[10]-Tokoh utama

916 123 0
                                    

Iqbaal Dhiafakhri, tidak pernah main-main untuk hal penting dalam hidupnya. Iqbaal bangkit dari rasa putus asa, dia tidak jadi bunuh diri. Iqbaal bekerja keras untuk memiliki saham hingga bisa membeli stasiun TV dan seluruh agen penyiar yang ada. Iqbaal juga tidak asal memilih Arbani dan Salsha sebagai orang kepercayaannya. Dan kini, dia juga tidak sedang bercanda pada (Namakamu) yang nampak ketakutan.
“Gue tunggu jawaban lo (Namakamu), kita masih punya banyak waktu.”

Ketakutan (Namakamu) sedikit berkurang kala Iqbaal menjauhkan pistolnya. Iqbaal berjalan menjauhi (Namakamu), dia melepas jas kerjanya lalu duduk dengan sebelah kaki yang digunakan sebagai penyangga tubuh.

“Gue ... ngelakuin itu supaya gue bisa menghilang.” (Namakamu) berbicara dengan suara bergetar.

“Lo bilang apa?”

“Gue lakuin itu supaya gue bisa menghilang!” pekik (Namakamu).

Iqbaal tidak tahu, butuh perjuangan bagi seorang (Namakamu) untuk mengatakan hal ini.

“Ngelakuin apa?” Iqbaal masih belum puas dengan jawaban (Namakamu). Dia masih berusaha memancing (Namakamu) untuk bicara.

“Cium lo.”

Iqbaal mengangguk-angguk. “Cium gue?”

(Namakamu) mengiyakan. “Mm.”

“Lo cium gue supaya lo bisa menghilang?”

Anggukkan kepala (Namakamu) semakin kencang.

Iqbaal tertawa kecil. “Gue nggak ngebayangin jawaban seperti itu. Apa lo menghilang setelah cium gue hari itu? Apa Iya?”

(Namakamu) sepenuhnya menghadap Iqbaal. “Itu benar. Jadi tolong hentikan ini Iqbaal dan biarin gue pergi,” cicit (Namakamu).

“Lo serius?”

“Iya.”

(Namakamu) tidak mengira sebelumnya, kalau jawaban yang dia berikan malah membuat Iqbaal bereksperimen. Iqbaal bangun dari tempat duduk, dia berjalan menghampiri (Namakamu), lalu meraih tengkuk (Namakamu) dan mendaratkan satu ciuman di sana.
I—ini apa maksudnya?’ Mata (Namakamu) mengerjap linglung.(Namakamu) menemukan garis tegas Iqbaal yang tidak berjarak dengan wajahnya.

Iqbaal memejamkan matanya. Menyapu bibir (Namakamu) dalam keheningan. Setelah—mungkin—puas dengan eksperimennya, Iqbaal melepaskan tengkuk (Namakamu), memberi jarak sedikit agar (Namakamu) bisa bernapas dengan normal. “Kenapa lo nggak menghilang? Lo masih di sini,” ujar Iqbaal.

Mulut (Namakamu) menganga dengan lebar. Jantungnya diajak naik roller coaster dan malah hal itu yang Iqbaal tanyakan? (Namakamu) berusaha untuk tidak mengumpat. “Hanya berciuman nggak akan bikin gue menghilang. Harus ada perubahan emosi! Gue nggak bahas soal ciuman!” Suara (Namakamu) terdengar memprotes.

“Emosi?” Iqbaal mengangkat sebelah alisnya. “Gue nggak suka nunjukkin emosi.”

“Lo mungkin nggak suka. Tapi gimana pun caranya lo harus terkejut.” (Namakamu) menuding wajah Iqbaal.

“Iya gue ngerti.”

(Namakamu) bersorak, “Itu maksud gue! Ada perubahan emosi yang lo rasain. Itu peraturannya!”

Iqbaal balik menuding (Namakamu). “Lo kelihatan terkejut (Namakamu), pipi lo merah,” kata Iqbaal. Yang demi Tuhan ... terlalu jujur itu. Membuat (Namakamu) kesulitan menyangkal.

(Namakamu) memegangi kedua pipinya. Lagipula siapa yang menyuruh Iqbaal untuk melakukan eksperimen dengan mencium (Namakamu)? Ini gara-gara Iqbaal! “Ih, Iqbaal! Gue lagi ngomog soal lo!” (Namakamu) mengembungkan pipinya. Siapa tahu, rona merah di pipinya bisa menghilang. Dia tidak perlu menahan malu di depan Iqbaal lebih lama.

W [IqNam Series]✔Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz