqbaal. “Bisa ambilkan air?”

“Baik.” Asisten perempuan itu melenggang pergi sesuai perintah Salsha.

“Apa Iqbaal kehilangan akal karena terlalu lama di rumah sakit?” Salsha memiringkan wajahnya, melihat Arbani yang sedang memejamkan mata.

W [IqNam Series]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang