[5]-Terjebak

1.3K 172 7
                                    

(Namakamu) tidak menyangka, kalau niatnya untuk menolong malah menjebloskan dirinya sendiri menjadi tahanan di dalam ruang rawat Iqbaal.

Arbani sengaja mengawasi (Namakamu) yang kini sedang duduk dengan gusar di samping brankar yang dihuni Iqbaal. (Namakamu) sibuk mengetukkan ujung sepatunya pada lantai.

Sedari tadi, yang melintas di kepala (Namakamu) adalah bagaimana caranya agar dia bisa kabur dan pulang ke dunia nyata?

Sampai akhirnya, dia menoleh ke belakang karena suara Arbani.

"Dia (Namakamu) yang waktu itu?"

(Namakamu) bergantian melihat Arbani, lalu melihat Iqbaal.

Di atas brankar itu, Iqbaal tersenyum tipis. "Iya." Dia memiringkan wajahnya. Menatap (Namakamu) dengan intens. "Gimana caranya lo bisa tahu tentang hal ini?" tanyanya.

(Namakamu) terperangah. "Iya?" Sempat hening beberapa detik. "Ah ... gue cuma kebetulan lewat. Habisnya, perawat tadi kelihatan mencurigakan banget."

Iqbaal bertanya lagi. "Lo kerja di sini?"

"Enggak." (Namakamu) menutup mulutnya yang salah bicara. "Eh, iya."

"Tapi kenapa name tag lo tertulis di Daisy hospital?" Iqbaal menunjuk jas putih yang (Namakamu) pakai. "Ini Peony hospital, kan?"

"Ah ... itu, dulu gue kerja di sini. Sekarang, nggak lagi. Gue sekarang kerja di Daisy hospital," jawab (Namakamu). Butuh perjuangan untuk memutar isi kepala agar (Namakamu) mengeluarkan jawaban yang masuk akal. (Namakamu) tidak ingin berbohong sebenarnya. Tapi karena keadaan, dia terpaksa melakukan ini.

Iqbaal menarik sudut bibirnya. "Rumah sakit itu nggak ada."

"Iya?" Mata (Namakamu) mengerjap dua kali. "Oh ... nggak. Itu, nggak ada karena ditutup."

Iqbaal kebingungan. "Ditutup?"

(Namakamu) mengangguk. "Iya! Jadi itu artinya, gue ... pengangguran sekarang." (Namakamu) meringis. Dia tidak punya bakat ber-acting seperti artis. Sungguh. Tapi dia sangat berharap kalau Iqbaal akan mempercayainya.

Iqbaal sempat melakukan kontak mata dengan Arbani. Iqbaal terkekeh sebelum bertanya, "terus apa yang buat lo ke sini? Ini bukan tempat kerja lo."

"Iya?" Ditanyai seperti itu oleh Iqbaal, (Namakamu) malah linglung.

"Gimana lo bisa ada di sini?" Iqbaal belum menyerah untuk menanyai (Namakamu). Entah kenapa, Iqbaal merasa kalau (Namakamu) mungkin datang dengan tiba-tiba. Memang sengaja untuk menolongnya.

Di tempat duduknya, (Namakamu) merasa seolah dia baru saja ditimpa batu besar. (Namakamu) mengulur waktu dengan dehaman panjang. "Bukannya lo cari gue? Gue lihat di berita kalau lo lagi cari saksi."

Iqbaal mengangkat salah satu alisnya. "Bukannya lo datang karena kebetulan?"

"Iya ...." (Namakamu) merutuki dirinya yang tak pandai membuat alasan. "Maksudnya, gue memang kebetulan lihat perawat yang mencurigakan. Jadi gue ikuti dia sampai ke sini. Ini bukan berarti gue datang ke rumah sakit secara kebetulan. Gue emang mau nemuin lo. Iya. Gitu." (Namakamu) mengusap tengkuk belakangnya dengan gugup. Di sampingnya kini, Iqbaal tengah mengulum senyum.

"IQBAAL!"

Arbani menggeser tubuhnya saat Salsha masuk ke dalam ruang rawat Iqbaal. Salsha melangkah dengan terburu. Sosok Arbani dan (Namakamu) tidak Salsha hiraukan. Seolah hanya ada Iqbaal saja di ruangan ini.

"Apa yang terjadi? Lo nggak apa-apa, kan?" tanya Salsha khawatir.

Di tempat duduknya, (Namakamu) mengamati Salsa ... kalau tidak salah, dia adalah tokoh perempuan dalam komik Ayah. Iya, benar. Salsha namanya. Teman sekaligus sekretaris Iqbaal. Lalu kalau begitu ... (Namakamu) melirik Arbani. Dia pasti teman Iqbaal yang satunya, yang ahli gulat dan merupakan tangan kanan Iqbaal.

W [IqNam Series]✔حيث تعيش القصص. اكتشف الآن