[2]-Bolpoin

2K 208 3
                                    

Iqbaal Dhiafakhri tidak pernah membayangkan kalau hidupnya akan dipermainkan seperti wahana roller coaster yang tidak terkendali. Iqbaal hidup sederhana bersama keluarganya. Ayah, Bunda, dan Kak Ody. Waktu SMA Iqbaal pernah mengikuti lomba menembak. Tentu saja dia bisa melakukan tembakkan dengan baik. Karena pelatihnya adalah Ayahnya sendiri. Suasana saat Iqbaal menjadi atlet tembak sekaligus juara yang memenangkan medali emas masih terasa di ingatan setiap orang yang menontonnya. Saat itu ... Iqbaal berlari memeluk Ayah Heri. Mereka saling menyandarkan kepala dengan senyum yang menyiratkan kebahagiaan.

Sayangnya, kebahagiaan itu meredup bahkan ... hilang. Iqbaal dituduh membunuh semua keluarganya menggunakan pistol yang dia gunakan saat lomba menembak. Hari dimana keluarganya meninggal, Iqbaal tidak ada di rumah. Dia kaget begitu melihat semua keluarganya meninggal dengan kening yang terus mengucurkan darah.
Tidak hanya dituduh, Iqbaal bahkan diinterogasi oleh seorang jaksa yang kejam-Damian nama jaksa itu-jaksa yang memaksa Iqbaal mengakui semua kejahatan yang ... sama sekali tidak Iqbaal lakukan. Iqbaal bukan psikopat berdarah mafia yang dengan sintingnya membunuh orang yang dia sayangi begitu saja. Iqbaal masih waras.

Tidak berhenti sampai disitu, Iqbaal dijebloskan ke dalam penjara. Dia melewati berbagai sidang yang menegangkan. Iqbaal sangat marah saat Damian menjatuhkan hukuman mati padanya di hari terakhir persidangan. Iqbaal memberontak, tidak terima, dan berat hati karena dia memang tidak melakukan hal sekeji itu!

Akhirnya, karena Damian menjatuhkan keputusan yang tidak beralas bukti ... Iqbaal memenangkan persidangan. Iqbaal dibebaskan dari penjara.

Namun, setiap malam seakan menjadi siksaan jiwa untuk Iqbaal. Setiap dia pulang ke rumah, menapak di lantai yang dingin, menyentuh barang-barang yang berdebu, dan menatap figura foto keluarganya ... kepala Iqbaal dengan otomatis memutar kilasan tentang Ayah, Bunda, dan Kak Ody. Iqbaal menangis. Mengerang. Sangat marah. Tapi ... tidak tahu harus melampiaskannya pada siapa.

Iqbaal nyaris bunuh diri dengan  melompat dari atas jembatan yang di bawahnya terdapat sungai berarus deras. Di detik-detik melemparkan dirinya sendiri, tiba-tiba Iqbaal sadar dan tidak ingin mati sia-sia.

Kesulitan yang beruntun itu membuat Iqbaal bertekad untuk bangkit. Dia tidak akan menutup kasus ini. Dia akan mencari tahu siapa yang telah membunuh keluarganya.

10 tahun kemudian

Iqbaal Dhiafakhri yang dulu dikenal sebagai narapidana berbahaya, mengubah statusnya menjadi seorang CEO di stasiun televisi. Dia mendirikan stasiun televisi untuk menangkap pelaku kriminal. Berkat jasanya, banyak masyarakat yang terbantu. Iqbaal bahkan tidak segan untuk turun langsung dan menangkap pelaku kriminal itu. Wajahnya kini terpampang di setiap situs internet. Iqbaal memang menangkap banyak pelaku. Namun selama 10 tahun ini, dia tidak pernah menemukan atau menangkap pelaku yang telah membunuh keluarganya.

Iqbaal tidak akan menyerah. Dia selalu terjaga. Dia memutuskan untuk tinggal di penthouse dengan selusin bodyguard. Bahkan di bawah bantalnya, Iqbaal selalu menyimpan pistol dengan peluru yang terisi penuh.

Sesulit itu?

Ya.

Iqbaal tidak pernah bisa tidur dengan tenang. Dia tidak tahu, kapan si pembunuh bisa datang. Jadi, sebelum dia ditembak seperti keluarganya ... dia akan lebih dulu menembak pembunuh itu.

Iqbaal selalu menantikan kemunculan si pembunuh. Di balik perawakannya yang tenang, jiwanya sangatlah tidak tenang.

Sampai pada di suatu malam ... dia mendapat telepon anonim. Penelepon itu menyatakan kalau dirinya sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Iqbaal.

Sadar, kalau yang menelepon adalah pembunuh yang dia cari, akhirnya Iqbaal tidak berpikir dua kali untuk segera pergi ke ... atap penthouse yang dia tinggali. Tempat itu adalah tempat tertinggi di gedung ini, dan merupakan tempat... di mana si pembunuh tengah menunggunya.

W [IqNam Series]✔Where stories live. Discover now